Rabu, 11 November 2009

Ansietas atau Kecemasan

RESPON ANSIETAS DAN GANGGUANNYA

A. Pengertian Ansietas
       Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi (Videbeck, 2008).
      Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati, 2005).
      Ansietas adalah suatu kekhawatiran yang berlebihan dan dihayati disertai berbagai gejala sumatif, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi pasien (Mansjoer, 1999).
       Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah respons emosi tanpa objek, berupa perasaan takut dan kekhawatiran yang tidak jelas dan berlebihan dan disertai berbagai gejala sumatif yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau penderitaan yang jelas bagi pasien.
  
B. Tanda dan Gejala Ansietas
       Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas (Hawari, 2008), antara lain sebagai berikut :
1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya. 

C. Tingkatan Ansietas
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap ansietas.
Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
1. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Ketegangan otot ringan
- Sadar akan lingkungan
- Rileks atau sedikit gelisah
- Penuh perhatian
- Rajin
b. Respon kognitif
- Lapang persepsi luas
- Terlihat tenang, percaya diri
- Perasaan gagal sedikit
- Waspada dan memperhatikan banyak hal
- Mempertimbangkan informasi
- Tingkat pembelajaran optimal
c. Respons emosional
- Perilaku otomatis
- Sedikit tidak sadar
- Aktivitas menyendiri
- Terstimulasi 
- Tenang
2. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :
a. Respon fisik :
- Ketegangan otot sedang
- Tanda-tanda vital meningkat
- Pupil dilatasi, mulai berkeringat
- Sering mondar-mandir, memukul tangan
- Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
- Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
- Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi menurun
- Tidak perhatian secara selektif
- Fokus terhadap stimulus meningkat
- Rentang perhatian menurun
- Penyelesaian masalah menurun
- Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c. Respons emosional
- Tidak nyaman
- Mudah tersinggung
- Kepercayaan diri goyah
- Tidak sabar
- Gembira
3. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons takut dan distress.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Ketegangan otot berat
- Hiperventilasi
- Kontak mata buruk
- Pengeluaran keringat meningkat
- Bicara cepat, nada suara tinggi
- Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
- Rahang menegang, mengertakan gigi
- Mondar-mandir, berteriak
- Meremas tangan, gemetar
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi terbatas
- Proses berpikir terpecah-pecah
- Sulit berpikir
- Penyelesaian masalah buruk
- Tidak mampu mempertimbangkan informasi
- Hanya memerhatikan ancaman
- Preokupasi dengan pikiran sendiri
- Egosentris
c. Respons emosional
- Sangat cemas
- Agitasi
- Takut
- Bingung
- Merasa tidak adekuat
- Menarik diri
- Penyangkalan
- Ingin bebas
4. Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.
Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Flight, fight, atau freeze
- Ketegangan otot sangat berat
- Agitasi motorik kasar
- Pupil dilatasi
- Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
- Tidak dapat tidur
- Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
- Wajah menyeringai, mulut ternganga

b. Respons kognitif
- Persepsi sangat sempit
- Pikiran tidak logis, terganggu
- Kepribadian kacau
- Tidak dapat menyelesaikan masalah
- Fokus pada pikiran sendiri
- Tidak rasional
- Sulit memahami stimulus eksternal
- Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
c. Respon emosional
- Merasa terbebani
- Merasa tidak mampu, tidak berdaya
- Lepas kendali
- Mengamuk, putus asa
- Marah, sangat takut
- Mengharapkan hasil yang buruk
- Kaget, takut
- Lelah

D. Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.
2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.
5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

E. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi :
a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.


F. Sumber Koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005).

G. Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
a. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
c. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang. 
2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a. Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.
b. Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.
c. Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien.
d. Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.

H. Penatalaksanaan Ansietas
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a. Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b. Tidur yang cukup.
c. Cukup olahraga.
d. Tidak merokok.
e. Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka. 
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.
I. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Ansietas
1. Pengkajian
Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui gejala atau mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan. Menurut Stuart dan Sundeen (1995), data fokus yang perlu dikaji pada klien yang mengalami ansietas adalah sebagai berikut :
a. Perilaku
Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku yang secara tidak langunsg melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan ansietas.
b. Faktor predisposisi
c. Faktor presipitasi
d. Sumber koping
e. Mekanisme koping
2. Diagnosa Keperawatan
Ansietas termasuk diagnosa keperawatan dalam klasifikasi The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) (Nurjannah, 2004), faktor yang berhubungan :
a. Terpapar racun
b. Konflik yang tidak disadari tentang nilai-nilai utama atau tujuan hidup.
c. Berhubungan dengan keturunan atau hereditas.
d. Kebutuhan tidak terpenuhi
e. Transmisi interpersonal
f. Krisis situasional atau maturasional
g. Ancaman kematian
h. Ancaman terhadap konsep diri
i. Stress
j. Substance abuse
k. Perubahan dalam : status peran, status kesehatan, pola interaksi.
l. Fungsi peran
m. Lingkungan status ekonomi
Sedangkan menurut Suliswati (2005), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan ansietas adalah :
a. Panik berhubungan dengan penolakan keluarga karena bingung dan gagal mengambil keputusan.
b. Kecemasan berat berhubung dengan konflik perkawinan.
c. Kecemasan sedang berhubungan dengan tekanan finansial.
d. Ketidakefektifan koping individu berhubung dengan kematian saudara.
3. Intervensi
Untuk menetukan intervensi keperawatan, maka terlebih dahulu disusun NOC (Nursing Outcome Classification) dan NIC (Nursing Intervensi Classification), adapun NOC dan NIC untuk ansietas, adalah sebagai berikut:
NOC (Nursing Outcome Classification)
Nursing Outcome Classification (NOC) pada ansietas terdiri dari ansietas kontrol dan mekanisme koping, yaitu sebagai berikut :
Ansietas kontrol, dengan ketentuan (1-5; tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, konsisten), dengan indikator :
a. Monitor intensitas kecemasan
b. Menyikirkan tanda kecemasan
c. Mencari informasi untuk menurunkan kecemasan
d. Merencanakan strategi koping
e. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan
f. Melaporkan penurunan durasi dan episode cemas
g. Melaporkan tidak adanya manifestasi fisik dan kecemasan
h. Tidak adaa manifestasi perilaku kecemasan
Koping, dengan ketentuan (1-5; tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, konsisten), dengan indikator :
a. Menunjukkan fleksibilitas peran
b. Keluarga menunjukkan fleksibilitas peran para anggotanya
c. Melibatkan angoota keluarga dalam membuat keputusan
d. Mengekspresikan perasaan dan kebebasan emosional
e. Menunjukkan strategi penurunan stress
NIC (Nursing Intervensi Classification)
Nursing Intervensi Classification (NIC) pada klien yang mengalami ansietas, terdiri dari penurunan kecemasan dan peningkatan koping, seperti pada uraian berikut :
Penurunan kecemasan
a. Tenangkan klien
b. Berusaha memahami keadaan klien
c. Berikan informasi tentang diagnosa prognosis dan tindakan
d. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan.
e. Gunakan pendekatan dan sentuhan
f. Temani pasien untuk mendukung keamanan dan penurunan rasa takut
g. Sediakan aktifitas untuk menurunkan ketegangan
h. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang menciptakan cemas
i. Dukung penggunaan mekanisme defensive dengan cara yang teapt
j. Tentukan kemampuan klien untuk mengambil keputusan
k. Intruksikan kemampuan klien untuk menggunakan teknik relaksasi
l. Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat
Peningkatan koping
a. Hargai pemahaman pasien tentang proses penyakit
b. Hargai dan diskusikan alternative respon terhadap situasi
c. Gunakan pendekatan yang tenang dan memberikan jaminan
d. Sediakan informasi actual tentang diagnosa, penanganan dan prognosis
e. Sediakan pilihan yang realistis tentang aspek perawatan saat ini
f. Dukung penggunaan mekanisme defensive yang tepat
g. Dukung keterlibatan keluarga dengan cara yang tepat
h. Bantu pasien untuk mengidentifikasi startegi postif untuk mengatasi keterbatasan dan mengelola gaya hidup atau perubahan peran.
 
DAFTAR PUSTAKA


Anonim, Diagnosa Keperawatan NANDA NIC-NOC (terjemahan)

Hawari, D., 2008, Manajemen Stres Cemas dan Depresi, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Mansjoer, A., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Jakarta : Penerbit Aesculapius.

Nurjannah, I., 2004, Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen, Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien, Yogyakarta : Penerbit MocoMedia

Stuart, G.W., dan Sundden, S.J., 1995, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3, Jakarta : EGC.
Suliswati, dkk., 2005, Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC.

Videbeck, S.J., 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC


Sabtu, 03 Oktober 2009

Depresi

MENGENAL DEPRESI

A. PENGERTIAN DEPRESI

Depresi adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (affective/mood disorde), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya .

Depresi adalah merupakan akumulasi dari perasaan cemas yang berkepanjangan.

Depresi adalah kesedihan atau dukacita yang lebih hebat dan bertahan terlalu lama.

B. FAKTOR PENYEBAB DEPRESI

Banyak penyebab yang bisa mempengaruhi atau menyebabkan seseorang bisa mengalami depresi, yaitu sebagai berikut :

1. Disharmonis dalam pergaulan.

2. Disfusi pada seksualitas.

3. Perceraian.

4. Ditinggal anak-anak yang sudah dewasa dan berkeluarga.

5. Gagal dalam pekerjaan atau tidak mendapat pekerjaan.

6. Penyakit yang tak kunjung sembuh.

7. Memasuki masa pensiun.

8. Kematian dari orang yang dicintai.

9. Hilangnya kekayaan.

C. TANDA DAN GEJALA DEPRESI

Tanda dan gejala depresi dibagi menjadi 2, yaitu gejala psikologi (gejala pada perasaan atau kejiwaan) dan tanda fisik (tanda yang mempengaruhi fisik).

1. Gejala psikologis

a. Kesedihan.

b. Hilang rasa ketertarikan.

c. Hilangnya kekuatan.

d. Sulit atau hilang konsentrasi.

e. Rasa murung.

f. Perasaan bersalah

g. Ketidakmampuan

2. Gejala-gejala fisik

a. Sakit kepala

b. Hilangnya selera makan

c. Sulit tidur

d. Menurunnya stamina tubuh

e. Disfungsi seksual

D. DAMPAK DEPRESI

Depresi bila tidak cepat ditanggulangi akan menimbulkan berbagai dampak yang bisa membahayakan kesehatan seseorang yang mengalaminya.

1. Bunuh diri

2. Terlibat dalam penggunaan alkohol dan narkoba

3. Merokok

4. Penurunan kesehatan secara dratis yang berdampak pada kematian dini

5. Gangguan psikotik berlanjut

E. PENCEGAHAN DEPRESI

Ada banyak cara dan usaha untuk mencegah dan menghindar dari depresi, seperti berikut :

1. Taat menjalani ajaran agama.

2. Bersikaplah realistis.

3. Berusahalah untuk selalu berpikir positif.

4. Jangan malu dan ragu untuk meminta bantuan pada keluarga atau teman-teman.

5. Kalau punya tugas atau pekerjaan yang banyak, bagilah tugas itu dan buat prioritas.

6. Manajemen stress secara baik, jika punya masalah jangan dipendam sendiri, cobalah curhat kepada saudara atau teman terdekat.

7. Usahakan tidur secara teratur dan cukup waktu.

8. Olahraga secara teratur.

9. Makan secara teratur dan bergizi.

Daftar pustaka :

Hawari, D. 2002. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Balai Penerbir FKUI : Jakarta

Prasetyono, D.S. 2007. Metode Mengatasi Cemas dan Depresi. Oryza : Yogyakarta

Etika Keperawatan

Etika Keperawatan

1. Pengertian Etika

Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perilaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan oleh seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab moral.

Kode etik adalah pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai pedoman perilaku dan menjadi kerangka kerja untuk membuat keputusan.

2. Tipe-tipe etik

Tipe-tipe etik terdiri dari bioetik, clinical ethis dan nursing ethics, yaitu sebagai berikut :

a. Bioetik

Bioetik merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi dalam etik, menyangkut masalah biologi dan pengobatan. Bioetik lebih berfokus pada dilema yang menyangkut perawatan kesehatan modern, aplikasi teori etik dan prinsip etik terhadap masalah-masalah pelayanan kesehatan.

b. Clinical ethics/Etik klinik

Etik klinik merupakan bagian dari bioetik yang lebih memperhatikan pada masalah etik selama pemberian pelayanan pada klien.

c. Nursing ethics/Etik Perawatan

Bagian dari bioetik, yang merupakan studi formal tentang isu etik dan dikembangkan dalam tindakan keperawatan serta dianalisis untuk mendapat keputusan etik.

3. Teori etik

Teori etik terdiri dari 2, yaitu utilitarian dan deontologi.

a. Utilitaria

Kebenaran atau kesalahan dari tindakan tergantung dari konsekuensi atau akibat tindakan.

b. Deontologi

Pendekatan deontology berarti juga aturan atau prinsip.

4. Prinsip-prinsip etik

Prinsip-prinsip etik terdiri dari otonomi (autonomy), berbuat baik (beneficience), keadilan (justice), tidak merugikan (nonmaleficience), kejujuran (veracity), menepati janji (fidelity), kerahasian (confidentiality) dan akuntabilitas (accountability).

a. Otonomi (Autonomy)

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri.

b. Berbuat baik (beneficience)

Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.

c. Keadilan (justice)

Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.

d. Tidak merugikan (nonmalefecience)

Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau cedera fisik dan psikologis pada klien.

e. Kejujuran (veracity)

Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien untuk keyakinan bahwa klien sangat mengerti.

f. Menenpati janji (fidelity)

Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain.

g. Kerahasiaan (confidentiality)

Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien.

h. Akutabilitas (accountability)

Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seseorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

5. Kode etik keperawatan Indonesia

Kode etik keperawatan Indonesia terdiri dari hubungan antara perawat dan klien, praktek, masyarakat, teman sejawat dan profesi.

a. Perawat dan Klien

1) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan martabat manusia, keunikan klien dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik dan agama yang dianut serta kedudukan sosial.

2) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama klien.

3) Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan.

4) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang dikehendaki sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

b. Perawat dan praktek

1) Perawat memelihara dan meningkatkan kompetensi dibidang keperawatan melalui belajar terus-menerus

2) Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran profesional yang menerapkan pengetahuan serta ketrampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.

3) Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat dan mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi seseorang bila melakukan konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain

4) Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan selalu menunjukkan perilaku profesional.

c. Perawat dan masyarakat

Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai dan mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan masyarakat.

d. Perawat dan teman sejawat

1) Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama perawat maupun dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara keseluruhan.

2) Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan ilegal.

e. Perawat dan Profesi

1) Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan

2) Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi keperawatan

3) Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan memelihara kondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi.

Sabtu, 18 Juli 2009

Gizi

GIZI UNTUK ORANG SAKIT

PENDAHULUAN

Visi pembangunan kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010, diharapkan akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat dan berperilaku hidup sehat. Indonesia sehat 2010 dimaksudkan juga untuk mendorong agar masyarakat dapat menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata guna mencapai derajat kesehatan yang optimal.

Kesehatan, pendidikan dan pendapatan setiap individu merupakan tiga faktor utama yang sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu setiap individu harus selalu menjaga kesehatannya, yang merupakan modal utama agar dapat hidup produktif, bahagia dan sejahtera. Guna menjaga kesehatan yang optimal, maka setiap individu harus memperhatikan gizi makanannya.

Menurut Zifbio (2009), makanan yang bergizi bagi makhluk hidup tidak terkecuali, sangat penting bagi kesehatannya. Makanan dapat menyebabkan individu sakit, tetapi dengan makanan pula kita dapat menyembuhkan penyakit. Makanan bagi orang yang menderita sakit biasa disebut diet.

Diet merupakan salah satu syarat utama dalam penyembuhan suatu penyakit. Makanan yang memenuhi kebutuhan gizi dan termakan habis akan mempercepat perbaikan gizi pasien, sehingga kondisi umumnya dalam waktu singkat dapat dikembalikan ke taraf normal.

Sesuai dengan keadaan pasien dan penyakitnya, makanan pasien dapat digolongkan menjadi makanan umum dan makanan khusus. Makanan umum adalah makanan yang mengandung cukup kalori dan zat-zat makanan untuk berbagai golongan sesuai dengan jenis kelamin, umur, dan aktivitas. Makanannya dapat berupa makanan biasa, makanan lunak, makanan saring, makanan cair, dan makanan lewat pipa dan biasa diberikan kepada pasien dengan penyakit yang tidak memerlukan gizi yang khusus untuk penyakit tertentu.

Pemberian makanan bagi orang sakit sangat tergantung keadaan penyakitnya serta toleransi pasien terhadap makanan. Makanan khusus adalah makanan yang mengandung atau tidak mengandung zat-zat makanan tertentu untuk penyakit tertentu atau untuk persiapan pemeriksaan tertentu (Mansjoer, 2001). Gizi untuk orang sakit dengan penyakit tertentu harus diperhatikan oleh karena bila salah memberikan makanan akan memperparah penyakitnya dan proses penyembuhannya menjadi sangat lambat. Untuk mempercepat proses penyembuhan penyakit, gizi makanan untuk orang sakit harus diperhatikan dengan dicermat. Berbagai penyakit, seperti penyakit lambung, penyakit hati, diabetes mellitus, penyakit jantung, gagal ginjal dan sindrom nefrotik dalam diet makanannya perlu diperhatikan gizinya sesuai dengan dietnya, selain memperhatikan keparahan penyakitnya dan toleransi pasien terhadap makanannya.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Gizi berasal dari bahasa Arab “Al Gizzai” yang artinya makanan dan manfaatnya untuk kesehatan. Al Gizzai juga dapat diartikan sari makanan yang bermanfaat untuk kesehatan. Ilmu gizi adalah ilmu yang memperlajari cara memberikan makanan yang sebaik-baiknya agar tubuh selalu dalam kesehatan yang optimal (Pei, 2008).

Kondisi seseorang dengan yang lain berbeda satu sama lain. Begitu juga dengan pemilihan bahan makanan dan zat gizi yang dibutuhkan. Pemberian makanan yang sebaik-baiknya harus memperhatikan kemampuan tubuh seseorang mencerna makanan, umur, jenis kelamin, jenis aktivitas, dan kondisi lain seperti sakit, hamil, menyusui.

B. Jenis-jenis zat gizi

Zat gizi yang dibutuhkan tubuh manusia dibagi dalam enam kelompok besar, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air (Muchtadi, 2009). Secara umum jenis-jenis zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh adalah sebagai berikut :

1. Karbohidrat.

Karbohidrat merupakan zat gizi sumber energi paling penting bagi makhluk hidup karena molekulnya menyediakan unsur karbon yang siap digunakan oleh sel. Jenis zat karbohidrat terdiri dari zat tepung, seperti butir-butir gandum, jagung, terigu, beras, sagu dan zat gula seperti gula tebu, gula buah-buahan dan madu.

2. Lemak adalah bentuk energi berlebih yang disimpan oleh hewan, sehingga jumlah lemak dalam hewan yang dijadikan bahan makanan ditentukan oleh keseimbangan energi hewan tersebut. Contoh lemak hewani adalah susu, mentega, keju dan kuning telur, sedangkan contoh lemak nabati seperti minyak kelapa dan minyak kacang-kacangan. Lemak mengahasilkan 9,3 kalori setiap gram dan makanan normal pada orang dewasa berisi 100 gram lemak.

3. Protein merupakan senyawa yang terdapat dalam setiap sel hidup. Setengah dari berat kering 20% dari berat total seorang manusia dewasa merupakan protein. Contoh makanan yang mengandung protein adalah daging ikan, putih telur, keju, kacang polong dan kedele. Protein digunakan oleh jaringan tubuh 80-100 gram dibutuhkan dalam susunan makanan normal setiap hari.

Fungsi utama protein bagi tubuh adalah sebagai berikut :

a. Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan.

b. Pembentukan senyawa tubuh yang esensial.

c. Regulasi keseimbangan air.

d. Mempertahankan netralitas tubuh.

e. Pembentukan antibodi.

f. Transpor zat gizi.

4. Vitamin adalah senyawa organik yang diperlukan tubuh dalam jumlah sangat sedikit dan harus disuplai dari makanan karena tubuh tidak dapat menyintesisnya. Vitamin dibagi menjadi dua golongan besar berdasarkan kelarutannya, yaitu :

a. Vitamin larut air, yaitu grup vitamin B dan vitamin C.

b. Vitamin larut lemak, yaitu vitamin A, D, E, dan K.

5. Mineral.

Secara umum fungsi mineral bagi tubuh, adalah sebagai berikut :

a. Mempertahankan keseimbangan asam-basa dalam tubuh.

b. Sebagai katalis untuk reaksi biologis.

c. Komponen senyawa tubuh yang esensial.

d. Memelihara keseimbangan air di dalam tubuh.

e. Transmisi impuls syaraf.

f. Mengatur kontraktilitik otot.

g. Pertumbuhan jaringan tubuh.

6. Air.

Air sangat penting bagi kesehatan, dua pertiga dari berat tubuh terdiri dari air. Air merupakan bagian yang dari jaringan yang berfungsi untuk melarutkan berbagai zat, membantu perubahan kimiawi dalam sakuran pencernaan.

Berikut kecukupan gizi yang dianjurkan untuk orang dewasa agar kesehatan yang baik dapat dipertahankan berdasarkan jenis kelamin (Mansjoer, 2001) adalah sebagai berikut :

Jenis kelamin

Energi (Kalori)

Protein (g)

Kalsium (g)

Besi (mg)

Vit A (IU)

Tiamin (mg)

Laki-laki

2.020

51

0,5

9

4.000

0,9

Perempuan

1.500

40

0,5

8

3.500

0,6

C. Jenis Makanan untuk Orang Sakit

Menurut Mansjoer (2001), gizi untuk orang sakit dapat digolongkan menjadi dua, yaitu makanan umum dan makanan khusus, selengkapnya sebagai berikut :

1. Makanan umum

Pasien yang tidak memerlukan makanan dengan diet khusus diberikan makanan dengan gizi makanan umum, seperti makanan biasa, makanan lunak, makanan saring, makanan cair dan makanan lewat pipa, selengkapnya seperti pada uraian berikut :

a. Makanan biasa

Makanan biasa diberikan kepada pasien yang tidak memerlukan makanan khusus sehubungan dengan penyakitnya. Susunan makanan sama dengan makanan orang sehat, cukup kalori, protein, dan zat gizi lain, tetapi tidak boleh yang merangsang atau dapat menimbulkan gangguan pencernaan, seperti makanan yang terlalu berlemak, terlalu manis atau terlalu berbumbu, dan minuman yang mengandung alkohol.

Makanan biasa dalam sehari biasa mengandung nilai gizi 2.230 kalori (wanita = 2.050 kal), protein 75 g, lemak 53 g, dan karbohidrat 365 g. makanan ini dapat mengandung kalsium 0,4 g, besi 24 mg, vitamin A 6.139 SI, dan vitamin C 87 mg. Sayuran dapat diberikan dan terdiri dari campuran sayuran kacang-kacangan, sayuran daun hijau atau sayuran warna kuning, dan sayuran lain.

b. Makanan Lunak

Makanan lunak diberikan kepada pasien sesudah operasi tertentu dan pada penyakit infeksi dengan kenaikan suhu badan tidak terlalu tinggi. Dapat diberikan langsung kepada pasien atau merupakan perpindahan dari makanan saring ke makanan biasa, tergantung keadaan penyakit pasien. Makanan mudah dicerna, rendah serat, serta tidak mengandung bumbu yang merangsang. Untuk orang tua dan atau yang sukar menguyah bahan makanan berserat banyak, seperti daging dan sayur, dapat digiling atau dicincang.

Makanan ini cukup kalori, protein, dan zat-zat gizi lain. Dalam sehari nilai gizi makanan lunak adalah 2.180 kalori, protein 81 g, lemak 66 g, karbohidrat 318 g, kalsium 1 g, besi 29,3 mg, vitamin A 6.659 SI, tiamin 1,4 mg, dan vitamin C 97 mg.

c. Makanan saring

Makanan saring diberikan kepada pasien sesudah mengalami operasi tertentu ; pada infeksi akut, termasuk infeksi saluran cerna seperti gastroenteritis, dan kesukaran menelan. Menurut keadaan penyakit, makanan saring dapat diberikan langsung kepada pasien atau sebagai peralihan dari makanan cair ke makanan lunak. Makanan ini diberikan untuk jangka waktu pendek karena kurang memenuhi kebutuhan gizi, terutama kalori dan tiamin.

Nilai gizi makanan saring adalah 1.900 kalori, protein 72 g, lemak 83 g, karbohidrat 223 g, kalsium 1,3 g, besi 25,6 mg, vitamin A 9.700 SI, tiamin 0,8 mg, dan vitamin C 176 mg.

d. Makanan cair

Makanan cair diberikan kepada pasien sebelum dan sesudah operasi tertentu, dalam keadaan mual dan muntah, dengan kesadaran menurun, dengan suhu badan sangat tinggi atau infeksi akut. Makanan ini berupa cairan jernih yang tidak merangsang dan tidak meninggalkan sisa. Nilai gizi sangat rendah sehingga pemberiannya dibatasi selama 1-2 hari saja. Makanan dan minuman yang boleh diberikan, misalnya teh, kopi, kaldu jernih, air bubur kacang hijau, sari buah, sirup, dan gula pasir.

e. Makanan lewat pipa

Makanan lewat pipa diberikan kepada pasien yang tidak dapat makan melalui mulut karena gangguan jiwa, prekoma, anoreksia nervosa, kelumpuhan otot-otot menelan, atau sesudah operasi mulut, tenggorokan, dan saluran cerna.

Makanan berupa sari buah dan cairan kental terbuat dari susu, gula, margarin. Cairan hendaknya dapat dimasukan melalui pipa karet hidung, atau lambung. Pemakaian gula pasir dan susu penuh (whole) disesuaikan dengan kemampuan pasien untuk menerimanya. Bila terjadi kembung perut atau diare, pemakaian gula pasir dikurangi dan susu penuh diganti dengan susu skim atau susu rendah laktosa. Karena kurang zat besi dan vitamin, ke dalam makanan dimasukan 8 mg preparat ferosulfat, 3 tablet vitamin B kompleks, dan 150 mg preparat vitamin C.

Banyaknya makanan sehari adalah 1.500 – 2.000 ml, dibagi dalam 4 porsi.

2. Makanan khusus

Menurut Mansjoer (2001), makanan khusus adalah makanan yang mengandung atau tidak mengandung zat-zat makanan tertentu untuk penyakit tertentu. Gizi untuk penyakit tertentu adalah sebagai berikut :

a. Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) bertujuan memberikan makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein yang bertambah guna mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh atau guna menambah berat badan hingga mencapai normal. Syarat diet ini adalah tinggi kalori, tinggi protein, cukup mineral dan vitamin, serta mudah dicerna.

Diet ini dindikasikan untuk pasien gizi kurang (defesiensi kalori, protein), anemia, dan hipertiroid. Juga diberikan pada pasien sebelum dan sesudah operasi tertentu bila dapat menerima makanan lengkap ; baru sembuh dari penyakit dengan panas tinggi atau penyakit yang berlangsung lama dan telah dapat menerima makanan lengkap ; pasien trauma, luka bakar, atau mengalami perdarahan banyak ; serta wanita hamil dan pasca persalinan.

Terdapat 2 macam diet TKTP, yaitu TKTP I dan TKTP II. Diet TKTP I mengandung 2.600 kalori dan 100 g (2 g/kg BB) protein. Diet TKTP II mengandung 3.000 kalori dan 125 g (2½ g/kg BB) protein. Untuk memudahkan, penambahan konsumsi kalori dan protein dilakukan dengan memberikan penambahan lauk dan susu. Sumber protein hewani yang baik diberikan adalah ayam, daging, hati, ikan, telur, susu, dan keju, sedangkan sumber protein nabati adalah kacang-kacangan dan hasilnya, seperti tahu, tempe, dan oncom. Makanan yang terlalu manis dan gurih yang dapat mengurangi nafsu makan, seperti gula-gula, dodol, cake dan sebagainya, adalah bahan makanan yang dihindarkan.

b. Diet Rendah Kalori

Pemberian diet rendah kalori bertujuan untuk menurunkan berat badan hingga normal. Diet ini diindikasikan untuk kegemukan dan pada kebutuhan kalori menurun, seperti pada hipotiroid, istirahat di tempat tidur untuk jangka waktu lama, serta usia lanjut.

Syarat diet ini, kalori dikurangi 500-1.000 kalori dibawah kebutuhan normal, yang akan menyebabkan penurunan berat badan ½ - 1 kg/minggu. Pengurangan kalori dilakukan dengan pengurangan karbohidrat dan lemak. Jumlah protein normal atau sedikit diatas normal, yaitu 1 – 1½ g/kg BB, cukup vitamin dan mineral, serta tinggi serat untuk memberikan rasa kenyang. Pada diet 1.200 kalori, kandungan vitamin B kompleksnya rendah.

Terdapat 3 macam diet rendah kalori, yaitu rendah kalori I, II, dan III. Diet rendah kalori I mengandung 1.200 kalori, 59 g protein, 35 g lemak, 173 g karbohidrat. Diet rendah kalori II mengandung 1.500 kalori, 71 g protein, 48 g lemak, 206 g karbohidrat. Diet rendah kalori III mengandung 1.700 kalori, 75 g protein, 48 g lemak, 250 g karbohidrat.

c. Diet Rendah Garam

Pemberian diet rendah garam betujuan membantu menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada hipertensi. Diet ini diindikasikan untuk pasien dengan edema dan/atau hipertensi, seperti pada gagal jantung, sirosis hepatitis, penyakit ginjal tertentu, toksemia pada kehamilan, dan hipertensi esensial.

Syarat diet ini adalah cukup kalori, protein, mineral, dan vitamin ; jumlah natrium yang diperbolehkan disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam/air atau hipertensi dan bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit.

Makanan biasa rata-rata mengandung 2.800 – 6.000 mg natrium sehari. Sebagian besar natrium berasal dari garam dapur, selebihnya dari bahan makanan asli. Diet rendah garam membatasi konsumsi garam dapur dan bahan makanan yang mengandung natrium tinggi. Rasa makanan dapat dipertinggi dengan menggunakan bumbu lain yang tidak mengandung natrium, seperti gula, cuka, bawang merah, bawah putih, jahe, kunyit, laos, salam, dan sebagainya. Makanan yang dikukus, ditumis, digoreng, atau dipanggang lebih enak daripada yang direbus.

Diet rendah garam I (200 – 400 mg Na) diberikan kepada pasien dengan edema, asites, dan/atau hipertensi berat. Dalam pemasakan tidak ditambahkan garam dapur. Bahan makanan tinggi natrium dihindarkan. Diet ini mengandung 2230 kalori, 75 g protein, 53 g lemak, dan 365 g karbohidrat.

Diet rendah garam II (600 – 800 mg Na) diberikan kepada pasien dengan edema, asites, dan/atau hipertensi tidak terlalu berat. Pemberian makanan sehari sama dengan diet rendah garam I. dalam pemasakan dibolehkan menggunakan ¼ sendok garam dapur (1 g), bahan makanan tinggi natrium dihindarkan.

Diet rendah garam III (1.000 – 1.200 mg Na) diberikan kepada pasien dengan edema dan/atau hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan diet rendah garam I. Dalam pemasakan dibolehkan menggunakan ½ sendok (2 g) garam dapur.

d. Makanan Prabedah

Diet ini bertujuan menyiapkan tubuh pasien agar berada dalam keadaan gizi sebaik mungkin. Syarat makanan prabedah, pasien dengan berat badan kurang dari normal, pasien dengan hipoproteinemia, anemia, dan hipertiroid diberi diet tinggi kalori tinggi protein. Pasien dengan penyakit lain diberikan makanan sesuai dengan penyakitnya. Untuk operasi besar, seperti operasi kolon, diberikan diet rendah sisa 4-5 hari hari sebelumnya. Untuk operasi jantung, hati, ginjal, dan saluran cerna lain, diet rendah sisa diberikan 2-3 hari sebelumnya, sedangkan untuk operasi sedang, seperti apendektomi, hernia, hemoroidektomi, dan sebagainya, sehari sebelum operasi. Operasi kecil seperti tonsilektomi tidak membutuhkan makanan khusus sebelumnya. Kapan makanan terakhir diberikan tergantung dari macam operasi. Pada operasi besar, umumnya makanan dan minuman terakhir diberikan 8 jam sebelum operasi, sedangkan pada operasi sedang dan kecil 4-6 jam sesudahnya.

e. Makanan pascabedah

Tujuan pemberian makanan pascabedah adalah mengusahakan agar keadaan pasien segera kembali seperti normal.

Prinsip pemberian makanan, diberikan secara bertahap, dimulai dari cair, saring, lunak, dan lusa. Perpindahan makanan dari tahap ke tahap tergantung dari macam operasi dan keadaan pasien. Untuk pasca bedah kecil (pasca bedah ekstirpasi, tonsil, apendiks, hemoroid, hernia, struma, reduksi terbuka, ekstremitas distal, dan sebagainya), makanan secepat mungkin kembali seperti biasa. Pada pasca bedah besar (pasca bedah saluran pencernaan dan di luar pencernaan, seperti jantung, ginjal, ortopedi, dan sebagainya), makanan diberikan secara berhati-hati disesuaikan dengan kemampuan pasien untuk menerimanya.

Makanan pasca bedah I diindikasikan untuk semua pasien pasca bedah. Pada pasca bedah kecil, diberikan setelah sadar atau rasa mual hilang, sedangkan pada pasca bedah besar, diberikan setelah sadar, rasa mual hilang, dan ada terdapat tanda usus mulai bekerja. Pada diet ini, diberikan air/teh manis seperti pada makanan cair, rata-rata 15 kali sehari selama pasien tidak tidur. Makanan ini diberikan dalam jangka waktu sependek mungkin karena kurang dalam semua zat gizi.

Makanan pasca bedah II merupakan perpindahan dari makanan pasca bedah I pada pasca bedah besar saluran cerna. Pada pascabedah kecil dan pascabedah besar di luar saluran cerna dapat langsung diberikan makanan pascabedah III. Makanan ini diberikan berupa minuman manis, kaldu jernih, sirup, sari buah, dan susu telur, rata-rata 16 kali sehari selama pasien tidak tidur, dengan jangka waktu sesingkat mungkin karena tidak cukup mengandung zat gizi. Air jeruk dan minum yang mengandung CO2 jangan diberikan.

Makanan pasca bedah III merupakan perpindahan dari makanan pasca bedah I atau makanan pasca bedah II. Diberikan sebagai air, sirup, susu, sari buah, biskuit, sup, atau bubur saring tanpa bumbu merangsang. Minuman yang mengandung CO2 jangan diberikan. Cairan tidak melebihi 2.000 ml sehari. Makanan ini mengandung 1.900 kalori, 73 g protein, 84 lemak, dan 236 g karbohidrat.

Makanan pasca bedah IV merupakan perpindahan dari makanan pasca bedah III. Makanan ini diberikan sebagai makanan lunak yang dibagi dalam 3 kali makan dan 1 kali makan selingan. Nilai gizi makanan ini adalah 2046 kalori, mengandung 76 g protein, 64 g lemak, 295 g karbohidrat.

Makanan pasca bedah V merupakan perpindahan dari makanan pasca bedah IV. Diberikan kepada pasien dengan kapasitas lambung dan usus yang terbatas, seperti pada penyakit saluran cerna tertentu. Makanan ini diberikan sebagai makanan lunak yang dibagi dalam 6 kali makan dalam porsi kecil yang sama. Jumlah cairan bebas.

f. Gizi pada diet penyakit lambung

Tujuan diet pada penyakit lambung adalah memberikan makanan adekuat, tidak merangsang, dapat mengurangi pengeluaran cairan lambung, dan menetralkan kelebihan asam lambung. Syarat diet ini adalah mudah dicerna, porsi makanan kecil, dan diberikan sering, protein cukup untuk menggantikan jaringan yang rusak, serta makanan secara berangsur harus memenuhi kebutuhan gizi normal.

Diet lambung I diberikan kepada pasien ulkus peptikum akut, ulkus peptikum dengan perdarahan, esofagitis, gastritis akut, dan tifus abdominalis berat. Makanan diberikan berupa susu dan bubur susu, hanya diberikan selama 2 hari dalam porsi kecil tiap 3 jam. Nilai gizi makanan ini adalah 1.630 kalori, 58 g protein, 63 g lemak, dan 213 g karbohidrat.

Diet lambung II diberikan sebagai perpindahan diet lambung I setelah fase akut dapat diatasi, pada tifus abdominalis dengan suhu tubuh tinggi, dan sesudah operasi saluran cerna tertentu. Makanan diberikan selama beberapa hari saja, berbentuk saring atau cincang tiap 3 jam. Nilai gizi makanan ini adalah 1.990 kalori, 73 g protein, 84 g protein, 84 g lemak, dan 236 g karbohidrat.

Diet lambung III diberikan sebagai perpindahan dari diet lambung II atau pada pasien ulkus peptikum ringan, tifus abdominalis yang suhu tubuhnya sudah kembali normal. Makanan berbentuk lunak, diberikan 6 kali sehari dalam porsi kecil. Makanan ini cukup kalori, protein, mineral, vitamin C, dan kurang tiamin. Makanan ini mengandung 1.921 kalori, 61 g protein, 74 g lemak, dan 257 g karbohidrat.

Diet lambung IV diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet lambung III atau kepada pasien ulkus peptikum ringan, gastritis ringan, esofagitis ringan, serta tifus abdominalis yang hampir sembuh. Makanan diberikan dalam bentuk lunak dan biasa tergantung toleransi pasien. Makanan ini cukup kalori dan semua zat gizi. Nilai gizi makanan ini adalah 2.080 kalori, 74 g protein, 65 g lemak, dan 303 g karbohidrat.

g. Gizi pada diet penyakit hati

Diet pada penyakit hati bertujuan memberikan makanan secukupnya guna mempercepat perbaikan faal hati tanpa memberatkan pekerjaannya.

Syarat diet ini adalah kalori tinggi, hidrat arang tinggi, lemak sedang, dan protein disesuaikan dengan tingkat keadaan klinik pasien. Diet diberikan secara berangsur disesuaikan dengan nafsu makan dan toleransi pasien terhadap protein. Diet ini harus cukup mineral dan vitamin ; garam rendah bila ada retensi garam/air, cairan dibatasi bila ada asites hebat, serta mudah dicerna dan tidak merangsang. Bahan makanan yang menimbulkan gas dihindari.

Diet hati I berupa cairan mengandung karbohidrat sederhana dengan cairan kurang lebih 2 liter sehari bila tidak ada acites. Diet ini diindikasikan untuk sirosis hepatis berat, hepatitis infeksiosa akut dalam keadaan prekoma atau segera sesudah pasien dapat makan kembali. Bila acites dan diueresis belum sempurna, cairan maksimum 1 liter sehari. Makanan ini rendah dalam kalori (1.025 kalori), protein (7 g), kalsium (0,2 g), besi (9,3 mg), dan tiamin (0,6 mg) serta sebaiknya tidak diberikan lebih dari 3 hari.

Diet hati II diberikan dalam bentuk cincang atau lunak. Pemberian protein dibatasi (30 g sehari) dan lemak diberikan dalam bentuk mudah dicerna. Diet ini diindikasikan bila keadaan akut atau prekoma sudah dapat diatasi dan pasien sudah mempunyai nafsu makan. Menurut beratnya retensi garam/ air, makanan diberikan sebagai diet hati II rendah garam. Bila ada asites hebat dan tanda diueresis belum baik, diberikan sebagai diet rendah garam I. Makanan ini rendah kalori (1.475 kalori), kalsium (0,2 g), besi (9,3 mg), dan tiamin (0,5 mg), dan sebaiknya diberikan beberapa hari saja.

Diet hati III merupakan makanan perpindahan dari diet hati II atau bagi pasien yang nafsu makannya cukup. Makanan diberikan dalam bentuk lunak atau biasa. Protein diberikan 1 g/kg BB, jumlah lemak sedang dalam bentuk yang mudah dicerna. Makanan ini cukup mengandung kalori (2.013 kalori), besi (16,6 mg), vitamin A dan C, tetapi kurang kalsium (0,3 mg) dan tiamin (0,8 mg).

Diet hati IV diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet hati III atau pada pasien hepatitis infeksiosa dan sirosis hepatis yang nafsu makannya telah baik, telah dapat menerima protein, dan tidak menunjukkan gejala sirosis hepatis aktif. Makanan diberikan dalam bentuk lunak atau biasa. Makanan ini mengandung kalori tinggi, protein tinggi, lemak cukup, karbohidrat tinggi, serta vitamin dan mineral cukup. Nilai gizi makanan ini adalah 2.554 kalori, 91 g protein, 64 g lemak, dan 0,7 g karbohidrat.

h. Gizi pada diet diabetes mellitus

Pemberian diet diabetes mellitus (DM) bertujuan menyesuaikan makanan dengan kesanggupan tubuh untuk menggunakannya agar pasien mencapai keadaan faali normal dan dapat melakukan pekerjaan sehari-hari seperti biasa.

Syarat diet ini adalah jumlah kalori ditentukan menurut umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan, aktivitas, suhu tubuh, kelainan metabolik ; jumlah karbohidrat disesuaikan dengan kesanggupan tubuh untuk menggunakannya, gula murni tidak diperbolehkan. Makanan cukup protein, mineral, dan vitamin. Pemberian makanan disesuaikan dengan macam obat yang dipakai.

Sebagai pedoman, dipakai 8 macam diet DM sebagai berikut :

Macam diet

Kalori

Protein (g)

Lemak (g)

Karbohidrat (g)

I

1.100

50

30

160

II

1.300

55

35

195

III

1.500

60

40

225

IV

1.700

65

45

260

V

1.900

70

50

300

VI

2.100

80

55

325

VII

2.300

85

65

350

VIII

2.500

90

65

390

Diet I – III diberikan kepada pasien yang terlalu gemuk. Diet IV – V diberikan kepada pasien yang mempunyai berat badan normal. Diet VI – VIII diberikan kepada pasien kurus, diabetes remaja (juvenile diabetes), atau diabetes dengan komplikasi.

i. Gizi pada diet penyakit jantung

Tujuan pemberian diet ini adalah memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan pekerjaan jantung, menurunkan berat badan bila pasien terlalu gemuk, dan mencegah/menghilangkan penimbunan garam atau air.

Syarat diet pada penyakit jantung adalah kalori rendah, terutama bagi pasien yang terlalu gemuk ; protein dan lemak sedang ; cukup vitamin dan mineral ; rendah garam bila ada tekanan darah tinggi dan/atau edema ; mudah dicerna, tidak merangsang, dan tidak menimbulkan gas, serta dalam porsi kecil dan diberikan sering.

Diet jantung I diberikan kepada pasien dengan infark miokard akut (IMA) atau gagal jantung kongestif berat. Diberikan berupa 1-1½ liter cairan sehari selama 1 - 2 hari pertama bila pasien dapat menerimanya. Makanan ini sangat rendah kalori dan semua zat gizi. Nilai gizi diet ini adalah 835 kalori, 21 g protein, 24 g lemak, 140 g karbohidrat, dan 304 mg natrium.

Diet jantung II diberikan secara berangsur dalam bentuk lunak setelah fase akut IMA teratasi. Menurut beratnya hipertensi atau edema yang menyertai penyakit, makanan diberikan sebagai diet janutng II rendah garam. Makanan ini rendah kalori, protein, dan tiamin. Nilai gizi diet ini adalah 1.325 kalori, 44 g protein, 35 g lemak, 215 g karbohidrat, dan 248 mg natrium.

Diet janutng III diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet jantung II atau kepada pasien penyakit jantung yang tidak terlalu berat. Makanan ini rendah kalori, tetapi cukup zat gizi lain. Menurut beratnya hipertensi atau edema yang menyertai penyakit, diberikan sebagai diet janutng III rendah garam. Nilai gizi diet ini adalah 1.756 kalori, 64 g protein, 41 g lemak, 290 g karbohidrat, dan 172 natrium.

Diet jantung IV diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet janutng III atau kepada pasien penyakit jantung ringan. Diberikan dalam bentuk biasa. Makanan ini cukup kalori dan zat gizi. Nilai gizi diet ini adalah 2.023 kalori, 67 g protein, 51 g lemak, 329 g karbohidrat, dan 172 mg natrium.

j. Gizi pada diet gagal ginjal

Tujuan pemberian diet ini adalah memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan faal ginjal, menurunkan kadar ureum dan kreatinin darah, mencegah atau mengurangi retensi garam atau air dalam tubuh. Syaratnya adalah banyak protein disesuaikan dengan keadaan faal ginjal.

Menurut keadaan pasien dan berat penyakit dapat diberikan diet rendah protein I, II dan III. Karena kebutuhan protein pasien gagal ginjal sangat tergantung pada keadaan perorangan, disamping ketiga macam diet tersebut di atas, dapat pula diberikan diet rendah protein dengan 30 g protein dan diet protein sedang dengan 50 g protein.

Diet rendah protein I (20 g protein) diberikan pada pasien gagal ginjal berat dengan kreatinin 5 – 20 ml/menit dan kadar ueum darah diatas 100 mg%. Bentuk makanan tergantung keadaan pasien : dapat cair, saring, atau lunak. Makanan ini kurang dalam kalori, protein, kalsium, besi dan tiamin. Diet ini hanya diberikan selama beberapa hari sementara menunggu tindakan yang lebih tepat, misalnya dialysis.

Diet rendah protein II (40 g protein) diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet rendah protein I atau pada gagal ginjal kronik yang tidak terlalu berat (kreatini 20-30 ml/menit) atau pada gagal ginjal dengan pengobatan konservatif (tanpa dialysis). Bentuk makanan lunak atau biasa. Makanan ini cukup kalori dan semua zat gizi kecuali protein dan tiamin.

Diet protein sedang (60 g protein) diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet rendah protein II atau pada pasien gagal ginjal kronik ringan (kreatinin 30 – 50 ml/menit) atau pada pasien yang menjalani diasis. Makanan diberikan dalam bentuk lunak atau biasa. Makanan ini cukup kalori dan semua zat gizi.

k. Gizi pada diet sindrom nefrotik (tinggi protein rendah lemak)

Tujuan pemberian diet ini adalah memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan faat ginjal, mencegah atau mengurangi retensi garam atau air, mengganti protein yang keluar bersama urine. Syaratnya ialah tinggi protein dan rendah garam menurut beratnya retensi garam atau air. Diet ini diberikan pada pasien sindrom nefrotik. Makanan diberikan dalam bentuk lunak atau biasa. Makanan ini tinggi kalori, tinggi protein, dan cukup zat gizi lain. Nilai gizi yang harus diberikan pada diet ini ialah kalori 2.304, protein 97 g, lemak 77 g, karbohidrat 310 g, kalsium 0,7 g, besi 26,2 mg, vitamin A 9.379 SI, tiamin 1,2 mg, vitamin C 170 mg, dan natrium 415 mg.

PEMBAHASAN

A. Gizi Makanan Umum Orang Sakit

Makanan umum untuk orang sakit diberikan kepada pasien yang tidak memerlukan makanan secara khusus. Makanan umum dapat berupa makanan biasa, makanan lunak, makanan saring, makanan cair dan makanan yang diberikan lewat pipa.

Susunan gizi untuk makanan umum orang sakit, biasa sama dengan makanan untuk orang sehat, cukup kalori, protein, dan zat gizi lainnya sesuai dengan kebutuhan. Nilai gizi untuk orang sakit pada makanan umum nilai gizi kalori dan proteinnya lebih tinggi dari kebutuhan orang normal yang tidak sakit. Makan lunak nilai gizinya tidak terlalu jauh beda dengan makanan biasa tapi merupakan perpindahan dari makanan biasa ke makanan saring karena makanannya berbentuk agak cair seperti bubur. Makanan saring mengandung nilai gizi yang lebih rendah dari makanan biasa dan lunak sehingga diberikan dalam jangka waktu yang pendek. Sedangkan nilai gizi untuk makanan cair dan makanan lewat pipa sangat rendah sehingga pemberiannya dibatasi 1 – 2 hari saja dan hanya khusus diberikan pada pasien dengan kondisi tertentu seperti makanan cair untuk pasien dengan keadaan mual dan muntah, pasien dengan kesadaran menurun, pasien dengan suhu badan sangat tinggi atau infeksi akut. Makanan lewat pipa diberikan kepada pasien yang tidak dapat makan melalui mulut karena gangguan jiwa, prekoma, anoreksia nervosa, kelumpuhan otot-otot menelan atau sesudah operasi mulut, tenggorokan dan saluran cerna.

B. Gizi makanan khusus untuk penyakit tertentu

Makanan khusus merupakan makanan yang mengandung atau tidak mengandung zat-zat makanan tertentu untuk penyakit tertentu. Makanan khusus untuk penyakit tertentu adalah diet tinggi kalori tinggi protein, diet rendah kalori, diet rendah garam, makanan pra bedah, makanan pasca bedah, diet pada penyakit lambung, hati, diabetes mellitus, penyakit jantung, gagal ginjal dan sindrom nefrotik.

Gizi untuk diet TKTP adalah tinggi kalori dan tinggi protein, sedangkan mineral dan vitamin cukup. Diet ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein guna menambah berat badan hingga mencapai normal. Diet TKTP terdiri dari 2 macam, dimana diet TKTP II, mengandung kalori dan protein yang lebih tinggi dari diet TKTP I. Diet rendah kalori, nilai gizi kalorinya dikurangi 500 - 1.00 kalori dibawah kebutuhan normal. Untuk diet rendah garam mengandung nilai gizi cukup kalori, protein, mineral dan vitamin, sedangkan jumlah natrium (garam) dikurangi atau disesuaikan dengan keadaan penyakitnya.

Makanan prabedah, nilai gizinya disesuaikan dengan penyakitnya, sedangkan nilai gizi pada makanan pasca bedah diberikan secara bertahap, dimana semakin lama semakin ditingkatkan nilai gizinya terutama untuk mempercepat proses penyembuhan penyakitnya dan meningkatkan kondisi pasien.

Nilai gizi pada pasien dengan penyakit lambung lebih ditekankan pada kandungan proteinnya yang cukup untuk mengganti jaringan yang rusak, diberikan secara bertahap dari diet lambung I sampai diet lambung IV dan tergantung kondisi pasien. Diet lambung I diberikan kepada pasien ulkus peptikum akut, ulkus peptikum dengan perdarahan, esofagitis, gastritis akut dan tifus abdominalis berat, bila kondisinya semakin membaik secara bertahap dan berangsur-angsur diberikan diet lambung IV.

Pasien dengan penyakit hati nilai gizi yang dianjurkan adalah kalori yang tinggi, karbohidrat tinggi, lemak sedang dan nilai gizi protein disesuaikan dengan keadaan penyakit pasien. Untuk mineral dan vitamin harus cukup, sedangkan kandungan garamnya rendah bila ada retensi garam atau air.

Nilai gizi untuk pasien diabetes mellitus kandungan kalori ditentukan menurut umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, aktivitas, suhu tubuh, kelainan metabolik. Jumlah karbohidrat disesuaikan dengan kesangupan tubuh untuk menggunakannya, gula murni tidak diperbolehkan. Makanan yang diberikan harus cukup protein, mineral, dan vitamin. Nilai gizi pada pasien diabetes mellitus juga disesuaikan dengan macam obat yang dipakai, bila digunakan PZI, makanan diberikan 4x sehari dalam jumlah yang kurang lebih sama, sedangkan jika diberikan berupa tablet atau suntikan RI 3x sehari, makanan diberikan 3x sehari.

Untuk pasien dengan penyakit jantung dianjurkan mengandung kalori rendah, terutama bagi pasien yang terlalu gemuk, protein dan lemak sedang, cukup vitamin dan mineral, rendah garam bila ada tekanan darah tinggi. Makanan yang diberikan bertujuan memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan pekerjaan jantung, menurunkan berat badan bila pasien gemuk dan mencegah atau menghilangkan penimbunan garam.

Nilai gizi untuk pasien dengan gagal ginjal lebih banyak menganudng protein yang disesuaikan dengan keadaan faal ginjal yang diketahui dari nilai uji penjernihan kreatinin atau laju filtrasi glomerulus, protein dipilih yang bernilai biologis tinggi seperti susu, telur, dan daging, lemak terbatas diutamakan penggunaan lemak tak jenuh ganda. Natrium dibatasi pada gagal ginjal dengan hipertensi berat, hiperkalemia, edema, oliguria atau anuria, sedangkan kalsium dibatasi. Kandungan kalori disarankan adekuat agar protein tubuh tidak dipecah untuk energi. Menurut keadaan pasien dan berat penyakit dapat diberikan diet rendah protein I, II, atau III, karena kebutuhan protein pasien gagal ginjal sangat tergantung pada keadaan perorangan.

Pasien dengan sindrom nefrotik disarankan untuk diberikan makanan yang mengandung gizi tinggi protein dan rendah garam menurut beratnya retensi garam atau air. Makanan yang diberikan bertujuan untuk memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan faal ginjal, mencegah atau mengurangi retensi garam atau air, mengganti protein yang keluar bersama urin.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemberian makanan yang sebaik-baiknya harus memperhatikan kemampuan tubuh seseorang mencerna makanan, umur, jenis kelamin, jenis aktivitas, dan kondisi lain seperti sakit, hamil, menyusui. Zat gizi dibagi dalam enam kelompok besar, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air.

Sesuai dengan keadaan pasien dan penyakitnya, makanan pasien dapat digolongkan menjadi makanan umum dan makanan khusus. Makanan umum adalah makanan yang gizinya mengandung cukup kalori dan zat-zat makanan untuk berbagai golongon sesuai dengan jenis kelamin, umur, dan aktivitas. Makanan umum dapat berupa makanan biasa, makanan lunak, makanan saring, makanan cair, dan makanan lewat pipa. Pemberiannya tergantung keadaan serta toleransi pasien terhadap makanan.

Gizi untuk makanan khusus disesuaikan dengan penyakitnya, nafsu makan pasien dan toleransi pasien. Makanan biasa diberikan secara bertahap dengan tujuan untuk memberikan makanan bergizi secukupnya guna mempercepat proses penyembuhan dan

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid Pertama. Jakarta : Penerbit Aesculapius.

2. Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid Kedua. Jakarta : Penerbit Aesculapius.

3. Muchatadi, D. (2009). Pengantar Ilmu Gizi. Bandung : Alfabeta.

mencegah komplikasi yang lebih berat.