A. Pengertian
Ansietas
adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi
(Videbeck, 2008).
Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa
objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara
interpersonal (Suliswati, 2005).
Ansietas adalah suatu kekhawatiran yang berlebihan
dan dihayati disertai berbagai gejala sumatif, yang menyebabkan gangguan
bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi
pasien (Mansjoer, 1999).
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa ansietas adalah respons emosi tanpa objek, berupa perasaan takut dan
kekhawatiran yang tidak jelas dan berlebihan dan disertai berbagai gejala
sumatif yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau penderitaan
yang jelas bagi pasien.
B. Tingkatan Ansietas
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan
aspek membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang
dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap ansietas.
Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat
tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan
panik.
1.
Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada
sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori
meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar,
menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri
sendiri.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai
berikut :
a.
Respons fisik
-
Ketegangan otot ringan
-
Sadar akan lingkungan
-
Rileks atau sedikit gelisah
-
Penuh perhatian
-
Rajin
b.
Respon kognitif
-
Lapang persepsi luas
-
Terlihat tenang, percaya diri
-
Perasaan gagal sedikit
-
Waspada dan memperhatikan banyak hal
-
Mempertimbangkan informasi
-
Tingkat pembelajaran optimal
c.
Respons emosional
-
Perilaku otomatis
-
Sedikit tidak sadar
-
Aktivitas menyendiri
-
Terstimulasi
-
Tenang
2.
Ansietas sedang merupakan perasaan yang
menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup
atau agitasi.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai
berikut :
a. Respon fisik :
-
Ketegangan otot sedang
-
Tanda-tanda vital meningkat
-
Pupil dilatasi, mulai berkeringat
-
Sering mondar-mandir, memukul tangan
-
Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
-
Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
-
Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah,
nyeri punggung
b. Respons kognitif
-
Lapang persepsi menurun
-
Tidak perhatian secara selektif
-
Fokus terhadap stimulus meningkat
-
Rentang perhatian menurun
-
Penyelesaian masalah menurun
-
Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c. Respons emosional
-
Tidak nyaman
-
Mudah tersinggung
-
Kepercayaan diri goyah
-
Tidak sabar
-
Gembira
3.
Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda
dan ada ancaman, memperlihatkan respons takut dan distress.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai
berikut :
a. Respons fisik
-
Ketegangan otot berat
-
Hiperventilasi
-
Kontak mata buruk
-
Pengeluaran keringat meningkat
-
Bicara cepat, nada suara tinggi
-
Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
-
Rahang menegang, mengertakan gigi
-
Mondar-mandir, berteriak
-
Meremas tangan, gemetar
b. Respons kognitif
-
Lapang persepsi terbatas
-
Proses berpikir terpecah-pecah
-
Sulit berpikir
-
Penyelesaian masalah buruk
-
Tidak mampu mempertimbangkan informasi
-
Hanya memerhatikan ancaman
-
Preokupasi dengan pikiran sendiri
-
Egosentris
c. Respons emosional
-
Sangat cemas
-
Agitasi
-
Takut
-
Bingung
-
Merasa tidak adekuat
-
Menarik diri
-
Penyangkalan
-
Ingin bebas
4.
Panik, individu kehilangan kendali dan detail
perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun
meskipun dengan perintah.
Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
-
Flight,
fight, atau freeze
-
Ketegangan otot sangat berat
-
Agitasi motorik kasar
-
Pupil dilatasi
-
Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
-
Tidak dapat tidur
-
Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
-
Wajah menyeringai, mulut ternganga
b. Respons kognitif
-
Persepsi sangat sempit
-
Pikiran tidak logis, terganggu
-
Kepribadian kacau
-
Tidak dapat menyelesaikan masalah
-
Fokus pada pikiran sendiri
-
Tidak rasional
-
Sulit memahami stimulus eksternal
-
Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
c. Respon emosional
-
Merasa terbebani
-
Merasa tidak mampu, tidak berdaya
-
Lepas kendali
-
Mengamuk, putus asa
-
Marah, sangat takut
-
Mengharapkan hasil yang buruk
-
Kaget, takut
-
Lelah
C. Tanda dan gejala ansietas
Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang
mengalami ansietas (Hawari, 2008), antara lain sebagai berikut :
- Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.
- Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
- Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
- Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
- Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
- Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.
D. Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam
kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005).
Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
1.
Peristiwa traumatik, yang dapat memicu
terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis
perkembangan atau situasional.
2.
Konflik emosional, yang dialami individu dan
tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara
keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
3.
Konsep diri terganggu akan menimbulkan
ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan
kecemasan.
4.
Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan
untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.
5.
Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena
merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri
individu.
6.
Pola mekanisme koping keluarga atau pola
keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap
konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari
dalam keluarga.
7.
Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan
mempengaruhi respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi
kecemasannya.
8.
Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan
adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat
menekan neurotransmiter gamma amino
butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang
bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
E. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam
kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005).
Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1.
Ancaman
terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang
meliputi :
a.
Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme
fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal
(misalnya : hamil).
b.
Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap
infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi,
tidak adekuatnya tempat tinggal.
2.
Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber
internal dan eksternal.
a.
Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan
interpersonal di rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru.
Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b.
Sumber eksternal : kehilangan orang yang
dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial
budaya.
F. Sumber koping
Individu dapat
menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil
sumber koping dari lingkungan baik dari
sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset
ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini.
Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi
strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005).
G. Mekanisme koping
Kemampuan
individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang
membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami
kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan
dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang
biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki,
merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri
pada orang lain (Suliswati, 2005).
Mekanisme koping
untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi.
Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis,
yaitu :
1.
Task
oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang
ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi
kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk
mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
a.
Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau
mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.
b.
Perilaku menarik diri digunakan baik secara
fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
c.
Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara
seseorang mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan
personal seseorang.
2.
Ego
oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak
selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk
melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya
mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk
menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak
adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a.
Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan
mekanisme pertahanan klien.
b.
Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri
terebut apa pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.
c.
Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan
terhadap kemajuan kesehatan klien.
d.
Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.
H. Penatalaksanaan ansietas
Menurut Hawari
(2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan
suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik
(somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius.
Selengkpanya seperti pada uraian berikut :
1.
Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress,
dengan cara :
a.
Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b.
Tidur yang cukup.
c.
Cukup olahraga.
d.
Tidak merokok.
e.
Tidak meminum minuman keras.
2.
Terapi psikofarmaka.
Terapi
psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang
berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar
saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang
sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam,
clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.
3.
Terapi somatik
Gejala
atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat
dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik
(fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang
bersangkutan.
4.
Psikoterapi
Psikoterapi
diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a.
Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi,
semangat dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan
diberi keyakinan serta percaya diri.
b.
Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan
ulang dan koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c.
Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan
memperbaiki kembali (re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan
akibat stressor.
d.
Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi
kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi
dan daya ingat.
e.
Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan
menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang
tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
f.
Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan
kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan
faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
5.
Terapi psikoreligius
Untuk
meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya
tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor
psikososial.
I. Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah
psikososial (ansietas)
1.
Pengkajian
Menurut Direja
(2011), data yang perlu dikaji pada klien dengan masalah psikososial
(ansietas), yaitu:
a.
Perilaku
Produktivitas menurun, mengamati dan
waspada, kontak mata jelek, gelisah, melihat sekilas sesuatu, pergerakan
berlebihan (seperti: foot shuffling, pergerakan lengan/tangan), ungkapan
perhatian berkaitan dengan merubah peristiwa dalam hidup, insomnia dan perasaan
gelisah.
b.
Afektif
Menyesal, iritabel, kesedihan
mendalam, takut, gugup, sukacita berlebihan, nyeri dan ketidakberdayaan
meningkat secara menetap, gemeretak, ketidakpastian, kekhawatiran meningkat,
fokus pada diri sendiri, perasaan tidak adekuat, ketakutan, distressed,
khawatir, prihatin dan mencemaskan.
c.
Fisiologis
Suara bergetar, gemetar atau tremor
tangan, bergoyang-goyang, respirasi meningkat, madi meningkat, dilatasi pupil,
refleks-refleks meningkat, nyeri abdomen, gangguan tidur, perasaan geli pada
ekstermitas, eksitasi kardiovaskuler, peluh meningkat, wajah tegang, anoreksia,
jatung berdebar-debar, keragu-raguan berkemih, kelelahan, mulut kering,
kelemahan, nadi berkurang, wajah bergejolak, vasokontriksi superficial, tekanan
darah menurun, mual, keseringan berkemih, pingsan, sukar bernafas, tekanan
darah meningkat.
d.
Kognitif
Hambatan berpikir, bingung,
preokupasi, pelupa, perenungan, perhatian lemah, lapang persepsi menurun, takut
akibat yang tidak khas, cenderung menyalahkan orang lain, sukar berkonsentrasi,
kemampuan berkurang (memecahkan masalah dan belajar), kewaspadaan terhadap
gejala fisiologis.
e.
Faktor yang berhubungan
Terpapar toksin, konflik tidak disadari tentang
pentingnya nilai-nilai atau tujuan hidup, hubungan kekeluargaan atau keturunan,
kebutuhan yang tidak terpenuhi, interpersonal-transmisi atau penularan, krisis
situasional atau maturasi, ancaman kematian, ancaman terhadap konsep diri,
stress, penyalahgunaan zat, ancaman terhadap atau perubahan dalam: status
peran, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, lingkungan dan status
ekonomi.
2.
Diagnosa
keperawatan
a.
Ansietas
b.
Harga diri rendah
c.
Gangguan citra tubuh
d.
Koping individu inefektif
e.
Kurangnya pengetahuan
3.
Perencanaan
Rencana keperawatan pada ansietas
berat dan sedang, yaitu sebagai berikut:
Kriteria hasil: klien akan mengurangi ansietasnya sampai
tingkat sedang atau ringan.
Rencana keperawatan: respon ansietas pada tingkat sangat
berat
Tujuan Khusus
|
Intervensi
|
Rasional
|
Klien dapat terlindung dari bahaya
|
-
Dukung dan terima mekanisme pertahan diri
klien
-
Kenalkan klien pada kriteria kesediahan yang
berhubungan dengan mekanisme kopingnya saat ini
-
Berikan umpan balik kepada klien tentang
perilaku, stressor dan sumber koping.
-
Hindari perhatian pada fobia, ritual atau
keluhan fisik.
-
Kuatkan ide bahwa kesehatan fisik berhubungan
dengan kesehatan emosional
-
Batasi perilaku maladaptif klien dengan cara
yang mendukung
|
Ansietas berat dan panic dapat dikurangi dengan
mengizinkan klien untuk menentukan besarnya stress yang dapat ditangani.
Jika klien tidak mampu menghilangkan ansietas, ketegangan
dapat mencapai
|
Klien akan mengalami situasi yang lebih sedikit
menimbulkan ansietas
|
-
Bersikap tenang terhadap klien
-
Kurangi stimulus lingkungan
-
Batasi interaksi klien dengan klien lain untuk
meminimalkan aspek menularnya ansietas
-
Identifikasi dan modifikasi situasi yang dapat
menimbulkan ansietas bagi klien
-
Berikan tindakan fisik seperti mandi air
hangat dan massage
|
Perilaku dapat dimodifikasi dengan mengubah lingkungan
dan interkasi klien dengan lingkungan
|
Klien dapat terlibat dalam aktivitas yang dijadwalkan
sehari-hari
|
-
Ikutlah terlibat dengan aktivitas klien untuk
memberikan dukungan pada penguatan perilaku produktif secara sosial
-
Berikan beberapa jenis latihan fisik
-
Rencanakan jadwal atau daftar aktivitas yang
dapat dilakukan setiap hari
-
Libatkan anggota keluarga dan sistem pendukung
lainnya
|
Dengan mendorong aktivitas ke luar rumah, perawat
membatasi waktu klien yang tersedia untuk mekanisme koping destruktif sambil
meningkatkan partisipasi dan meninkmati aspek kehidupan lainnya
|
Klien akan mengalami penyembuhan dan gejala-gejala
ansietas berat
|
-
Berikan medikasi yang dapat membantu
mengurangi rasa tidak nyaman klien
-
Amati efek samping medikasi dan lakukan penyuluhan
kesehatan yang relevan
|
Efek hubungan yang terapeutik dapat ditingkatkan jika
kendali kimiawi terhadap gejala kemungkinan klien untuk mengarahkan perhatian
pada konflik yang mendasari
|
Rencana keperawatan: respon ansietas pada tingkat berat
Tujuan Khusus
|
Intervensi
|
Rasional
|
Klien akan mengidentifikasi dan menggambarkan perasaan
tentang ansietasnya
|
-
Bantu klien mengindentifikasi dan
menggambarkan perasaan yang mendasari kecemasan
-
Kaitkan perilaku klien dengan perasaan
tersebut
-
Validasikan semua perubahan dan asumsi kepada
klien
-
Gunakan pertanyaan terbuka untuk beralih dari
topic yang tidak mengancam ke isu-isu konflik
-
Variasikan besarnya ansietas untuk
meningkatkan motivasi klien
-
Gunakan konfrontasi supportif dengan bijaksana
|
Untuk mengadopsi respon koping yang baru, klien pertama
kali harus menyadari perasaan dan mengatasi penyakangkalan dan resistens yang
disadari atau tidak disadri
|
Klien akan mengidentifikasi penyebab ansietas
|
-
Bantu klien manggambarkan situasi dan
interaksi yang mendahului ansietas
-
Tinjau penilaian klien terhadap stressor,
nilai-nilai yang terancam dan cara konflik berkembang
-
Hubungkan pengalaman klien dengan pengalaman
yang relevan pada masa lalu
|
Setelah perasaan ansietas dikenali, klien harus mengerti
perkembangannya termasuk stressor pencetus, penilaian stressor dan sumber
yang tersedia
|
Klien akan menguraikan respons koping adaptif dan
maladaptif
|
-
Kaji bagaimana klien menurunkan
ansietasnya dimasa lalu dan tindakan
yang dilakukan untuk menurunkakannya
-
Tunjukkan efek maladaptif dan destruktif dari
respons koping saat ini
-
Dorong klien menggunakan koping adaptif yang
efektif dimasa lalu
-
Fokuskan klien pada tanggung jawab untuk
berubah
-
Bantu klien untuk mengevaluasi nilai, sifat
dan arti stressor pada saat yang tepat
-
Bantu klien secara aktif mengkaitkan hubungan
sebab akibat
|
Respons koping adaptif dapat dipelajri melalui analisa
mekanisme koping yang digunakan dimasa lalu, penilaian ulang stressor,
menggunakan sumber koping yang tersedia dan menerima tanggung jawab untuk
berubah.
|
Klien akan mengimplementasi kan dua respons adaptif untuk
mengatasi ansietas
|
-
Bantu klien mengidentifikasi cara untuk
membangun kembali pikiran, memodifikasi perilaku, menggunakan su,mber dan
menguji respons koping yang baru
-
Dorong klien melakukan aktivitas fisik untuk
menyalurkan energi
-
Libatkan orang terdekat sebagai sumber koping
dan dukungan sosial
-
Ajarkan teknik relaksasi untuk meningkatkan
percaya diri
|
Individu dapat mengatasi stress dengan mengatur distress
emosional yang menyertainya melalui teknik penatalaksanaan stres
|
4.
Implementasi
Fokus intervensi pada klien dengan respons ansietas
menurut tingkatannya, yaitu:
a.
Intervensi dalam ansietas tingkat berat dan
panic
Prioritas tertinggi dari tujuan
keperawatan harus ditujukan untuk menurunkan ansietas tingkat berat atau panik
klien dan intervensi keperawatan yang berhubungan harus supportif dan
protektif.
b.
Intervensi dalam ansietas tingkat sedang
Saat ansietas pasien menurun sampai
tingkat ringan atau sedang perawat dapat mengimplementasikan intervensi keperawatan
re edukatif atau berorientasi pada pikiran. Intervensi ini melibatkan klien
dalam proses pemecahan masalah.
5.
Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara terus menerus pada respon
ansietas klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi
disesuaikan dengan tujuan atau kriterian hasil yang disusun.
DAFTAR PUSTAKA
Direja, A. H.
S. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Hawari, D.,
2008, Manajemen Stres Cemas dan Depresi,
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Mansjoer, A.,
1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3,
Jilid 1, Jakarta : Penerbit Aesculapius.
Nurjannah, I.,
2004, Pedoman Penanganan Pada Gangguan
Jiwa Manajemen, Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien,
Yogyakarta : Penerbit MocoMedia
Stuart,
G.W., dan Sundden, S.J., 1995, Buku Saku
Keperawatan Jiwa, Edisi 3, Jakarta : EGC.
Suliswati,
dkk., 2005, Konsep Dasar Keperawatan
Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC.
Videbeck,
S.J., 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa,
Jakarta : EGC