Senin, 22 Oktober 2012

Konsep Dasar Ansietas


A.  Pengertian

Ansietas  adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi (Videbeck, 2008).

Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati, 2005).

Ansietas adalah suatu kekhawatiran yang berlebihan dan dihayati disertai berbagai gejala sumatif, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi pasien (Mansjoer, 1999).

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah respons emosi tanpa objek, berupa perasaan takut dan kekhawatiran yang tidak jelas dan berlebihan dan disertai berbagai gejala sumatif yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau penderitaan yang jelas bagi pasien.

 

B.  Tingkatan Ansietas

Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap ansietas.

Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.

1.      Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri.

Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :

a.    Respons fisik

-       Ketegangan otot ringan

-       Sadar akan lingkungan

-       Rileks atau sedikit gelisah

-       Penuh perhatian

-       Rajin

b.    Respon kognitif

-       Lapang persepsi luas

-       Terlihat tenang, percaya diri

-       Perasaan gagal sedikit

-       Waspada dan memperhatikan banyak hal

-       Mempertimbangkan informasi

-       Tingkat pembelajaran optimal

c.    Respons emosional

-       Perilaku otomatis

-       Sedikit tidak sadar

-       Aktivitas menyendiri

-       Terstimulasi

-       Tenang

2.      Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.

Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :

a.  Respon fisik :

-       Ketegangan otot sedang

-       Tanda-tanda vital meningkat

-       Pupil dilatasi, mulai berkeringat

-       Sering mondar-mandir, memukul tangan

-       Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi

-       Kewaspadaan dan ketegangan menigkat

-       Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung

b.  Respons kognitif

-       Lapang persepsi menurun

-       Tidak perhatian secara selektif

-       Fokus terhadap stimulus meningkat

-       Rentang perhatian menurun

-       Penyelesaian masalah menurun

-       Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan

c.  Respons emosional

-       Tidak nyaman

-       Mudah tersinggung

-       Kepercayaan diri goyah

-       Tidak sabar

-       Gembira

3.      Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons takut dan distress.

Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut :

a.  Respons fisik

-       Ketegangan otot berat

-       Hiperventilasi

-       Kontak mata buruk

-       Pengeluaran keringat meningkat

-       Bicara cepat, nada suara tinggi

-       Tindakan tanpa tujuan dan serampangan

-       Rahang menegang, mengertakan gigi

-       Mondar-mandir, berteriak

-       Meremas tangan, gemetar

b.  Respons kognitif

-       Lapang persepsi terbatas

-       Proses berpikir terpecah-pecah

-       Sulit berpikir

-       Penyelesaian masalah buruk

-       Tidak mampu mempertimbangkan informasi

-       Hanya memerhatikan ancaman

-       Preokupasi dengan pikiran sendiri

-       Egosentris

c.  Respons emosional

-       Sangat cemas

-       Agitasi

-       Takut

-       Bingung

-       Merasa tidak adekuat

-       Menarik diri

-       Penyangkalan

-       Ingin bebas

4.      Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.

Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :

a.  Respons fisik

-       Flight, fight, atau freeze

-       Ketegangan otot sangat berat

-       Agitasi motorik kasar

-       Pupil dilatasi

-       Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun

-       Tidak dapat tidur

-       Hormon stress dan neurotransmiter berkurang

-       Wajah menyeringai, mulut ternganga

b.  Respons kognitif

-       Persepsi sangat sempit

-       Pikiran tidak logis, terganggu

-       Kepribadian kacau

-       Tidak dapat menyelesaikan masalah

-       Fokus pada pikiran sendiri

-       Tidak rasional

-       Sulit memahami stimulus eksternal

-       Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi

c.  Respon emosional

-       Merasa terbebani

-       Merasa tidak mampu, tidak berdaya

-       Lepas kendali

-       Mengamuk, putus asa

-       Marah, sangat takut

-       Mengharapkan hasil yang buruk

-       Kaget, takut

-       Lelah

 

C.  Tanda dan gejala ansietas

Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas (Hawari, 2008), antara lain sebagai berikut :

  1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.
  2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
  3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
  4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
  5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
  6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.

 

D.  Faktor Predisposisi

Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :

1.      Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.

2.      Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.

3.      Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.

4.      Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.

5.      Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.

6.      Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.

7.      Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.

8.      Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

 

E.  Faktor presipitasi

Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :

1.        Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi :

a.       Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).

b.      Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.

2.      Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.

a.       Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.

b.      Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

 

F.   Sumber koping

Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil sumber  koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005).

 

G. Mekanisme koping

Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005).

Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :

1.      Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.

a.       Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.

b.      Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.

c.       Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.

2.      Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :

a.       Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.

b.      Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.

c.       Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien.

d.      Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.

H.  Penatalaksanaan ansietas

Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :

1.      Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :

a.       Makan makan yang bergizi dan seimbang.

b.      Tidur yang cukup.

c.       Cukup olahraga.

d.      Tidak merokok.

e.       Tidak meminum minuman keras.

2.      Terapi psikofarmaka.

Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak  (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.

3.      Terapi somatik

Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.

4.      Psikoterapi

Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :

a.       Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.

b.      Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.

c.       Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.

d.      Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.

e.       Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.

f.       Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.

5.      Terapi psikoreligius

Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.

 

I.     Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah psikososial (ansietas)

1.    Pengkajian

Menurut Direja (2011), data yang perlu dikaji pada klien dengan masalah psikososial (ansietas), yaitu:

a.    Perilaku

Produktivitas menurun, mengamati dan waspada, kontak mata jelek, gelisah, melihat sekilas sesuatu, pergerakan berlebihan (seperti: foot shuffling, pergerakan lengan/tangan), ungkapan perhatian berkaitan dengan merubah peristiwa dalam hidup, insomnia dan perasaan gelisah.

b.    Afektif

Menyesal, iritabel, kesedihan mendalam, takut, gugup, sukacita berlebihan, nyeri dan ketidakberdayaan meningkat secara menetap, gemeretak, ketidakpastian, kekhawatiran meningkat, fokus pada diri sendiri, perasaan tidak adekuat, ketakutan, distressed, khawatir, prihatin dan mencemaskan.

c.    Fisiologis

Suara bergetar, gemetar atau tremor tangan, bergoyang-goyang, respirasi meningkat, madi meningkat, dilatasi pupil, refleks-refleks meningkat, nyeri abdomen, gangguan tidur, perasaan geli pada ekstermitas, eksitasi kardiovaskuler, peluh meningkat, wajah tegang, anoreksia, jatung berdebar-debar, keragu-raguan berkemih, kelelahan, mulut kering, kelemahan, nadi berkurang, wajah bergejolak, vasokontriksi superficial, tekanan darah menurun, mual, keseringan berkemih, pingsan, sukar bernafas, tekanan darah meningkat.

d.   Kognitif

Hambatan berpikir, bingung, preokupasi, pelupa, perenungan, perhatian lemah, lapang persepsi menurun, takut akibat yang tidak khas, cenderung menyalahkan orang lain, sukar berkonsentrasi, kemampuan berkurang (memecahkan masalah dan belajar), kewaspadaan terhadap gejala fisiologis.

e.    Faktor yang berhubungan

Terpapar toksin, konflik tidak disadari tentang pentingnya nilai-nilai atau tujuan hidup, hubungan kekeluargaan atau keturunan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, interpersonal-transmisi atau penularan, krisis situasional atau maturasi, ancaman kematian, ancaman terhadap konsep diri, stress, penyalahgunaan zat, ancaman terhadap atau perubahan dalam: status peran, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, lingkungan dan status ekonomi.

2.    Diagnosa keperawatan

a.       Ansietas

b.      Harga diri rendah

c.       Gangguan citra tubuh

d.      Koping individu inefektif

e.       Kurangnya pengetahuan

3.    Perencanaan

Rencana keperawatan pada ansietas berat dan sedang, yaitu sebagai berikut:

Kriteria hasil: klien akan mengurangi ansietasnya sampai tingkat sedang atau ringan.

Rencana keperawatan: respon ansietas pada tingkat sangat berat

Tujuan Khusus
Intervensi
Rasional
Klien dapat terlindung dari bahaya
-    Dukung dan terima mekanisme pertahan diri klien
-    Kenalkan klien pada kriteria kesediahan yang berhubungan dengan mekanisme kopingnya saat ini
-    Berikan umpan balik kepada klien tentang perilaku, stressor dan sumber koping.
-    Hindari perhatian pada fobia, ritual atau keluhan fisik.
-    Kuatkan ide bahwa kesehatan fisik berhubungan dengan kesehatan emosional
-    Batasi perilaku maladaptif klien dengan cara yang mendukung
Ansietas berat dan panic dapat dikurangi dengan mengizinkan klien untuk menentukan besarnya stress yang dapat ditangani.
Jika klien tidak mampu menghilangkan ansietas, ketegangan dapat mencapai
Klien akan mengalami situasi yang lebih sedikit menimbulkan ansietas
-    Bersikap tenang terhadap klien
-    Kurangi stimulus lingkungan
-    Batasi interaksi klien dengan klien lain untuk meminimalkan aspek menularnya ansietas
-    Identifikasi dan modifikasi situasi yang dapat menimbulkan ansietas bagi klien
-    Berikan tindakan fisik seperti mandi air hangat dan massage
Perilaku dapat dimodifikasi dengan mengubah lingkungan dan interkasi klien dengan lingkungan
Klien dapat terlibat dalam aktivitas yang dijadwalkan sehari-hari
-    Ikutlah terlibat dengan aktivitas klien untuk memberikan dukungan pada penguatan perilaku produktif secara sosial
-    Berikan beberapa jenis latihan fisik
-    Rencanakan jadwal atau daftar aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
-    Libatkan anggota keluarga dan sistem pendukung lainnya
Dengan mendorong aktivitas ke luar rumah, perawat membatasi waktu klien yang tersedia untuk mekanisme koping destruktif sambil meningkatkan partisipasi dan meninkmati aspek kehidupan lainnya
Klien akan mengalami penyembuhan dan gejala-gejala ansietas berat
-    Berikan medikasi yang dapat membantu mengurangi rasa tidak nyaman klien
-    Amati efek samping medikasi dan lakukan penyuluhan kesehatan yang relevan
Efek hubungan yang terapeutik dapat ditingkatkan jika kendali kimiawi terhadap gejala kemungkinan klien untuk mengarahkan perhatian pada konflik yang mendasari

 

Rencana keperawatan: respon ansietas pada tingkat berat

Tujuan Khusus
Intervensi
Rasional
Klien akan mengidentifikasi dan menggambarkan perasaan tentang ansietasnya
-    Bantu klien mengindentifikasi dan menggambarkan perasaan yang mendasari kecemasan
-    Kaitkan perilaku klien dengan perasaan tersebut
-    Validasikan semua perubahan dan asumsi kepada klien
-    Gunakan pertanyaan terbuka untuk beralih dari topic yang tidak mengancam ke isu-isu konflik
-    Variasikan besarnya ansietas untuk meningkatkan motivasi klien
-    Gunakan konfrontasi supportif dengan bijaksana
Untuk mengadopsi respon koping yang baru, klien pertama kali harus menyadari perasaan dan mengatasi penyakangkalan dan resistens yang disadari atau tidak disadri
Klien akan mengidentifikasi penyebab ansietas
-    Bantu klien manggambarkan situasi dan interaksi yang mendahului ansietas
-    Tinjau penilaian klien terhadap stressor, nilai-nilai yang terancam dan cara konflik berkembang
-    Hubungkan pengalaman klien dengan pengalaman yang relevan pada masa lalu
Setelah perasaan ansietas dikenali, klien harus mengerti perkembangannya termasuk stressor pencetus, penilaian stressor dan sumber yang tersedia
Klien akan menguraikan respons koping adaptif dan maladaptif
-    Kaji bagaimana klien menurunkan ansietasnya  dimasa lalu dan tindakan yang dilakukan untuk menurunkakannya
-    Tunjukkan efek maladaptif dan destruktif dari respons koping saat ini
-    Dorong klien menggunakan koping adaptif yang efektif dimasa lalu
-    Fokuskan klien pada tanggung jawab untuk berubah
-    Bantu klien untuk mengevaluasi nilai, sifat dan arti stressor pada saat yang tepat
-    Bantu klien secara aktif mengkaitkan hubungan sebab akibat
Respons koping adaptif dapat dipelajri melalui analisa mekanisme koping yang digunakan dimasa lalu, penilaian ulang stressor, menggunakan sumber koping yang tersedia dan menerima tanggung jawab untuk berubah.
Klien akan mengimplementasi kan dua respons adaptif untuk mengatasi ansietas
-    Bantu klien mengidentifikasi cara untuk membangun kembali pikiran, memodifikasi perilaku, menggunakan su,mber dan menguji respons koping yang baru
-    Dorong klien melakukan aktivitas fisik untuk menyalurkan energi
-    Libatkan orang terdekat sebagai sumber koping dan dukungan sosial
-    Ajarkan teknik relaksasi untuk meningkatkan percaya diri
Individu dapat mengatasi stress dengan mengatur distress emosional yang menyertainya melalui teknik penatalaksanaan stres

 

4.    Implementasi

Fokus intervensi pada klien dengan respons ansietas menurut tingkatannya, yaitu:

a.       Intervensi dalam ansietas tingkat berat dan panic

Prioritas tertinggi dari tujuan keperawatan harus ditujukan untuk menurunkan ansietas tingkat berat atau panik klien dan intervensi keperawatan yang berhubungan harus supportif dan protektif.

b.      Intervensi dalam ansietas tingkat sedang

Saat ansietas pasien menurun sampai tingkat ringan atau sedang perawat dapat mengimplementasikan intervensi keperawatan re edukatif atau berorientasi pada pikiran. Intervensi ini melibatkan klien dalam proses pemecahan masalah.

5.    Evaluasi

Evaluasi dilakukan secara terus menerus pada respon ansietas klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi disesuaikan dengan tujuan atau kriterian hasil yang disusun.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Direja, A. H. S. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Hawari, D., 2008, Manajemen Stres Cemas dan Depresi, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Mansjoer, A., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Jakarta : Penerbit Aesculapius.

Nurjannah, I., 2004, Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen, Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien, Yogyakarta : Penerbit MocoMedia

Stuart, G.W., dan Sundden, S.J., 1995, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3, Jakarta : EGC.

Suliswati, dkk., 2005, Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC.

Videbeck, S.J., 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC