Senin, 07 Maret 2011

Respon Fisiologis Dan Psikologis Terhadap Kecemasan

RESPON FISIOLOGIS DAN PSIKOLOGIS TERHADAP KECEMASAN

Respon sistem saraf otonom terhadap rasa takut dan ansietas menimbulkan aktivitas involunter pada tubuh yang termasuk dalam mekanisme pertahanan diri. Serabut saraf simpatis “ mengaktifkan” tanda-tanda vital pada setiap tanda bahaya untuk mempersiapkan pertahanan tubuh. Kelenjar adrenal melepas adrenalin (epinefrin), yang menyebabkan tubuh mengambil lebih banyak oksigen, medilatasi pupil, dan meningkatkan tekanan arteri serta frekuensi jantung sambil membuat konstriksi pembuluh darah perifer dan memirau darah dari sistem gastrointestinal dan reproduksi serta meningkatkan glikogenolisis menjadi glukosa bebas guna menyokong jantung, otot, dan sistem saraf pusat. Ketika bahaya telah berakhir, serabut saraf parasimpatis membalik proses ini dan mengembalikan tubuh ke kondisi normal sampai tanda ancaman berikutnya mengaktifkan kembali respons simpatis (Videbeck, 2008).

Ansietas menyebabkan respons kognitif, psikomotor, dan fisiologis yang tidak nyaman, misalnya kesulitan berpikir logis, peningkatan aktivitas motorik, agitasi, dan peningkatan tanda-tanda vital. Untuk mengurangi perasaan tidak nyaman, individu mencoba mengurangi tingkat ketidaknyaman tersebut dengan melakukan perilaku adaptif yang baru atau mekanisme pertahanan. Perilaku adaptif dapat menjadi hal yang positif dan membantu individu beradaptasi dan belajar, misalnya : menggunakan teknik imajinasi untuk memfokuskan kembali perhatian pada pemandangan yang indah, relaksasi tubuh secara berurutan dari kepala sampai jari kaki, dan pernafasan yang lambat dan teratur untuk mengurangi ketegangan otot dan tanda-tanda vital. Respons negatif terhadap ansietas dapat menimbulkan perilaku maladaptif, seperti sakit kepala akibat ketegangan, sindrom nyeri, dan respons terkait stress yang menimbulkan efisiensi imun (Videbeck, 2008).

Ansietas dapat disampaikan dari satu individu kepada individu lain melalui kata-kata, misalnya mendengar seorang berteriak “kebakaran” di ruang yang penuh sesak atau mendengar suara bergetar dari ibu yang tidak dapat menemukan anaknya di mal yang padat. Ansietas dapat disampaikan secara nonverbal melalui empati, suatu kesadaran menepatkan diri pada posisi orang lain untuk beberapa waktu (Sullivan, dalam Videbeck, 2008).

Ketika individu menjadi cemas, mereka menggunakan mekanisme pertahanan untuk mengurangi rasa cemas. Mekanisme pertahanan merupakan distorsi kognitif yang digunakan oleh seseorang untuk mempertahankan rasa kendali terhadap situasi yang menimbulkan stress. Proses ini mencakup muslihat diri, kesadaran yang terbatas terhadap situasi, atau komitmen emosional yang kurang. Kebanyakan mekanisme pertahanan timbul dari alam bawah sadar sehingga individu tidak sadar menggunakannya. Ketika pasien tidak dapat menjelaskan kecelakaan yang baru saja dialaminya, pikirannya sedang menggunakan mekanisme represi (melupakan peristiwa yang menakutkan secara tidak sadar).

Beberapa individu menggunakan mekanisme pertahanan secara berlebihan dan hal ini menghentikan mereka mempelajari berbagai metode yang tepat untuk mengatasi situasi yang menimbulkan ansietas. Ketergantungan pada satu atau dua mekanisme pertahanan juga dapat menghambat pertumbuhan emosional, menyebabkan buruknya keterampilan menyelesaikan masalah, dan menimbulkan kesulitan menjalin hubungan.

TINGKAT KECEMASAN

Ada empat tingkat kecemasan (Peplau, dalam Videbeck, 2008), yaitu kecemasan ringan, sedang, berat dan panik. Pada masing-masing tahap, individu memperlihatkan perubahan perilaku, kemampuan kognitif, dan respons emosional ketika berupaya menghadapi kecemasan.

KECEMASAN RINGAN :

Respons fisik : ketegangan otot ringan, sadar akan lingkungan, rileks atau sedikit gelisah, penuh perhatian dan rajin.

Respons kognitif : lapang emosional luas, terlihat tenang dan percaya diri, perasaan gagal sedikit, waspada dan memerhatikan banyak hal, mempertimbangkan informasi, tingkat pembelajaran optimal.

Respons emosional : perilaku otomatis, sedikit tidak sadar, ativitas menyendiri, terstimulasi dan tenang.

KECEMASAN SEDANG :

Respons fisik : ketegangan otot sedang, tanda-tanda vital meningkat, pupil dilatasi, mulai berkeringat, sering mondar-mandir, memukul tangan, suara berubah : bergetar, nada suara tinggi, kewaspadaan dan ketegangan meningkat, sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung.

Respons kognitif : lapang persepsi menurun, tidak perhatian secara selektif, focus terhadap stimulus meningkat, rentang perhatian menurun, penyelesaian masalah menurun, pembelajaran terjadi dengan memfokuskan.

Respons emosional : tidak nyaman, mudah tersinggung, kepercayaan diri goyah, tidak sabar dan gembira.

Pada kecemasan ringan dan sedang, individu dapat memproses informasi, belajar, dan menyelesaikan masalah. Pada kenyataannya, tingkat kecemasan memotivasi pembelajaran dan perubahan perilaku. Keterampilan kognitif mendominasi.

KECEMASAN BERAT :

Respons fisik : ketegangan otot berat, hiperventilasi, kontak mata buruk, pengeluaran keringat meningkat, bicara cepat, nada suara tinggi, tindakan tanpa tujuan dan serampangan, rahang menegang, menggertakkan gigi, kebutuhan ruang gerak meningkat, mondar-mandir, berteriak, meremas tangan dan gemetar.

Respons kognitif : lapang persepsi terbatas, proses berpikir terpecah-pecah, sulit berpikir, penyelesaian masalah buruk, tidak mampu mempertimbangan informasi, hanya memerhatikan ancaman, preokupasi dengan pikiran sendiri, dan egosentris.

Respons emosional : sangat cemas, agitasi, takut, bingung, merasa tidak adekuat, menarik diri, penyangkalan dan ingin bebas.

PANIK :

Respons fisik : flight, fight, atau freeze, ketegangan otot sangat berat, agitasi motorik kasar, pupil dilatasi, tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun, tidak dapat tidur, hormone stress dan neurotransmitter berkurang, wajah menyeringai, mulut ternganga.

Respons kognitif : persepsi sangat sempit, pikiran tidak logis, terganggu, kepribadian kacau, tidak dapat menyelesaikan masalah, focus pada pikiran sendiri, tidak rasional, sulit memahami stimulus eksternal, halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi.

Respons emosional : merasa terbebani, merasa tidak mampu, tidak berdaya, lepas kendali, mengamuk, putus asa, marah, sangat takut, mengharapkan hasil yang buruk, kangen, takut dan lelah.

Ketika individu mengalami kecemasan berat dan panik, keterampilan bertahaan yang lebih sederhana mengambil alih, respons defensif terjadi, dan keterampilan kognitif menurun signifikan. Individu yang mengalami kecemasan berat sulit berpikir dan melakukan pertimbangan, otot-ototnya menjadi tegang, tanda-tanda vital meningkat, dan mondar-mandir, memperlihatkan kegelisahan, iritabilitas, dan kemarahan, atau menggunakan cara psikomotor-emosional yang sama lainnya untuk melepas ketegangan. Dalam keadaan panic, alam psikomotor-emosional individu tersebut mendominasi, disertai respons fight, flight, atau freeze. Lonjakan adrenalin menyebabkan tanda-tanda vital sangat meningkat, pupil membesar untuk memungkinkan lebih banyak cahaya yang masuk, dan satu-satunya proses kognitif berfokus pada pertahanan individu tersebut.

Referensi :

Videbeck, 2008_Buku Ajar Keperawatan Jiwa.

2 komentar:

ely mengatakan...

tQ buat postingnya....bermanfaat banget,

Unknown mengatakan...

Terima kasih,..