Sabtu, 23 Juni 2012

Langkah-Langkah Pelaksanaan Restrain

           Pengekangan atau pengikatan fisik (restrain) pada klien gangguan jiwa dilakukan disaat berbahaya baik pada diri sendiri atau orang lain atau strategi yang lainnya sudah tidak dapat dijalankan secara efektif.
             Adapun langkah-langkah pelaksanaan pengekangan fisik (restrain) pada klien gangguan jiwa, adalah sebagai berikut:
  1. Beri suasana yang menghargai dengan supervisi yang adekuat, karena harga diri klien berkurang karena pengekangan.
  2. Siapkan jumlah staf yang cukup dengan alat pengekangan yang aman dan nyaman.
  3. Tunjuk satu orang perawat sebagai ketua tim.
  4. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya pada klien dan staf agar dimengerti dan bukan hukuman.
  5. Jelaskan perilaku yang mengindikasikan pengelepasan pada klien dan staf.
  6. Jangan mengikat pada pinggir tempat tidur, ikat dengan posisi anatomis, ikatan tidak terjangkau oleh klien.
  7. Lakukan supervisi dengan tindakan terapeutik dan pemberian rasa nyaman.
  8. Perawatan pada daerah pengikatan (Pantau kondisi kulit: warna, temperatur, sensasi; Lakukan latihan gerak pada tungkai yang diikat secara bergantian setiap 2 jam; Lakukan perubahan posisi tidur dan periksa tanda-tanda vital setiap 2 jam)
  9. Bantu pemenuhan kebutuhan nutrisi, eliminaqsi, hidrasi dan kebersihan diri.
  10. Libatkan dan latih klien untuk mengontrol perilaku sebelum ikatan dibuka secara bertahap.
  11. Kurangi pengekangan secara bertahap, misalnya setelah ikatan dibuka satu persatu secara bertahap, kemudian dilanjutkan dengan pembatasan gerak kemudian kembali ke lingkungan semula.
  12. Dokumentasikan seluruh tindakan beserta respon klien.

 Sumber: Lilik Ma'rifatul Azizah (2011) Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sabtu, 02 Juni 2012

Pengaruh Metode Kanguru Terhadap Suhu Tubuh Pada Bayi BBLR


Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke luar dunia (Mansjoer, 2001). Proses kelahiran merupakan proses dari adaptasi atau penyesuaian bayi dengan lingkungan baru terutama perubahan suhu tubuh yang berbeda bila dibandingkan dengan ketika bayi berada dalam rahim. Normalnya berat badan bayi saat lahir adalah 2.500 gram – 4.000 gram. Jika berat badan bayi kurang dari 2.500 gram, maka bayi lahir dengan berat badan rendah (Kilapong, 2007).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gram. BBLR yang sering bermasalah adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari 1500 gram yang disebut bayi berat badan lahir sangat rendah dan bayi dengan berat lahir kurang dari 1000 gram yang disebut bayi berat badan lahir amat sangat rendah. Kebanyakan dari bayi tersebut adalah kehamilan 23-33 minggu (Surasmi, 2003).
Kejadian BBLR di setiap negara bervariasi, di negara maju seperti Eropa tahun 2009, angkanya mencapai 5-11%, di Amerika Serikat tahun 2009 sebesar 10,7% dan di Australia tahun 2009 kejadianya 7%. Di negara berkembang, angkanya masih tinggi. Di India tahun 2009 sebesar 34%, Afrika Selatan tahun 2009 sebesar 15% dan Malaysia tahun 2009 sebesar 10%, sedangkan di Indonesia tahun 2009 angka bayi dengan BBLR secara nasional di rumah sakit sebesar 27,9% (Simamorang, 2010). Menurut Basuki (2009), angka BBLR di Bali termasuk yang paling rendah yaitu sebesar 5,8%.
Berat badan lahir rendah bukanlah suatu diagnosis, akan tetapi penting untuk mengidentifikasi kelompok bayi dengan risiko tinggi. Beberapa risiko yang sering terjadi pada kelompok bayi ini adalah: kematian perinatal, hipotermi, hipoglikemi, masalah minum, penyakit yang berat yang terjadi dalam beberapa hari setelah lahir (Wisnuwardhani, 2001). Menurut Pantiawati (2010), masalah-masalah yang dapat terjadi pada bayi BBLR diantaranya hipotermia, sindrom gawat nafas, hipoglikemia, rentan terhadap infeksi, dan hiperbilirubinemia. Pendapat lain dikemukakan oleh Djelantik (2001), berbagai keadaan patologis yang mangancam hidup BBLR segera setelah lahir adalah asfiksia, hipoglikemia, dan hipotermia.
Bayi dengan BBLR akan cepat mengalami kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah dan permukaan badan relatif luas. Oleh karena itu, bayi BBLR harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bayi dirawat dalam inkubator maka suhu tubuh bayi dengan berat badan 2-2,5 kg adalah 33-34 derajat celcius (Sitohang, 2004).
Pada bayi BBLR yang sudah dinyatakan keluar dari inkubator sering mengalami perubahan suhu, sehingga  perlu di dijaga kestabilan suhu tubuh bayi setelah penyapihan dari inkubator dan suhu tubuh bayi telah mulai stabil tetapi kenyataannya banyak yang baru keluar dari inkubator sering terjadi hipotermia. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Ruang Perinatologi RSUD Sanjiwani Gianyar, dari tanggal 5 sampai dengan 10 September 2011, dari 10 orang bayi BBLR yang keluar dari inkubator, didapatkan sebanyak 7 orang (70%) yang mengalami hipotermia (suhunya 35oC) dan sebanyak 2 orang (20%) suhunya 36oC dan sebanyak 1 orang (10%) suhunya 36,5oC. Hal ini disebabkan karena kemampuan untuk mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas pada bayi BBLR sangat terbatas karena pertumbuhan otot-otot belum cukup memadai.
Untuk mengatasi hipotermia pada BBLR yang sudah keluar dari inkubator dilakukan berbagai upaya, salah satunya dengan metode kanguru. Metode kanguru adalah kontak kulit diantara ibu dan bayi secara dini, terus-menerus dan dikombinasi dengan pemberian ASI eksklusif. Tujuannya adalah agar bayi tetap hangat. Dapat dimulai segera setelah lahir atau setelah bayi stabil, dimana suhu tubuh bayi dikatakan stabil yaitu 36,5o-37,5oC. Metode kanguru dapat dilakukan di rumah sakit atau di rumah setelah bayi pulang (Sudarti dan Khoirunnisa, 2010). Menurut Usman (2008), pada dasarnya mekanisme kerja metode kanguru adalah sama seperti perawatan canggih dalam inkubator yang berfungsi sebagai termoregulator memberikan lingkungan yang termonetral bagi setiap neonatus melalui aliran panas konduksi dan radiasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Usman (2008), di Bandung tentang keunggulan metode kanguru dibanding perawatan konvensional yang biasa dilakukan dirumah adalah pada kelompok dengan perawatan metode kanguru tidak pernah mengalami hipotermia dibandingkan dengan kelompok kontrol yang sebagian ada yang mengalami hipotermia.

Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi


1. Pengertian TAK stimulasi persepsi
            Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok klien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist (Yosep, 2009). Pengertian TAK stimulasi persepsi menurut  Purwaningsih dan Karlina (2009) adalah terapi yang bertujuan untuk membantu klien yang mengalami kemunduruan orientasi, menstimulasi persepsi dalam upaya memotivasi proses berpikir dan afektif serta mengurangi perilaku maladaftif. Pengertian yang lain menurut Keliat dan Akemat (2005), TAK stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman dan/atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok.
     
2. Manfaat TAK
            Menurut Purwaningsih dan Karlina (2009), TAK mempunyai manfaat terapeutik, yaitu manfaat umum, khusus dan rehabilitasi. Selengkapnya seperti pada uraian berikut:
a. Manfaat umum
1)    Meningkatkan kemampuan uji realitas (reality testing) melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
2)    Melakukan sosialisasi.
3)    Membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan afektif.
b. Manfaat khusus
1)    Meningkatkan identitas diri.
2)    Menyalurkan emosi secara konstruktif.
3)    Meningkatkan keterampilan hubungan interpersonal atau sosial.
c. Manfaat rehabilitasi
1)    Meningkatkan keterampilan ekspresi diri.
2)    Meningkatkan keterampilan sosial.
3)    Meningkatkan kemampuan empati.
4)   Meningkatkan kemampuan atau pengetahuan pemecahan masalah.

3. Tujuan TAK stimulasi persepsi
            Menurut Keliat dan Akemat (2005) tujuan umum TAK stimulasi persepsi adalah klien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya dan tujuan khususnya adalah:
a.         Klien dapat mempersepsikan stimulus ysng dipaparkan kepadanya dengan tepat.
b.        Klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami.

4. Aktivitas dan indikasi TAK stimulasi persepsi
            Aktivitas TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi dilakukan lima sesi yang melatih kemampuan klien dalam mengontrol halusinasinya. Kelima sesi tersebut akan peneliti paparkan dalam pedoman pelaksanaan TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi sebagai berikut :
a.    Sesi 1 mengenal halusinasi
1)   Tujuan
a)        Klien dapat mengenal halusinasi.
b)        Klien mengenal waktu terjadinya halusinasi
c)        Klien mengenal situasi terjadinya halusinasi
d)       Klien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi.
2)        Setting
a)        Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
b)        Ruangan nyaman dan tenang.
3)        Alat
a)        Spidol
b)        Papan tulis/whiteboard/flipchart
4)        Metode
a)        Diskusi dan tanya jawab
b)        Bermain peran/simulasi
5)        Langkah kegiatan
a)        Persiapan
(1)     Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu klien dengan perubahan sensori persepsi : halusinasi
(2)     Membuat kontrak dengan klien
(3)     Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b)        Orientasi
(1)     Salam terapeutik.
(a)      Salam dari terapis kepada klien
(b)     Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama)
(c)      Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama).
(2)     Evaluasi/validasi : Menanyakan perasaan klien saat ini
(3)     Kontrak
(a)      Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mengenal suara-suara yang didengar.
(b)     Terapis menjelaskan aturan main berikut :
     I.          Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.
  II.          Lama kegiatan 45 menit.
III.          Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c)    Tahap kerja
(1)   Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu mengenal suara-suara yang didengar (halusinasi) tentang isinya, waktu terjadinya, situasi terjadinya, dan perasaan klien pada saat terjadi.
(2)   Terapis meminta klien menceritakan isi halusinasi, kapan terjadinya, situasi yang membuat terjadi, dan perasaan klien pada saat terjadi halusinasi. Mulai dari klien yang sebelah kanan, secara berurutan sampai semua klien mendapat giliran. Hasilnya ditulis di whiteboard.
(3)   Beri pujian pada klien yang melakukan dengan baik.
(4)   Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan klien dari suara yang biasa didengar.
d)       Tahap terminasi
(1)     Evaluasi
(a)      Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
(b)     Terapis memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
(2)     Tindak lanjut
Terapis meminta klien untuk melaporkan isi, waktu, situasi, dan perasaannya jika terjadi halusinasi.
(3)     Kontrak yang akan datang
(a)      Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol halusinasi.
(b)     Menyepakati waktu dan tempat
6)        Evaluasi dan dokumentasi
a)        Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK Stimulasi Persepsi : Halusinasi sesi 1, kemampuan yang diharapkan adalah mengenal isi halusinasi, waktu terjadinya halusinasi, situasi terjadinya halusinasi, dan perasaan saat terjadi halusinasi. Formulir evaluasi tersedia pada lampiran berikutnya.
b)        Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien ketika melakukan TAK pada catatan proses keperawatan setiap klien. Contoh : klien mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi Sesi 1. Klien mampu menyebutkan isi halusinasi (menyuruh memukul), waktu (pukul 9 malam), situasi (jika sedang sendiri), perasaan (kesal dan geram). Anjurkan klien mengidentifikasi halusinasi yang timbul dan menyampaikan kepada perawat.

b.        Sesi 2 mengontrol halusinasi dengan menghardik.
1)        Tujuan
a)      Klien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi halusinasi.
b)      Klien dapat memahami cara menghardik halusinasi.
c)      Klien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi.
2)        Setting
a)      Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
b)      Ruangan nyaman dan tenang.
3)        Alat
a)      Spidol dan papan tulis/whiteboard/flipchart
b)      Jadwal kegiatan klien
4)        Metoda
a)      Diskusi dan tanya jawab.
b)      Bermain peran/simulasi.
5)        Langkah kegiatan
a)      Persiapan
(1)   Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok yang telah mengikuti TAK stimulasi persepsi: halusinasi sesi 1.
(2)   Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
b)      Orientasi
(1)     Salam terpaeutik
(a)    Salam dari terapis kepada klien.
(b)     Klien dan terapis memakai papan nama.
(2)     Evaluasi/validasi.
(a)      Terapis menanyakan perasaan klien saat ini.
(b)     Terapis menanyakan pengalaman halusinasi yang terjadi : isi, waktu, situasi, dan perasaan.
(3)       Kontrak.
(a)      Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu dengan latihan satu cara mengontrol halusinasi.
(b)     Menjelaskan aturan main berikut :
     I.          Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.
  II.          Lama kegiatan 45 menit.
III.          Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c)      Tahap kerja :
(1)     Terapis meminta klien menceritakan apa yang dilakukan pada saat mengalami halusinasi, dan bagaimana hasilnya. Ulangi sampai semua klien mendapat giliran.
(2)     Berikan pujian setiap klien selesai bercerita.
(3)     Terapis menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik halusinasi saat halusinasi muncul.
(4)     Terapis memperagakan cara menghardik halusinasi, yaitu : “Pergi, jangan ganggu saya”, “Saya mau bercakap-cakap dengan…”.
(5)     Terapis meminta masing-masing klien memperagakan cara menghardik halusinasi dimulai dari klien di sebelah kiri terapis berurutan searah jarum jam sampai semua peserta mendapatkan giliran.
(6)     Terapis memberikan pujian dan mengajak semua klien bertepuk tangan saat setiap klien selesai memperagakan menghardik halusinasi.
d)     Tahap terminasi
(1)     Evaluasi.
(a)      Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
(b)     Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
(2)     Rencana tindak lanjut.
(a)      Terapis menganjurkan setiap anggota kelompok untuk menerapkan cara yang telah dipelajari jika halusinasi muncul.
(b)     Memasukkan kegiatan menghardik pada jadwal kegiatan harian klien.
(3)     Kontrak yang akan datang.
(a)      Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK yang berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.
(b)     Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK berikutnya.
6)        Evaluasi dan dokumentasi
a)        Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 2, dievaluasi kemampuan klien mengatasi halusinasi dengan menghardik menggunakan formulir evaluasi.
b)        Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien ketika melaksanakan TAK pada catatan proses keperawatan setiap klien. Misalnya, klien mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi Sesi 2. Klien mampu memperagakan cara menghardik halusinasi. Anjurkan klien menggunakannya jika halusinasi muncul, khusus pada malam hari (buat jadwal).

c.         Sesi 3 mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.
1)        Tujuan
a)      Klien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk mencegah munculnya halusinasi.
b)      Klien dapat menyusun jadwal kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
2)        Setting
a)      Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
b)      Ruangan nyaman dan tenang.
3)        Alat
a)      Buku catatan dan pulpen.
b)      Jadwal kegiatan harian klien.
c)      Spidol dan papan tulis/whiteboard/flipchart
4)   Metode
a)      Diskusi dan tanya jawab.
b)      Bermain peran/simulasi dan latihan.
5)        Langkah kegiatan
a)        Persiapan
(1)     Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok yang telah mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 2.
(2)     Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
b)        Orientasi
(1)     Salam terapeutik
(a)      Salam dari terapis kepada klien.
(b)     Peserta dan terapis memakai papan nama.
(2)   Evaluasi/validasi.
(a)      Terapis menanyakan perasaan klien saat ini.
(b)     Terapis menanyakan cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari.
(c)      Terapis menanyakan pengalaman klien menerapkan cara menghardik halusinasi.
(3)     Kontrak:
(a)      Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mencegah terjadinya halusinasi dengan melakukan kegiatan.
(b)     Menjelaskan aturan main berikut :
     I.     Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.
  II.     Lama kegiatan 45 menit.
III.     Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c)        Tahap kerja
(1)     Terapis menjelaskan cara kedua, yaitu melakukan kegiatan sehari-hari. Jelaskan bahwa dengan melakukan kegiatan yang teratur akan mencegah munculnya halusinasi.
(2)     Terapis meminta setiap klien menyampaikan kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari, dan ditulis di whiteboard.
(3)     Terapis membagikan formulir jadwal kegiatan harian. Terapis menulis formulir yang sama di whiteboard.
(4)     Terapis membimbing satu per satu klien untuk membuat jadwal kegiatan harian, dari bangun pagi sampai tidur malam. Klien menggunakan formulir, terapis menggunakan whiteboard.
(5)     Terapis melatih klien memperagakan kegiatan yang telah disusun.
(6)     Berikan pujian dengan tepuk tangan bersama kepada klien yang sudah selesai membuat jadwal dan memperagakan kegiatan.
d)       Tahap terminasi
(1)     Evaluasi.
(a)      Terapis menanyakan perasaan klien setelah selesai menyusun jadwal kegiatan dan memperagakannya.
(b)     Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
(2)     Rencana tindak lanjut.
Terapis menganjurkan klien melaksanakan dua cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik dan melakukan kegiatan.
(3)     Kontrak yang akan datang.
(a)      Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap. 
(b)     Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat.
6)        Evaluasi dan dokumentasi
a)        Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi halusinasi sesi 3 dievaluasi kemampuan klien mencegah timbulnya halusinasi dengan melakukan kegiatan harian, dengan menggunakan formulir evaluasi.
b)        Dokumentasikan kemampuan yang klien miliki ketika TAK pada catatan proses keperawatan setiap klien. Contoh : klien mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 3. Klien mampu memperagakan kegiatan harian dan menyusun jadwal. Anjurkan klien melakukan kegiatan untuk mencegah halusinasi.

d.        Sesi 4 mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.
1)        Tujuan
a)        Klien memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah munculnya halusinasi.
b)        Klien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah munculnya halusinasi.
2)        Setting
a)        Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
b)        Ruangan nyaman dan tenang.
3)        Alat
a)        Jadwal kegiatan harian klien dan pulpen.
b)        Fliphchart/Whiteboard dan spidol.
4)        Metoda
a)        Diskusi dan tanya jawab
b)        Bermain peran/simulasi
5)        Langkah kegiatan
a)        Persiapan
(1)     Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok yang telah mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 3.
(2)     Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
b)        Orientasi
(1)   Salam terpaeutik:
(a)      Salam dari terapis kepada klien.
(b)     Peserta dan terapis memakai papan nama.
(2)   Evaluasi/validasi
(a)      Menanyakan perasaan klien saat ini.
(b)     Menanyakan pengalaman klien setelah menerapkan dua cara yang telah dipelajari (menghardik, menyibukkan diri dengan kegiatan terarah) untuk mencegah halusinasi.
(3)   Kontrak
(a)      Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.
(b)     Terapis menjelaskan aturan main berikut :
     I.          Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.
  II.          Lama kegiatan 45 menit.
III.          Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal samapai selesai.
c)          Tahap kerja
(1)     Terapis menjelaskan pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk mengontrol dan mencegah halusinasi.
(2)     Terapis meminta setiap klien menyebutkan orang yang biasa dan bisa diajak bercakap-cakap.
(3)     Terapis meminta setiap klien menyebutkan pokok pembicaraan yang biasa dan bisa dilakukan.
(4)     Terapis memperagakan cara bercakap-cakap jika halusinasi muncul, “Suster, ada suara di telinga, saya mau ngobrol saja dengan suster” atau “Suster, saya mau ngobrol tentang kapan saya boleh pulang”.
(5)     Terapis meminta klien untuk memperagakan percakapan dengan orang di sebelahnya.
(6)     Berikan pujian atas keberhasilan klien.
(7)     Ulangi kegiatan no. 5 dan 6 sampai semua klien mendapat giliran.
d)         Tahap terminasi
(1)   Evaluasi
(a)      Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
(b)     Terapis menanyakan TAK mengontrol halusinasi yang sudah dilatih.
(c)      Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
(2)     Rencana tindak lanjut
Menganjurkan klien menggunakan tiga cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian, dan bercakap-cakap.
(3)     Kontrak yang akan datang
(a)      Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
(b)     Terapis menyepakati waktu dan tempat
6) Evaluasi dan dokumentasi
a)        Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK Stimulasi persepsi halusinasi sesi 4, dievaluasi kemampuan mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap, yaitu dengan menggunakan formulir evaluasi.
b)        Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien ketika melakukan TAK pada catatan proses keperawatan setiap klien. Contoh : klien mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 4. Klien belum mampu secara lancar bercakap-cakap dengan orang lain. Anjurkan klien bercakap-cakap dengan perawat dan klien lain di ruang rawat.
 
e.        Sesi 5 mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
1)        Tujuan
a)        Klien memahami pentingnya patuh minum obat.
b)        Klien memahami akibat tidak patuh minum obat.
c)        Klien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat.
2)        Setting
a)        Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran
b)        Ruangan nyaman dan tenang
3)        Alat
a)        Jadwal kegiatan harian klien
b)        Flipchart/whiteboard dan spidol.
c)        Beberapa contoh obat.
4)        Metoda
a)        Diskusi dan tanya jawab
b)        Melengkapi jadwal harian.
5)        Langkah kegiatan
a)        Persiapan
(1)     Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok yang telah mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 4.
(2)     Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b)        Orientasi
(1)     Salam terpaeutik
(a)      Salam dari terapis kepada klien.
(b)     Peserta dan terapis memakai papan nama
(2)     Evaluasi/validasi
(a)      Menanyakan perasaan klien saat ini
(b)     Terapis menanyakan pengalaman klien mengontrol halusinasi setelah menggunakan tiga cara yang telah dipelajari (menghardik, menyibukkan diri dengan kegiatan dan bercakap-cakap).
(3)     Kontrak
(a)      Terapis menjelaskan tujuan kegiatan dengan anggota kelompok, yaitu mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
(b)     Menjelaskan aturan main berikut :
     I.          Jika klien akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.
  II.          Lama kegiatan 45 menit.
III.          Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c)        Tahap kerja
(1)          Terapis menjelaskan untungnya patuh minum obat, yaitu mencegah kambuh, karena obat member perasaan tenang, dan memperlambat kambuh.
(2)          Terapis menjelaskan kerugian tidak patuh minum obat, yaitu penyebab kambuh.
(3)          Terapis meminta setiap klien menyampaikan obat yang dimakan dan waktu memakannya. Buat daftar di whiteboard.
(4)          Menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar obat, benar waktu minum obat, benar orang yang minum obat, benar cara minum obat, benar dosis obat.
(5)          Minta klien menyebutkan lima benar cara minum obat, secara bergiliran.
(6)          Berikan pujian pada klien yang benar.
(7)          Mendiskusikan perasaan klien sebelum minum obat (catat di whiteboard).
(8)          Mendiskusikan perasaan klien setelah teratur minum obat (catat di whiteboard).
(9)          Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu cara mencegah halusinasi/kambuh.
(10)      Menjelaskan akibat/kerugian tidak patuh minum obat, yaitu kejadian halusinasi/kambuh.
(11)      Minta klien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan kerugian tidak patuh minum obat.
(12)      Memberi pujian setiap kali klien benar.
d)       Tahap terminasi
(1)   Evaluasi
(a)      Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
(b)     Terapis menanyakan jumlah cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari.
(c)      Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
(2)     Rencana tindak lanjut
Menganjurkan klien menggunakan empat cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik, melakukan kegiatan, bercakap-cakap, dan patuh minum obat.
(3)     Kontrak yang akan datang
(a)      Terapis mengakhiri sesi TAK stimulasi persepsi untuk mengontrol halusinasi.
(b)     Buat kesepakatan baru untuk TAK yang lain sesuai dengan indikasi klien.
6)        Evaluasi dan dokumentasi
(a)    Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 5, kemampuan klien yang diharapkan adalah menyebutkan lima benar cara minum obat, keuntungan minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat. Formulir evaluasi terdapat pada lampiran berikutnya.
(b)   Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien ketika melakukan TAK pada catatan proses keperawatan setiap klien. Contoh : klien mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi Sesi 5. Klien mampu menyebutkan lima benar cara minum obat, manfaat minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat (kambuh). Anjurkan klien minum obat dengan cara yang benar.