Sabtu, 18 Juli 2009

Gizi

GIZI UNTUK ORANG SAKIT

PENDAHULUAN

Visi pembangunan kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010, diharapkan akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat dan berperilaku hidup sehat. Indonesia sehat 2010 dimaksudkan juga untuk mendorong agar masyarakat dapat menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata guna mencapai derajat kesehatan yang optimal.

Kesehatan, pendidikan dan pendapatan setiap individu merupakan tiga faktor utama yang sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu setiap individu harus selalu menjaga kesehatannya, yang merupakan modal utama agar dapat hidup produktif, bahagia dan sejahtera. Guna menjaga kesehatan yang optimal, maka setiap individu harus memperhatikan gizi makanannya.

Menurut Zifbio (2009), makanan yang bergizi bagi makhluk hidup tidak terkecuali, sangat penting bagi kesehatannya. Makanan dapat menyebabkan individu sakit, tetapi dengan makanan pula kita dapat menyembuhkan penyakit. Makanan bagi orang yang menderita sakit biasa disebut diet.

Diet merupakan salah satu syarat utama dalam penyembuhan suatu penyakit. Makanan yang memenuhi kebutuhan gizi dan termakan habis akan mempercepat perbaikan gizi pasien, sehingga kondisi umumnya dalam waktu singkat dapat dikembalikan ke taraf normal.

Sesuai dengan keadaan pasien dan penyakitnya, makanan pasien dapat digolongkan menjadi makanan umum dan makanan khusus. Makanan umum adalah makanan yang mengandung cukup kalori dan zat-zat makanan untuk berbagai golongan sesuai dengan jenis kelamin, umur, dan aktivitas. Makanannya dapat berupa makanan biasa, makanan lunak, makanan saring, makanan cair, dan makanan lewat pipa dan biasa diberikan kepada pasien dengan penyakit yang tidak memerlukan gizi yang khusus untuk penyakit tertentu.

Pemberian makanan bagi orang sakit sangat tergantung keadaan penyakitnya serta toleransi pasien terhadap makanan. Makanan khusus adalah makanan yang mengandung atau tidak mengandung zat-zat makanan tertentu untuk penyakit tertentu atau untuk persiapan pemeriksaan tertentu (Mansjoer, 2001). Gizi untuk orang sakit dengan penyakit tertentu harus diperhatikan oleh karena bila salah memberikan makanan akan memperparah penyakitnya dan proses penyembuhannya menjadi sangat lambat. Untuk mempercepat proses penyembuhan penyakit, gizi makanan untuk orang sakit harus diperhatikan dengan dicermat. Berbagai penyakit, seperti penyakit lambung, penyakit hati, diabetes mellitus, penyakit jantung, gagal ginjal dan sindrom nefrotik dalam diet makanannya perlu diperhatikan gizinya sesuai dengan dietnya, selain memperhatikan keparahan penyakitnya dan toleransi pasien terhadap makanannya.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Gizi berasal dari bahasa Arab “Al Gizzai” yang artinya makanan dan manfaatnya untuk kesehatan. Al Gizzai juga dapat diartikan sari makanan yang bermanfaat untuk kesehatan. Ilmu gizi adalah ilmu yang memperlajari cara memberikan makanan yang sebaik-baiknya agar tubuh selalu dalam kesehatan yang optimal (Pei, 2008).

Kondisi seseorang dengan yang lain berbeda satu sama lain. Begitu juga dengan pemilihan bahan makanan dan zat gizi yang dibutuhkan. Pemberian makanan yang sebaik-baiknya harus memperhatikan kemampuan tubuh seseorang mencerna makanan, umur, jenis kelamin, jenis aktivitas, dan kondisi lain seperti sakit, hamil, menyusui.

B. Jenis-jenis zat gizi

Zat gizi yang dibutuhkan tubuh manusia dibagi dalam enam kelompok besar, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air (Muchtadi, 2009). Secara umum jenis-jenis zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh adalah sebagai berikut :

1. Karbohidrat.

Karbohidrat merupakan zat gizi sumber energi paling penting bagi makhluk hidup karena molekulnya menyediakan unsur karbon yang siap digunakan oleh sel. Jenis zat karbohidrat terdiri dari zat tepung, seperti butir-butir gandum, jagung, terigu, beras, sagu dan zat gula seperti gula tebu, gula buah-buahan dan madu.

2. Lemak adalah bentuk energi berlebih yang disimpan oleh hewan, sehingga jumlah lemak dalam hewan yang dijadikan bahan makanan ditentukan oleh keseimbangan energi hewan tersebut. Contoh lemak hewani adalah susu, mentega, keju dan kuning telur, sedangkan contoh lemak nabati seperti minyak kelapa dan minyak kacang-kacangan. Lemak mengahasilkan 9,3 kalori setiap gram dan makanan normal pada orang dewasa berisi 100 gram lemak.

3. Protein merupakan senyawa yang terdapat dalam setiap sel hidup. Setengah dari berat kering 20% dari berat total seorang manusia dewasa merupakan protein. Contoh makanan yang mengandung protein adalah daging ikan, putih telur, keju, kacang polong dan kedele. Protein digunakan oleh jaringan tubuh 80-100 gram dibutuhkan dalam susunan makanan normal setiap hari.

Fungsi utama protein bagi tubuh adalah sebagai berikut :

a. Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan.

b. Pembentukan senyawa tubuh yang esensial.

c. Regulasi keseimbangan air.

d. Mempertahankan netralitas tubuh.

e. Pembentukan antibodi.

f. Transpor zat gizi.

4. Vitamin adalah senyawa organik yang diperlukan tubuh dalam jumlah sangat sedikit dan harus disuplai dari makanan karena tubuh tidak dapat menyintesisnya. Vitamin dibagi menjadi dua golongan besar berdasarkan kelarutannya, yaitu :

a. Vitamin larut air, yaitu grup vitamin B dan vitamin C.

b. Vitamin larut lemak, yaitu vitamin A, D, E, dan K.

5. Mineral.

Secara umum fungsi mineral bagi tubuh, adalah sebagai berikut :

a. Mempertahankan keseimbangan asam-basa dalam tubuh.

b. Sebagai katalis untuk reaksi biologis.

c. Komponen senyawa tubuh yang esensial.

d. Memelihara keseimbangan air di dalam tubuh.

e. Transmisi impuls syaraf.

f. Mengatur kontraktilitik otot.

g. Pertumbuhan jaringan tubuh.

6. Air.

Air sangat penting bagi kesehatan, dua pertiga dari berat tubuh terdiri dari air. Air merupakan bagian yang dari jaringan yang berfungsi untuk melarutkan berbagai zat, membantu perubahan kimiawi dalam sakuran pencernaan.

Berikut kecukupan gizi yang dianjurkan untuk orang dewasa agar kesehatan yang baik dapat dipertahankan berdasarkan jenis kelamin (Mansjoer, 2001) adalah sebagai berikut :

Jenis kelamin

Energi (Kalori)

Protein (g)

Kalsium (g)

Besi (mg)

Vit A (IU)

Tiamin (mg)

Laki-laki

2.020

51

0,5

9

4.000

0,9

Perempuan

1.500

40

0,5

8

3.500

0,6

C. Jenis Makanan untuk Orang Sakit

Menurut Mansjoer (2001), gizi untuk orang sakit dapat digolongkan menjadi dua, yaitu makanan umum dan makanan khusus, selengkapnya sebagai berikut :

1. Makanan umum

Pasien yang tidak memerlukan makanan dengan diet khusus diberikan makanan dengan gizi makanan umum, seperti makanan biasa, makanan lunak, makanan saring, makanan cair dan makanan lewat pipa, selengkapnya seperti pada uraian berikut :

a. Makanan biasa

Makanan biasa diberikan kepada pasien yang tidak memerlukan makanan khusus sehubungan dengan penyakitnya. Susunan makanan sama dengan makanan orang sehat, cukup kalori, protein, dan zat gizi lain, tetapi tidak boleh yang merangsang atau dapat menimbulkan gangguan pencernaan, seperti makanan yang terlalu berlemak, terlalu manis atau terlalu berbumbu, dan minuman yang mengandung alkohol.

Makanan biasa dalam sehari biasa mengandung nilai gizi 2.230 kalori (wanita = 2.050 kal), protein 75 g, lemak 53 g, dan karbohidrat 365 g. makanan ini dapat mengandung kalsium 0,4 g, besi 24 mg, vitamin A 6.139 SI, dan vitamin C 87 mg. Sayuran dapat diberikan dan terdiri dari campuran sayuran kacang-kacangan, sayuran daun hijau atau sayuran warna kuning, dan sayuran lain.

b. Makanan Lunak

Makanan lunak diberikan kepada pasien sesudah operasi tertentu dan pada penyakit infeksi dengan kenaikan suhu badan tidak terlalu tinggi. Dapat diberikan langsung kepada pasien atau merupakan perpindahan dari makanan saring ke makanan biasa, tergantung keadaan penyakit pasien. Makanan mudah dicerna, rendah serat, serta tidak mengandung bumbu yang merangsang. Untuk orang tua dan atau yang sukar menguyah bahan makanan berserat banyak, seperti daging dan sayur, dapat digiling atau dicincang.

Makanan ini cukup kalori, protein, dan zat-zat gizi lain. Dalam sehari nilai gizi makanan lunak adalah 2.180 kalori, protein 81 g, lemak 66 g, karbohidrat 318 g, kalsium 1 g, besi 29,3 mg, vitamin A 6.659 SI, tiamin 1,4 mg, dan vitamin C 97 mg.

c. Makanan saring

Makanan saring diberikan kepada pasien sesudah mengalami operasi tertentu ; pada infeksi akut, termasuk infeksi saluran cerna seperti gastroenteritis, dan kesukaran menelan. Menurut keadaan penyakit, makanan saring dapat diberikan langsung kepada pasien atau sebagai peralihan dari makanan cair ke makanan lunak. Makanan ini diberikan untuk jangka waktu pendek karena kurang memenuhi kebutuhan gizi, terutama kalori dan tiamin.

Nilai gizi makanan saring adalah 1.900 kalori, protein 72 g, lemak 83 g, karbohidrat 223 g, kalsium 1,3 g, besi 25,6 mg, vitamin A 9.700 SI, tiamin 0,8 mg, dan vitamin C 176 mg.

d. Makanan cair

Makanan cair diberikan kepada pasien sebelum dan sesudah operasi tertentu, dalam keadaan mual dan muntah, dengan kesadaran menurun, dengan suhu badan sangat tinggi atau infeksi akut. Makanan ini berupa cairan jernih yang tidak merangsang dan tidak meninggalkan sisa. Nilai gizi sangat rendah sehingga pemberiannya dibatasi selama 1-2 hari saja. Makanan dan minuman yang boleh diberikan, misalnya teh, kopi, kaldu jernih, air bubur kacang hijau, sari buah, sirup, dan gula pasir.

e. Makanan lewat pipa

Makanan lewat pipa diberikan kepada pasien yang tidak dapat makan melalui mulut karena gangguan jiwa, prekoma, anoreksia nervosa, kelumpuhan otot-otot menelan, atau sesudah operasi mulut, tenggorokan, dan saluran cerna.

Makanan berupa sari buah dan cairan kental terbuat dari susu, gula, margarin. Cairan hendaknya dapat dimasukan melalui pipa karet hidung, atau lambung. Pemakaian gula pasir dan susu penuh (whole) disesuaikan dengan kemampuan pasien untuk menerimanya. Bila terjadi kembung perut atau diare, pemakaian gula pasir dikurangi dan susu penuh diganti dengan susu skim atau susu rendah laktosa. Karena kurang zat besi dan vitamin, ke dalam makanan dimasukan 8 mg preparat ferosulfat, 3 tablet vitamin B kompleks, dan 150 mg preparat vitamin C.

Banyaknya makanan sehari adalah 1.500 – 2.000 ml, dibagi dalam 4 porsi.

2. Makanan khusus

Menurut Mansjoer (2001), makanan khusus adalah makanan yang mengandung atau tidak mengandung zat-zat makanan tertentu untuk penyakit tertentu. Gizi untuk penyakit tertentu adalah sebagai berikut :

a. Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) bertujuan memberikan makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein yang bertambah guna mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh atau guna menambah berat badan hingga mencapai normal. Syarat diet ini adalah tinggi kalori, tinggi protein, cukup mineral dan vitamin, serta mudah dicerna.

Diet ini dindikasikan untuk pasien gizi kurang (defesiensi kalori, protein), anemia, dan hipertiroid. Juga diberikan pada pasien sebelum dan sesudah operasi tertentu bila dapat menerima makanan lengkap ; baru sembuh dari penyakit dengan panas tinggi atau penyakit yang berlangsung lama dan telah dapat menerima makanan lengkap ; pasien trauma, luka bakar, atau mengalami perdarahan banyak ; serta wanita hamil dan pasca persalinan.

Terdapat 2 macam diet TKTP, yaitu TKTP I dan TKTP II. Diet TKTP I mengandung 2.600 kalori dan 100 g (2 g/kg BB) protein. Diet TKTP II mengandung 3.000 kalori dan 125 g (2½ g/kg BB) protein. Untuk memudahkan, penambahan konsumsi kalori dan protein dilakukan dengan memberikan penambahan lauk dan susu. Sumber protein hewani yang baik diberikan adalah ayam, daging, hati, ikan, telur, susu, dan keju, sedangkan sumber protein nabati adalah kacang-kacangan dan hasilnya, seperti tahu, tempe, dan oncom. Makanan yang terlalu manis dan gurih yang dapat mengurangi nafsu makan, seperti gula-gula, dodol, cake dan sebagainya, adalah bahan makanan yang dihindarkan.

b. Diet Rendah Kalori

Pemberian diet rendah kalori bertujuan untuk menurunkan berat badan hingga normal. Diet ini diindikasikan untuk kegemukan dan pada kebutuhan kalori menurun, seperti pada hipotiroid, istirahat di tempat tidur untuk jangka waktu lama, serta usia lanjut.

Syarat diet ini, kalori dikurangi 500-1.000 kalori dibawah kebutuhan normal, yang akan menyebabkan penurunan berat badan ½ - 1 kg/minggu. Pengurangan kalori dilakukan dengan pengurangan karbohidrat dan lemak. Jumlah protein normal atau sedikit diatas normal, yaitu 1 – 1½ g/kg BB, cukup vitamin dan mineral, serta tinggi serat untuk memberikan rasa kenyang. Pada diet 1.200 kalori, kandungan vitamin B kompleksnya rendah.

Terdapat 3 macam diet rendah kalori, yaitu rendah kalori I, II, dan III. Diet rendah kalori I mengandung 1.200 kalori, 59 g protein, 35 g lemak, 173 g karbohidrat. Diet rendah kalori II mengandung 1.500 kalori, 71 g protein, 48 g lemak, 206 g karbohidrat. Diet rendah kalori III mengandung 1.700 kalori, 75 g protein, 48 g lemak, 250 g karbohidrat.

c. Diet Rendah Garam

Pemberian diet rendah garam betujuan membantu menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada hipertensi. Diet ini diindikasikan untuk pasien dengan edema dan/atau hipertensi, seperti pada gagal jantung, sirosis hepatitis, penyakit ginjal tertentu, toksemia pada kehamilan, dan hipertensi esensial.

Syarat diet ini adalah cukup kalori, protein, mineral, dan vitamin ; jumlah natrium yang diperbolehkan disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam/air atau hipertensi dan bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit.

Makanan biasa rata-rata mengandung 2.800 – 6.000 mg natrium sehari. Sebagian besar natrium berasal dari garam dapur, selebihnya dari bahan makanan asli. Diet rendah garam membatasi konsumsi garam dapur dan bahan makanan yang mengandung natrium tinggi. Rasa makanan dapat dipertinggi dengan menggunakan bumbu lain yang tidak mengandung natrium, seperti gula, cuka, bawang merah, bawah putih, jahe, kunyit, laos, salam, dan sebagainya. Makanan yang dikukus, ditumis, digoreng, atau dipanggang lebih enak daripada yang direbus.

Diet rendah garam I (200 – 400 mg Na) diberikan kepada pasien dengan edema, asites, dan/atau hipertensi berat. Dalam pemasakan tidak ditambahkan garam dapur. Bahan makanan tinggi natrium dihindarkan. Diet ini mengandung 2230 kalori, 75 g protein, 53 g lemak, dan 365 g karbohidrat.

Diet rendah garam II (600 – 800 mg Na) diberikan kepada pasien dengan edema, asites, dan/atau hipertensi tidak terlalu berat. Pemberian makanan sehari sama dengan diet rendah garam I. dalam pemasakan dibolehkan menggunakan ¼ sendok garam dapur (1 g), bahan makanan tinggi natrium dihindarkan.

Diet rendah garam III (1.000 – 1.200 mg Na) diberikan kepada pasien dengan edema dan/atau hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan diet rendah garam I. Dalam pemasakan dibolehkan menggunakan ½ sendok (2 g) garam dapur.

d. Makanan Prabedah

Diet ini bertujuan menyiapkan tubuh pasien agar berada dalam keadaan gizi sebaik mungkin. Syarat makanan prabedah, pasien dengan berat badan kurang dari normal, pasien dengan hipoproteinemia, anemia, dan hipertiroid diberi diet tinggi kalori tinggi protein. Pasien dengan penyakit lain diberikan makanan sesuai dengan penyakitnya. Untuk operasi besar, seperti operasi kolon, diberikan diet rendah sisa 4-5 hari hari sebelumnya. Untuk operasi jantung, hati, ginjal, dan saluran cerna lain, diet rendah sisa diberikan 2-3 hari sebelumnya, sedangkan untuk operasi sedang, seperti apendektomi, hernia, hemoroidektomi, dan sebagainya, sehari sebelum operasi. Operasi kecil seperti tonsilektomi tidak membutuhkan makanan khusus sebelumnya. Kapan makanan terakhir diberikan tergantung dari macam operasi. Pada operasi besar, umumnya makanan dan minuman terakhir diberikan 8 jam sebelum operasi, sedangkan pada operasi sedang dan kecil 4-6 jam sesudahnya.

e. Makanan pascabedah

Tujuan pemberian makanan pascabedah adalah mengusahakan agar keadaan pasien segera kembali seperti normal.

Prinsip pemberian makanan, diberikan secara bertahap, dimulai dari cair, saring, lunak, dan lusa. Perpindahan makanan dari tahap ke tahap tergantung dari macam operasi dan keadaan pasien. Untuk pasca bedah kecil (pasca bedah ekstirpasi, tonsil, apendiks, hemoroid, hernia, struma, reduksi terbuka, ekstremitas distal, dan sebagainya), makanan secepat mungkin kembali seperti biasa. Pada pasca bedah besar (pasca bedah saluran pencernaan dan di luar pencernaan, seperti jantung, ginjal, ortopedi, dan sebagainya), makanan diberikan secara berhati-hati disesuaikan dengan kemampuan pasien untuk menerimanya.

Makanan pasca bedah I diindikasikan untuk semua pasien pasca bedah. Pada pasca bedah kecil, diberikan setelah sadar atau rasa mual hilang, sedangkan pada pasca bedah besar, diberikan setelah sadar, rasa mual hilang, dan ada terdapat tanda usus mulai bekerja. Pada diet ini, diberikan air/teh manis seperti pada makanan cair, rata-rata 15 kali sehari selama pasien tidak tidur. Makanan ini diberikan dalam jangka waktu sependek mungkin karena kurang dalam semua zat gizi.

Makanan pasca bedah II merupakan perpindahan dari makanan pasca bedah I pada pasca bedah besar saluran cerna. Pada pascabedah kecil dan pascabedah besar di luar saluran cerna dapat langsung diberikan makanan pascabedah III. Makanan ini diberikan berupa minuman manis, kaldu jernih, sirup, sari buah, dan susu telur, rata-rata 16 kali sehari selama pasien tidak tidur, dengan jangka waktu sesingkat mungkin karena tidak cukup mengandung zat gizi. Air jeruk dan minum yang mengandung CO2 jangan diberikan.

Makanan pasca bedah III merupakan perpindahan dari makanan pasca bedah I atau makanan pasca bedah II. Diberikan sebagai air, sirup, susu, sari buah, biskuit, sup, atau bubur saring tanpa bumbu merangsang. Minuman yang mengandung CO2 jangan diberikan. Cairan tidak melebihi 2.000 ml sehari. Makanan ini mengandung 1.900 kalori, 73 g protein, 84 lemak, dan 236 g karbohidrat.

Makanan pasca bedah IV merupakan perpindahan dari makanan pasca bedah III. Makanan ini diberikan sebagai makanan lunak yang dibagi dalam 3 kali makan dan 1 kali makan selingan. Nilai gizi makanan ini adalah 2046 kalori, mengandung 76 g protein, 64 g lemak, 295 g karbohidrat.

Makanan pasca bedah V merupakan perpindahan dari makanan pasca bedah IV. Diberikan kepada pasien dengan kapasitas lambung dan usus yang terbatas, seperti pada penyakit saluran cerna tertentu. Makanan ini diberikan sebagai makanan lunak yang dibagi dalam 6 kali makan dalam porsi kecil yang sama. Jumlah cairan bebas.

f. Gizi pada diet penyakit lambung

Tujuan diet pada penyakit lambung adalah memberikan makanan adekuat, tidak merangsang, dapat mengurangi pengeluaran cairan lambung, dan menetralkan kelebihan asam lambung. Syarat diet ini adalah mudah dicerna, porsi makanan kecil, dan diberikan sering, protein cukup untuk menggantikan jaringan yang rusak, serta makanan secara berangsur harus memenuhi kebutuhan gizi normal.

Diet lambung I diberikan kepada pasien ulkus peptikum akut, ulkus peptikum dengan perdarahan, esofagitis, gastritis akut, dan tifus abdominalis berat. Makanan diberikan berupa susu dan bubur susu, hanya diberikan selama 2 hari dalam porsi kecil tiap 3 jam. Nilai gizi makanan ini adalah 1.630 kalori, 58 g protein, 63 g lemak, dan 213 g karbohidrat.

Diet lambung II diberikan sebagai perpindahan diet lambung I setelah fase akut dapat diatasi, pada tifus abdominalis dengan suhu tubuh tinggi, dan sesudah operasi saluran cerna tertentu. Makanan diberikan selama beberapa hari saja, berbentuk saring atau cincang tiap 3 jam. Nilai gizi makanan ini adalah 1.990 kalori, 73 g protein, 84 g protein, 84 g lemak, dan 236 g karbohidrat.

Diet lambung III diberikan sebagai perpindahan dari diet lambung II atau pada pasien ulkus peptikum ringan, tifus abdominalis yang suhu tubuhnya sudah kembali normal. Makanan berbentuk lunak, diberikan 6 kali sehari dalam porsi kecil. Makanan ini cukup kalori, protein, mineral, vitamin C, dan kurang tiamin. Makanan ini mengandung 1.921 kalori, 61 g protein, 74 g lemak, dan 257 g karbohidrat.

Diet lambung IV diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet lambung III atau kepada pasien ulkus peptikum ringan, gastritis ringan, esofagitis ringan, serta tifus abdominalis yang hampir sembuh. Makanan diberikan dalam bentuk lunak dan biasa tergantung toleransi pasien. Makanan ini cukup kalori dan semua zat gizi. Nilai gizi makanan ini adalah 2.080 kalori, 74 g protein, 65 g lemak, dan 303 g karbohidrat.

g. Gizi pada diet penyakit hati

Diet pada penyakit hati bertujuan memberikan makanan secukupnya guna mempercepat perbaikan faal hati tanpa memberatkan pekerjaannya.

Syarat diet ini adalah kalori tinggi, hidrat arang tinggi, lemak sedang, dan protein disesuaikan dengan tingkat keadaan klinik pasien. Diet diberikan secara berangsur disesuaikan dengan nafsu makan dan toleransi pasien terhadap protein. Diet ini harus cukup mineral dan vitamin ; garam rendah bila ada retensi garam/air, cairan dibatasi bila ada asites hebat, serta mudah dicerna dan tidak merangsang. Bahan makanan yang menimbulkan gas dihindari.

Diet hati I berupa cairan mengandung karbohidrat sederhana dengan cairan kurang lebih 2 liter sehari bila tidak ada acites. Diet ini diindikasikan untuk sirosis hepatis berat, hepatitis infeksiosa akut dalam keadaan prekoma atau segera sesudah pasien dapat makan kembali. Bila acites dan diueresis belum sempurna, cairan maksimum 1 liter sehari. Makanan ini rendah dalam kalori (1.025 kalori), protein (7 g), kalsium (0,2 g), besi (9,3 mg), dan tiamin (0,6 mg) serta sebaiknya tidak diberikan lebih dari 3 hari.

Diet hati II diberikan dalam bentuk cincang atau lunak. Pemberian protein dibatasi (30 g sehari) dan lemak diberikan dalam bentuk mudah dicerna. Diet ini diindikasikan bila keadaan akut atau prekoma sudah dapat diatasi dan pasien sudah mempunyai nafsu makan. Menurut beratnya retensi garam/ air, makanan diberikan sebagai diet hati II rendah garam. Bila ada asites hebat dan tanda diueresis belum baik, diberikan sebagai diet rendah garam I. Makanan ini rendah kalori (1.475 kalori), kalsium (0,2 g), besi (9,3 mg), dan tiamin (0,5 mg), dan sebaiknya diberikan beberapa hari saja.

Diet hati III merupakan makanan perpindahan dari diet hati II atau bagi pasien yang nafsu makannya cukup. Makanan diberikan dalam bentuk lunak atau biasa. Protein diberikan 1 g/kg BB, jumlah lemak sedang dalam bentuk yang mudah dicerna. Makanan ini cukup mengandung kalori (2.013 kalori), besi (16,6 mg), vitamin A dan C, tetapi kurang kalsium (0,3 mg) dan tiamin (0,8 mg).

Diet hati IV diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet hati III atau pada pasien hepatitis infeksiosa dan sirosis hepatis yang nafsu makannya telah baik, telah dapat menerima protein, dan tidak menunjukkan gejala sirosis hepatis aktif. Makanan diberikan dalam bentuk lunak atau biasa. Makanan ini mengandung kalori tinggi, protein tinggi, lemak cukup, karbohidrat tinggi, serta vitamin dan mineral cukup. Nilai gizi makanan ini adalah 2.554 kalori, 91 g protein, 64 g lemak, dan 0,7 g karbohidrat.

h. Gizi pada diet diabetes mellitus

Pemberian diet diabetes mellitus (DM) bertujuan menyesuaikan makanan dengan kesanggupan tubuh untuk menggunakannya agar pasien mencapai keadaan faali normal dan dapat melakukan pekerjaan sehari-hari seperti biasa.

Syarat diet ini adalah jumlah kalori ditentukan menurut umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan, aktivitas, suhu tubuh, kelainan metabolik ; jumlah karbohidrat disesuaikan dengan kesanggupan tubuh untuk menggunakannya, gula murni tidak diperbolehkan. Makanan cukup protein, mineral, dan vitamin. Pemberian makanan disesuaikan dengan macam obat yang dipakai.

Sebagai pedoman, dipakai 8 macam diet DM sebagai berikut :

Macam diet

Kalori

Protein (g)

Lemak (g)

Karbohidrat (g)

I

1.100

50

30

160

II

1.300

55

35

195

III

1.500

60

40

225

IV

1.700

65

45

260

V

1.900

70

50

300

VI

2.100

80

55

325

VII

2.300

85

65

350

VIII

2.500

90

65

390

Diet I – III diberikan kepada pasien yang terlalu gemuk. Diet IV – V diberikan kepada pasien yang mempunyai berat badan normal. Diet VI – VIII diberikan kepada pasien kurus, diabetes remaja (juvenile diabetes), atau diabetes dengan komplikasi.

i. Gizi pada diet penyakit jantung

Tujuan pemberian diet ini adalah memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan pekerjaan jantung, menurunkan berat badan bila pasien terlalu gemuk, dan mencegah/menghilangkan penimbunan garam atau air.

Syarat diet pada penyakit jantung adalah kalori rendah, terutama bagi pasien yang terlalu gemuk ; protein dan lemak sedang ; cukup vitamin dan mineral ; rendah garam bila ada tekanan darah tinggi dan/atau edema ; mudah dicerna, tidak merangsang, dan tidak menimbulkan gas, serta dalam porsi kecil dan diberikan sering.

Diet jantung I diberikan kepada pasien dengan infark miokard akut (IMA) atau gagal jantung kongestif berat. Diberikan berupa 1-1½ liter cairan sehari selama 1 - 2 hari pertama bila pasien dapat menerimanya. Makanan ini sangat rendah kalori dan semua zat gizi. Nilai gizi diet ini adalah 835 kalori, 21 g protein, 24 g lemak, 140 g karbohidrat, dan 304 mg natrium.

Diet jantung II diberikan secara berangsur dalam bentuk lunak setelah fase akut IMA teratasi. Menurut beratnya hipertensi atau edema yang menyertai penyakit, makanan diberikan sebagai diet janutng II rendah garam. Makanan ini rendah kalori, protein, dan tiamin. Nilai gizi diet ini adalah 1.325 kalori, 44 g protein, 35 g lemak, 215 g karbohidrat, dan 248 mg natrium.

Diet janutng III diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet jantung II atau kepada pasien penyakit jantung yang tidak terlalu berat. Makanan ini rendah kalori, tetapi cukup zat gizi lain. Menurut beratnya hipertensi atau edema yang menyertai penyakit, diberikan sebagai diet janutng III rendah garam. Nilai gizi diet ini adalah 1.756 kalori, 64 g protein, 41 g lemak, 290 g karbohidrat, dan 172 natrium.

Diet jantung IV diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet janutng III atau kepada pasien penyakit jantung ringan. Diberikan dalam bentuk biasa. Makanan ini cukup kalori dan zat gizi. Nilai gizi diet ini adalah 2.023 kalori, 67 g protein, 51 g lemak, 329 g karbohidrat, dan 172 mg natrium.

j. Gizi pada diet gagal ginjal

Tujuan pemberian diet ini adalah memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan faal ginjal, menurunkan kadar ureum dan kreatinin darah, mencegah atau mengurangi retensi garam atau air dalam tubuh. Syaratnya adalah banyak protein disesuaikan dengan keadaan faal ginjal.

Menurut keadaan pasien dan berat penyakit dapat diberikan diet rendah protein I, II dan III. Karena kebutuhan protein pasien gagal ginjal sangat tergantung pada keadaan perorangan, disamping ketiga macam diet tersebut di atas, dapat pula diberikan diet rendah protein dengan 30 g protein dan diet protein sedang dengan 50 g protein.

Diet rendah protein I (20 g protein) diberikan pada pasien gagal ginjal berat dengan kreatinin 5 – 20 ml/menit dan kadar ueum darah diatas 100 mg%. Bentuk makanan tergantung keadaan pasien : dapat cair, saring, atau lunak. Makanan ini kurang dalam kalori, protein, kalsium, besi dan tiamin. Diet ini hanya diberikan selama beberapa hari sementara menunggu tindakan yang lebih tepat, misalnya dialysis.

Diet rendah protein II (40 g protein) diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet rendah protein I atau pada gagal ginjal kronik yang tidak terlalu berat (kreatini 20-30 ml/menit) atau pada gagal ginjal dengan pengobatan konservatif (tanpa dialysis). Bentuk makanan lunak atau biasa. Makanan ini cukup kalori dan semua zat gizi kecuali protein dan tiamin.

Diet protein sedang (60 g protein) diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet rendah protein II atau pada pasien gagal ginjal kronik ringan (kreatinin 30 – 50 ml/menit) atau pada pasien yang menjalani diasis. Makanan diberikan dalam bentuk lunak atau biasa. Makanan ini cukup kalori dan semua zat gizi.

k. Gizi pada diet sindrom nefrotik (tinggi protein rendah lemak)

Tujuan pemberian diet ini adalah memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan faat ginjal, mencegah atau mengurangi retensi garam atau air, mengganti protein yang keluar bersama urine. Syaratnya ialah tinggi protein dan rendah garam menurut beratnya retensi garam atau air. Diet ini diberikan pada pasien sindrom nefrotik. Makanan diberikan dalam bentuk lunak atau biasa. Makanan ini tinggi kalori, tinggi protein, dan cukup zat gizi lain. Nilai gizi yang harus diberikan pada diet ini ialah kalori 2.304, protein 97 g, lemak 77 g, karbohidrat 310 g, kalsium 0,7 g, besi 26,2 mg, vitamin A 9.379 SI, tiamin 1,2 mg, vitamin C 170 mg, dan natrium 415 mg.

PEMBAHASAN

A. Gizi Makanan Umum Orang Sakit

Makanan umum untuk orang sakit diberikan kepada pasien yang tidak memerlukan makanan secara khusus. Makanan umum dapat berupa makanan biasa, makanan lunak, makanan saring, makanan cair dan makanan yang diberikan lewat pipa.

Susunan gizi untuk makanan umum orang sakit, biasa sama dengan makanan untuk orang sehat, cukup kalori, protein, dan zat gizi lainnya sesuai dengan kebutuhan. Nilai gizi untuk orang sakit pada makanan umum nilai gizi kalori dan proteinnya lebih tinggi dari kebutuhan orang normal yang tidak sakit. Makan lunak nilai gizinya tidak terlalu jauh beda dengan makanan biasa tapi merupakan perpindahan dari makanan biasa ke makanan saring karena makanannya berbentuk agak cair seperti bubur. Makanan saring mengandung nilai gizi yang lebih rendah dari makanan biasa dan lunak sehingga diberikan dalam jangka waktu yang pendek. Sedangkan nilai gizi untuk makanan cair dan makanan lewat pipa sangat rendah sehingga pemberiannya dibatasi 1 – 2 hari saja dan hanya khusus diberikan pada pasien dengan kondisi tertentu seperti makanan cair untuk pasien dengan keadaan mual dan muntah, pasien dengan kesadaran menurun, pasien dengan suhu badan sangat tinggi atau infeksi akut. Makanan lewat pipa diberikan kepada pasien yang tidak dapat makan melalui mulut karena gangguan jiwa, prekoma, anoreksia nervosa, kelumpuhan otot-otot menelan atau sesudah operasi mulut, tenggorokan dan saluran cerna.

B. Gizi makanan khusus untuk penyakit tertentu

Makanan khusus merupakan makanan yang mengandung atau tidak mengandung zat-zat makanan tertentu untuk penyakit tertentu. Makanan khusus untuk penyakit tertentu adalah diet tinggi kalori tinggi protein, diet rendah kalori, diet rendah garam, makanan pra bedah, makanan pasca bedah, diet pada penyakit lambung, hati, diabetes mellitus, penyakit jantung, gagal ginjal dan sindrom nefrotik.

Gizi untuk diet TKTP adalah tinggi kalori dan tinggi protein, sedangkan mineral dan vitamin cukup. Diet ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein guna menambah berat badan hingga mencapai normal. Diet TKTP terdiri dari 2 macam, dimana diet TKTP II, mengandung kalori dan protein yang lebih tinggi dari diet TKTP I. Diet rendah kalori, nilai gizi kalorinya dikurangi 500 - 1.00 kalori dibawah kebutuhan normal. Untuk diet rendah garam mengandung nilai gizi cukup kalori, protein, mineral dan vitamin, sedangkan jumlah natrium (garam) dikurangi atau disesuaikan dengan keadaan penyakitnya.

Makanan prabedah, nilai gizinya disesuaikan dengan penyakitnya, sedangkan nilai gizi pada makanan pasca bedah diberikan secara bertahap, dimana semakin lama semakin ditingkatkan nilai gizinya terutama untuk mempercepat proses penyembuhan penyakitnya dan meningkatkan kondisi pasien.

Nilai gizi pada pasien dengan penyakit lambung lebih ditekankan pada kandungan proteinnya yang cukup untuk mengganti jaringan yang rusak, diberikan secara bertahap dari diet lambung I sampai diet lambung IV dan tergantung kondisi pasien. Diet lambung I diberikan kepada pasien ulkus peptikum akut, ulkus peptikum dengan perdarahan, esofagitis, gastritis akut dan tifus abdominalis berat, bila kondisinya semakin membaik secara bertahap dan berangsur-angsur diberikan diet lambung IV.

Pasien dengan penyakit hati nilai gizi yang dianjurkan adalah kalori yang tinggi, karbohidrat tinggi, lemak sedang dan nilai gizi protein disesuaikan dengan keadaan penyakit pasien. Untuk mineral dan vitamin harus cukup, sedangkan kandungan garamnya rendah bila ada retensi garam atau air.

Nilai gizi untuk pasien diabetes mellitus kandungan kalori ditentukan menurut umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, aktivitas, suhu tubuh, kelainan metabolik. Jumlah karbohidrat disesuaikan dengan kesangupan tubuh untuk menggunakannya, gula murni tidak diperbolehkan. Makanan yang diberikan harus cukup protein, mineral, dan vitamin. Nilai gizi pada pasien diabetes mellitus juga disesuaikan dengan macam obat yang dipakai, bila digunakan PZI, makanan diberikan 4x sehari dalam jumlah yang kurang lebih sama, sedangkan jika diberikan berupa tablet atau suntikan RI 3x sehari, makanan diberikan 3x sehari.

Untuk pasien dengan penyakit jantung dianjurkan mengandung kalori rendah, terutama bagi pasien yang terlalu gemuk, protein dan lemak sedang, cukup vitamin dan mineral, rendah garam bila ada tekanan darah tinggi. Makanan yang diberikan bertujuan memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan pekerjaan jantung, menurunkan berat badan bila pasien gemuk dan mencegah atau menghilangkan penimbunan garam.

Nilai gizi untuk pasien dengan gagal ginjal lebih banyak menganudng protein yang disesuaikan dengan keadaan faal ginjal yang diketahui dari nilai uji penjernihan kreatinin atau laju filtrasi glomerulus, protein dipilih yang bernilai biologis tinggi seperti susu, telur, dan daging, lemak terbatas diutamakan penggunaan lemak tak jenuh ganda. Natrium dibatasi pada gagal ginjal dengan hipertensi berat, hiperkalemia, edema, oliguria atau anuria, sedangkan kalsium dibatasi. Kandungan kalori disarankan adekuat agar protein tubuh tidak dipecah untuk energi. Menurut keadaan pasien dan berat penyakit dapat diberikan diet rendah protein I, II, atau III, karena kebutuhan protein pasien gagal ginjal sangat tergantung pada keadaan perorangan.

Pasien dengan sindrom nefrotik disarankan untuk diberikan makanan yang mengandung gizi tinggi protein dan rendah garam menurut beratnya retensi garam atau air. Makanan yang diberikan bertujuan untuk memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan faal ginjal, mencegah atau mengurangi retensi garam atau air, mengganti protein yang keluar bersama urin.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemberian makanan yang sebaik-baiknya harus memperhatikan kemampuan tubuh seseorang mencerna makanan, umur, jenis kelamin, jenis aktivitas, dan kondisi lain seperti sakit, hamil, menyusui. Zat gizi dibagi dalam enam kelompok besar, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air.

Sesuai dengan keadaan pasien dan penyakitnya, makanan pasien dapat digolongkan menjadi makanan umum dan makanan khusus. Makanan umum adalah makanan yang gizinya mengandung cukup kalori dan zat-zat makanan untuk berbagai golongon sesuai dengan jenis kelamin, umur, dan aktivitas. Makanan umum dapat berupa makanan biasa, makanan lunak, makanan saring, makanan cair, dan makanan lewat pipa. Pemberiannya tergantung keadaan serta toleransi pasien terhadap makanan.

Gizi untuk makanan khusus disesuaikan dengan penyakitnya, nafsu makan pasien dan toleransi pasien. Makanan biasa diberikan secara bertahap dengan tujuan untuk memberikan makanan bergizi secukupnya guna mempercepat proses penyembuhan dan

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid Pertama. Jakarta : Penerbit Aesculapius.

2. Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid Kedua. Jakarta : Penerbit Aesculapius.

3. Muchatadi, D. (2009). Pengantar Ilmu Gizi. Bandung : Alfabeta.

mencegah komplikasi yang lebih berat.

Kamis, 16 Juli 2009

askep risiko bunuh diri

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN RISIKO BUNUH DIRI

A. Pengertian

Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang dengan sengaja, yang tahu akan akibatnya dapat mengakhiri hidupnya dalam waktu yang singkat (Maramis, 1998).

Percobaan bunuh diri adalah tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya.

B. Faktor yang Mempengaruhi Bunuh Diri

Menurut Yosep (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku bunuh diri adalah sebagai berikut :

1. Faktor Mood dan Biokimia Otak.

Ghanshyam Pandey beserta timnya dari University of Illinois, Chicago, menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam pikiran manusia bisa mempengaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri nyawa sendiri. Pandey mengetahui fakta tersebut setelah melakukan eksperimen terhadap otak 34 remaja yang 17 di antaranya meningkat akibat bunuh diri. Ditemukan bahwa tingkat aktivitas protein kinase C (PKC) pada otak pelaku bunuh diri lebih rendah dibandingkan mereka yang meninggal bukan karena bunuh diri. Temuan yang dipublikasikan di jurnal Archives of General Psychiatry menyatakan bahwa PKC merupakan komponen yang berperan dalam komunikasi sel, terhubung erat dengan gangguan mood seperti depresi di masa lalu.

Psikolog dari Benefit Strategic HRD Hj. Rooswita mengatakan, “depresi berat menjadi penyebab utama. Depresi timbul, karena pelaku tidak kuat menanggung beban permasalahan yang menimpa. Karena terus menerus mendapat tekanan, permasalahan kian menumpuk dan pada puncaknya memicu keinginan bunuh diri.”

2. Faktor Riwayat Gangguan Mental.

Studi lanjutan Pandey, “PKC bisa menjadi target intervensi terapi pada pasien-pasien yang memiliki perilaku kecenderungan untuk bunuh diri.” Namun masih menjadi misteri mengapa ketidaknormalan PKC bisa berpengaruh sedemikian. Peter Parker, ilmuwan dari Cancer Research London Research Instiute, mengatakan bahwa studi tersebut belum bisa dikatakan final. Materi fisik yang dijadikan sampel dari orang yang sudah rusak akibat waktu ketika dilakukan penelitian. Insiden depresi pada remaja dan mereka yang berusia muda cenderung meningkat di tahun-tahun belakangan dan semakin mengkhawatirkan. Sebanyak 20% dari orang muda meninggal akibat bunuh diri.

3. Faktor Meniru, Imitasi, dan Pembelajaran.

Menurut Direktur Utama Sanatorium Dharmawangsa, ada Proses Pembelajaran mereka yang melakukan bunuh diri. Bisakah dikatakan bahwa gangguan kejiwaan disebabkan faktor genetik atau keturunan? Jelas bisa begitu, walau tidak secara langsung. Gangguan kejiwaan memang dipengaruhi pula oleh faktor genetik. Prosesnya memang tidak otomatis, jadi lewat proses. Proses yang berlangsung adalah secara genetik yang mempengaruhi proses biologis juga.

Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para korban memiliki pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan percobaan bunuh diri atau meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu, biasa juga terjadi pembelajaran dari pengetahuan lainnya. Soal bunuh diri, yang terlibat memang bukan kejiwaan saja. Proses pembelajaran di sini merupakan asupan yang masuk ke dalam memori seseorang, seperti rekaman lagu di disket, begitu pula memori yang selalu melekat di ingatan kita tentang berbagai peristiwa. Memori itu biasa menyebabkan perubahan kimia lewat pembentukan protein-protein yang erat kaitannya dengan memori. Pada tahap itu, bisa saja proses rekaman di memori dihambat. Itu dilakukan dengan terapi dan perawatan. Sering kali banyak yang tidak menyadari Proses Pembelajaran ini sebagai keadaan yang perlu diwaspadai. Bahkan, kita baru paham kalau pasien sudah diperiksa psikiater atau dokter. Bisakah disebutkan bahwa kasus bunuh diri itu caranya sama seperti yang ada di dalam memorinya? – tidak selalu begitu. Caranya biasa macam-macam. Bisa saja dia melakukan cara yang sama seperti yang ada di memorinya. Kita perlu perhatikan bahwa orang yang pernah mencoba bunuh diri dengan cara yang lebih soft (halus), seperti minum racun, bisa melakukan cara lain yang lebih hard (keras) dari yang pertama bila yang sebelumnya tidak berhasil. Dia akan terus melakukannya dan meningkatkan kadar caranya bila usaha bunuh dirinya tidak berhasil.

4. Faktor Isolasi Sosial dan Hukum Relations.

Menurut Rohana Man, kajian bunuh diri disebabkan oleh perasaan pelajar terpinggir dan terasing menurut penelitian oleh 33 konselor dari Seremban, Kuala Kumpur dan Selangor. Secara kualitatif mendapati pelajar bermasalah yang cenderung membunuh diri terdiri dari mereka yang mempunyai tingkah laku terpinggir. Menurutnya, tingkah laku itu menyebabkan pelajar merasa terasing karena karena tidak mempunyai kumpulan sendiri di sekolah. Ia merasa dirinya tidak diterima di sekolah dan tidak mempunyai teman. Tambahnya, tingkah laku pelajar terpinggir akan menjadi lebih buruk apabila merasa diri mereka juga tidak dipedulikan oleh keluarga.

Orang memilih bunuh diri, secara umum karena stress yang muncul karena kegagalan beradaptasi. Ini dapat terjadi di lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah, pergaulan dalam masyarakat, dan sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa terisolasi, kehilangan hubungan interpersonal merupakan sifat alami manusia. Bahkan keputusan bunuh diri juga bisa dilakukan karena perasaan bersalah. Suami membunuh diri isteri, kemudian dilanjutkan membunuh dirinya sendiri, bisa dijadikan contoh kasus.

5. Faktor hilangnya Perasaan Aman dan Ancaman Kebutuhan Dasar.

Rasa tidak aman merupakan penyebab terjadinya banyak kasus bunuh diri di Jakarta dan sekitarnya, akhir-akhir ini (Kompas). Tidak adanya rasa aman untuk menjalankan usaha bagi warga serta ancaman terhadap tempat tinggal mereka berpotensi kuat memunculkan gangguan kejiwaan seseorang hingga tahap bunuh diri.

Menurut Prayitno, banyak kasus bunuh diri yang disebabkan faktor pengangguran, kemiskinan, malu, dan ketidakmampuan bersaing dalam kehidupan, atau karena tekanan-tekanan lain.

6. Faktor Religiusitas.

Dengan alas an apapun dan agama mana pun, bunuh diri dipandang dosa besar dan mengingkari kekuasaan Tuhan. Menurut Dahli Khairi, bunuh diri sebagai gejala tipisnya iman atau kurang begitu memahami ilmu agama.

C. Jenis Bunuh Diri

Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)

Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.

2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)

Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.

3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)

Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya.

D. Pengkajian

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan bunuh diri, ada tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan, yaitu :

1. Isyarat bunuh diri

Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”

Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.

2. Ancaman bunuh diri.

Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.

Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.

3. Percobaan bunuh diri.

Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.

E. Diagnosa Keperawatan

RISIKO BUNUH DIRI

G. Rencana Keperawatan

TUM :

Klien tidak mencederai diri sendiri

TUK 1

Klien dapat membina hubungan saking percaya.

Kriteria Evaluasi :

Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan,mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi

Rencana Tindakan :

1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :

a. Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.

b. Perkenalkan diri dengan sopan.

c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.

d. Jelaskan tujuan pertemuan

e. Jujur dan menepati janji

f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.

g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar

TUK 2

Klien dapat terlindung dari perlaku bunuh diri,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri

Rencana Tindakan :

1. Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan.

2. Tempatkan klien diruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.

3. Awasi klien secara ketat setiap saat

TUK 3

Klien dapat mengekspresikan perasaannya,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat mengekspresikan perasaannya

Rencana Tindakan :

1. Dengarkan keluhan yang dirasakan klien.

2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.

3. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaannya.

4. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.

TUK 4

Klien dapat meningkatkan harga diri,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat meningkatkan harga dirinya

Rencana Tindakan :

1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.

2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.

3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal : hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).

TUK 5

Klien dapat menggunakan koping yang adaptif,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat menggunakan koping yang adaptif

Rencana Tindakan :

1. Ajarkan mengidentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan.

2. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayangi dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain.

3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain.

TUK 6

Klien dapat menggunakan dukungan sosial,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat menggunakan dukungan sosial.

Rencana Tindakan :

1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber eksternal individu.

2. Kaji sistem pendukung keyakinan yang dimiliki klien.

3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (pemuka agama).

TUK 7

Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat menggunakan obat dengan tepat

Rencana Tindakan :

1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).

2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan oleh klien.

4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.