Kamis, 22 Maret 2012

PERAWATAN ORAL HYGIENE PADA PASIEN TIDAK SADAR

1.    Pengertian
Oral hygiene adalah tindakan untuk membersihkan dan menyegarkan mulut, gigi dan gusi (Clark, dalam Shocker, 2008). Dan menurut Taylor, et al (dalam Shocker, 2008), oral hygiene adalah tindakan yang ditujukan untuk menjaga kontinuitas bibir, lidah dan mukosa mulut, mencegah infeksi dan melembabkan membran mulut dan bibir. Sedangkan menurut Hidayat dan Uliyah (2005), oral hygiene merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang dihospitalisasi. Tindakan ini dapat dilakukan oleh pasien yang sadar secara mandiri atau dengan bantuan perawat. Untuk pasien yang tidak mampu mempertahankan kebersihan mulut dan gigi secara mandiri harus dipantau sepenuhnya oleh perawat. Menurut Perry, ddk (2005), pemberian asuhan keperawatan untuk membersihkan mulut pasien sedikitnya dua kali sehari.

2.    Tujuan
Menurut Clark (dalam Shocker, 2008), tujuan dari tindakan oral hygiene adalah sebagai berikut:
a.    Mencegah penyakit gigi dan mulut
b.    Mencegah penyakit yang penularannya melalui mulut.
c.    Mempertinggi daya tahan tubuh
d.   Memperbaiki fungsi mulut untuk meningkatkan nafsu makan.
Sedangkan menurut Hidayat dan Uliyah (2005), tujuan dari tindakan oral hygiene, adalah:
a.    Mencegah infeksi gusi dan gigi.
b.    Mempertahankan kenyamanan rongga mulut.

3.    Bahaya kurangya kebersihan mulut
Tujuan utama dari kesehatan rongga mulut adalah untuk mencegah penumpukan plak dan mencegah lengketnya bakteri yang terbentuk pada gigi. Akumulasi plak bakteri pada gigi karena hygiene mulut yang buruk adalah faktor penyebab dari masalah utama kesehatan rongga mulut, terutama gigi. Kebersihan mulut yang buruk memungkinkan akumulasi bakteri penghasil asam pada permukaan gigi. Asam demineralizes email gigi menyebabkan kerusakan gigi (gigi berlubang). Plak gigi juga dapat menyerang dan menginfeksi gusi menyebabkan penyakit gusi dan periodontitis. Banyak masalah kesehatan mulut, seperti sariawan, mulut luka, bau mulut dan lain-lain dianggap sebagai efek dari kesehatan rongga mulut yang buruk. Sebagian besar masalah gigi dan mulut dapat dihindari hanya dengan menjaga kebersihan mulut yang baik (Forthnet, 2010).

4.    Cara menjaga oral hygiene
Menurut Denstisty (2010), cara-cara yang dapat dilakukan sendiri dan efektif dalam menjaga oral hygiene, adalah sebagai berikut:
a.    Sikat gigi
Pengenalan teknik sikat gigi yang tepat, memotivasi untuk sikat gigi secara teratur dan pemilihan pasta gigi dengan tepat. Teknik sikat gigi yang secara horisontal adalah umum dilakukan dan itu merupakan suatu kesalahan karena dengan cara demikian lambat laun dapat menimbulkan resesi gingival dan abrasi gigi. Pada pasien yang tidak sadar, sikat gigi diganti dengan kain pembungkus handuk atau kasa pada ujung batang jari. Pasta gigi membantu tetapi tidak perlu.
b.    Kumur-kumur antiseptik
Terdapat berbagai bahan aktif yang sering digunakan sebagai kumur-kumur, seperti metal salisilat, chlorhexidine 0,20% dan H2O2 1,5% atau 3,0%. Kumur-kumur yang lebih murah dan cukup efektif adalah dengan air garam hangat.
c.    Dental flos atau benang gigi
Cara ini mulai banyak diperkenalkan dan cukup ampuh untuk membersihkan di sela-sela gigi.
d.   Pembersih lidah
Tumpukan debris di dorsum lidah penuh dengan kuman-kuman oportunis serta candida yang bermukim sebagai flora normal maupun transient.
 
5.    Cara perawatan oral hygiene pada pasien dengan penurunan tingkat kesadaran
Menurut Perry (2005), adapun perawatan oral hygiene pada pasien dengan penurunan tingkat kesadaran, sebagai berikut:
a.    Peralatan
1)        Air segar
2)        Spatel lidah dengan bantalan atau spons
3)        Handuk wajah, handuk kertas
4)        Kom kecil
5)        Bengkok
6)        Gelas dengan air dingin
7)        Spuit ber-bulb kecil
8)        Kateter pengisap dihubungkan dengan alat pengisap
9)        Sarung tangan sekali pakai
10)    Pinset
11)    Depper
b.    Prosedur tindakan
1)        Pastikan program dokter bila diperlukan hal-hal khusus
2)        Pastikan identitas pasien
3)        Jika memungkinkan jelaskan prosedur dan alasan dilakukan tindakan kepada keluarga pasien
4)        Dekatkan alat-alat
5)        Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
6)       Uji adanya reflex muntah dengan menempatkan spatel lidah diatas bagian belakang lidah (pasien dengan gangguan reflex menelan memerlukan perawatan khusus)
7)     Inspeksi rongga mulut
8)    Posisikan klien dekat ke sisi tempat tidur, balik kepala pasien ke arah matras, bila perlu nyalahkan mesin pengisap dan sambungkan slang ke kateter pengisap.
9)        Tempatkan handuk dibawah wajah pasien dan bengkok di bawah dagu.
10)    Secara hati-hati regangkan gigi atas dan bawah pasien dengan spatel lidah dengan memasukkan tong spatel secara cepat tetapi lembut, diantara molar belakang. Masukkan bila pasien relaks. (Jangan memaksa).
11)    Bersihkan mulut pasien menggunakan spatel lidah yang dibasahi dengan air segar. Isap sesuai kebutuhan selama pembersihan. Bersihkan permukaan penguyah dan permukaan dalam pertama. Bersihkan atap mulut dan bagian dalam pipi dan bibir. Gosok lidah tetapi hindari menyebabkan reflex muntah bila ada. Basahi aplikator bersih dengan air dan gosok mulut untuk mencuci. Ulangi sesuai kebutuhan.
12)    Isap sekresi bila terakumulasi.
13)    Jelaskan kepada keluarga bahwa tindakan telah selesai.
14)    Lepaskan sarung tangan.
15)    Kembalikan pasien pada posisi yang nyaman.
16)    Bersihkan peralatan dan kembalikan pada tempatnya.
17)    Dokumentasikan prosedur dan keadaan pasien
18)    Periksa kembali bila diperlukan.

6.    Bahaya oral hygiene buruk terhadap penyakit sistemik.
Menurut Wikipedia (2010), beberapa studi klinis terbaru menunjukkan hubungan langsung antara kebersihan mulut yang buruk (bakteri dan infeksi rongga mulut) dan penyakit sistemik, yaitu:
a.    Penyakit kardiovaskuler (serangan jantung dan stroke)
b.    Bakteri pnemonia
c.    Bayi lahir berat badan rendah
d.   Komplikasi diabetes
e.    Osteoporosis

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A.A.A. dan Uliyah, M. 2005. Kebutuhan Dasar Manusia, Buku Saku Praktikum. Jakarta: EGC.

Perry, dkk. 2005. Buku Saku Keterampilan & Prosedur Dasar, Edisi 5. Jakarta: EGC.

Potter, P.A. dan Perry, A.G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi 4. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C. dan Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah: Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol 3. Jakarta: EGC.



Perawatan Pasien Tidak Sadar

1.    Pengertian
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu (Corwin, 2009). Penurunan kesadaran adalah keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga atau tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap stimulus. Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang mengenal atau mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya. Sedangkan menurut Smeltzer dan Bare (2001), ketidaksadaran adalah kondisi dimana fungsi serebral terdepresi, direntang dari stupor sampai koma.

2.    Tingkat kesadaran
Menurut Shocker (2008), tingkat kesadaran atau responsivitas dikaji secara teratur karena perubahan pada tingkat kesadaran mendahului semua perubahan tanda vital dan neurologik lain.
Pemeriksaan tingkat kesadaran dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Tingkat kesadaran kuantitatif ditentukan dengan menilai GCS (Glasgow Coma Scale), dimana GCS adalah suatu skala untuk menilai secara kuantitatif tingkat kesadaran seseorang dan kelainan neurologis yang terjadi. Ada tiga aspek yang dinilai, yaitu reaksi membuka mata (eye opening), reaksi berbicara (verbal respons), dan reaksi gerakan lengan serta tungkai (motor respons). Adapun penilaian untuk nilai GCS, adalah sebagai berikut:
Tabel 1
Glasgow Coma Scale (GCS)

Respon
Nilai
a.       Membuka Mata
1)      Spontan
2)      Terhadap bicara (suruh pasien membuka mata)
3)      Dengan rangsang nyeri (tekan pada saraf supraorbita atau kuku)
4)      Tidak ada reaksi (dengan rangsang nyeri pasien tidak membuka mata

4
3
2

1
b.      Respon verbal (bicara)
1)      Baik dan tidak ada disorientasi (dapat menjawab dengan kalimat yang baik dan tahu dimana ia berada)
2)      Kacau/confused (dapat bicara dengan kalimat, namun ada disorientasi waktu dan tempat)
3)      Tidak tepat (dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak berupa kalimat dan tidak tepat)
4)      Mengerang (tidak mengucapkan kata, hanya suara mengerang)
5)      Tidak ada jawaban

5

4

3

2

1
c.       Respon motorik (gerakan)
1)      Menurut perintah (misalnya: suruh pasien angkat tangan)
2)      Mengetahui lokasi nyeri (berikan rangsang nyeri, misalnya menekan dengan jari pada supraorbita. Bila oleh rasa nyeri pasien mengangkat tangannya sampai melewati dagu untuk maksud menapis rangsang tersebut berarti ia dapat mengetahui lokasi nyeri)
3)      Reaksi menghindar
4)      Reaksi fleksi (berikan nyeri, misalnya menekan dengan obyek yang keras, seperti balpoint, pada jari kuku. Bila sebagai jawaban siku memfleksi, terdapat reaksi fleksi terhadap nyeri (fleksi pada pergelangan tangan mungkin ada atau tidak ada)
5)      Reaksi ekstensi (dengan rangsang nyeri tersebut diatas terjadi ekstensi pada siku. Ini selalu disertai fleksi spatik pada pergelangan tangan)
6)      Tidak ada reaksi

6
5




4
3




2


1

Menurut Ruhyanudi (2011), adapun tingkat kesadaran kualitatif adalah sebagai berikut:
a.    Komposmentis (conscious)
Komposmentis adalah suatu keadaan sadar penuh atau kesadaran normal, pasien dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
b.    Apatis
Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikap acuh tak acuh.
c.    Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
d.   Somnolen (Obtundasi, letargi)
Somnolen adalah kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu menjawab verbal.
e.    Sopor atau stupor
Suatu keadaan dengan rasa ngantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, singkat dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri pasien tidak dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari pasien. Gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.
f.     Koma ringan atau semi koma
Pada keadaan ini, tidak ada respon terhadap rangsang verbal. Refleks (kornea, pupil dan sebagainya) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respon terhadap rangsang nyeri. Reaksi terhadap rangsang nyeri tidak terorganisasi, merupakan jawaban primitif. Pasien sama sekali tidak dapat dibangunkan.
g.    Koma (comatose)
Koma, yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

3.    Perawatan pasien tidak sadar
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), tindakan keperawatan pada pasien dengan penurunan kesadaran atau pasien tidak sadar, adalah sebagai berikut:
a.    Mempertahankan jalan nafas
Pertimbangan paling penting dalam penatalaksanaan pasien tidak sadar adalah menetapkan jalan nafas adekuat dan menjamin ventilasi. Obstruksi jalan nafas adalah risiko yang dihadapi pasien tidak sadar karena epiglotis dan lidah mungkin rileks, yang menyumbat orofaring atau pasien mungkin mengaspirasi muntah atau sekresi nasofaring.
b.    Mempertahankan keamanan
Untuk perlindungan pasien, pagar tempat tidur diberi bantalan dan ditinggikan sepanjang waktu. Setiap tindakan yang ada dan tepat untuk menenangkan pasien gelisah harus dilakukan.
c.    Mempertahankan keseimbangan cairan dan nutrisi
Pasien dikaji untuk status hidrasi, membran mukosa diperiksa dan kulit dikaji untuk turgor jaringan. Kebutuhan cairan pasien ini awalnya terpenuhi dengan memberikan cairan intravena dan kemudian dengan pemberian makan nasogastrik atau gastrotomi.
d.   Mempertahankan kesehatan membran mukosa oral
Mulut pasien di inspeksi untuk mengetahui adanya kekeringan, inflamasi, dan adanya bibir pecah-pecah. Pasien tidak sadar memerlukan perawatan oral karena adanya risiko parotitis bila mulut tidak dipertahankan bersih. Mulut dibersihkan dan dibilas dengan hati-hati untuk menghilangkan sekresi dan krusta serta mempertahankan membran mukosa lembab.
e.    Mempertahankan integritas kulit
Pencegahan kerusakan kulit memerlukan pengkajian dan intervensi keperawatan kontinu. Perhatian khusus diberikan pada pasien tidak sadar karena mereka sensitif pada rangsang eksternal.
f.     Mempertahankan integritas kornea
Beberapa pasien tidak sadar berbaring dengan mata terbuka dan mempunyai refleks kornea yang tidak adekuat atau tidak ada. Kornea mungkin mengalami iritasi yang menimbulkan keratitis dan ulkus kornea.
g.    Mencapai termoregulasi
Demam tinggi pada pasien tidak sadar dapat disebabkan oleh infeksi traktus urinarius atau pernafasan, reaksi obat, atau kerusakan pada pusat pengaturan hipotalamik. Peningkatan suhu ringan dapat disebabkan oleh dehidrasi.
h.    Mencegah retensi urinarius
Pasien tidak sadar baik yang kontinen atau mengalami retensi urinarius. Kandung kemih pasien dipalpasi dengan sering untuk menentukan apakah ada retensi urinarius, karena kandung kemih penuh mungkin menyebabkan inkontinesia.
i.      Meningkatkan fungsi defekasi
Abdomen dikaji untuk adanya distensi dengan mendengarkan bising usus dan mengukur lingkar abdomen dengan pita pengukur. Ada risiko diare karena infeksi, antibiotik, dan cairan hiperosmolar.
j.      Meningkatkan stimulasi sensori
Stimulasi sensori kontinu diberikan untuk membantu menimbulkan deprivasi sensori profunda untuk mempertahankan rasa irama varian dengan mempertahankan pola makan malam dan siang yang biasanya untuk aktivitas dan tidur.
k.    Mendukung keluarga
Keluarga dari pasien tidak sadar bisa mengalami keadaan krisis dimana keluarga dapat mengalami proses ansietas berat, menyangkal, marah, penyesalan yang dalam, berduka dan rekonsiliasi, untuk itu keluarga perlu juga mendapatkan dukungan moral dan psikologis agar tabah menghadapi kondisi pasien. Keluarga pasien perlu diberi kekuatan untuk menerima kenyataan dengan memberikan penjelasan mengenai kondisi pasien, kalau memungkinkan keluarga dilibatkan dalam perawatan orang yang mereka cintai.
l.      Memantau dan penatalaksanakan komplikasi potensial
Pnemonia, aspirasi dan gagal pernafasan adalah komplikasi potensial pada pasien tidak sadar sehingga pasien tidak dapat melindungi jalan nafasnya sendiri atau mengubah posisi, batuk dan nafas dalam. Makin lama pasien tidak sadar, makin besar risiko pasien mengalami komplikasi pulmonal, untuk itu perlu dilakukan pemantauan yang optimal dan penatalaksanaan dari komplikasi yang dialami oleh pasien. Tanda vital dan fungsi pernapasan pasien dipantau dengan ketat untuk mendeteksi adanya tanda gagal pernapasan. Pasien tidak sadar dipantau dengan ketat untuk mendeteksi kerusakan integritas kulit.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C. dan Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah: Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol 3. Jakarta: EGC.