PENTINGNYA MOBILISASI DINI PADA PASIEN
POST OPERASI SEKSIO SESAREA
Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2001). Tindakan operasi seksio sesarea, biasanya dilakukan bila ada indikasi pada ibu yaitu panggul sempit absolute, tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi, stenosis serviks/vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik dan ruptur uteri membakat, sedangkan indikasi dari janin berupa kelainan letak dan gawat janin (Wiknjosastro, 2000). Saat ini seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi tindakan seksio sesarea semakin sering dilakukan.
Di Amerika Serikat, lebih dari 20% bayi dilahirkan melalui operasi sesarea (Arianto, 2009). Di tahun 2000 dilaporkan di dunia ini wanita melahirkan dengan seksio sesarea meningkat 4 kali dibandingkan 10 tahun sebelumnya, dilihat dari angka kejadian seksio sesarea dilaporkan di Amerika Serikat persalinan dengan seksio sesarea sebanyak 35% dari seluruh persalinan, Australia 35%, Skotlandia 43% dan Perancis 28%. Di Indonesia jumlah persalinan seksio sesarea juga mengalami peningkatan tahun 2005, jumlah persalinan dengan seksio sesarea sebanyak 8% dari seluruh persalinan, tahun 2006 15% dan tahun 2007 sebanyak 21%.
Menurut Bensons dan Pernolls (dalam Evariny, 2009), angka kematian pada operasi sesarea adalah 40-80 tiap 100.000 kelahiran hidup. Angka ini menunjukkan risiko 25 kali lebih besar dibanding persalinan per vaginam. Bahkan untuk kasus karena infeksi mempunyai angka 80 kali lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan per vaginam. Komplikasi tindakan anestesi sekitar 10 persen dari seluruh angka kematian ibu. Komplikasi lain yang dapat terjadi saat tindakan operasi sesarea dengan frekuensi di atas 11% antara lain: cedera kandung kemih, cedera pada rahim, cedera pada pembuluh darah, cedera pada usus dan dapat pula cedera pada bayi. Komplikasi yang jarang tetapi fatal adalah komplikasi emboli air ketuban yang dapat terjadi selama tindakan operasi, yaitu masuknya cairan ketuban ke dalam pembuluh darah terbuka yang disebut sebagai embolus. Komplikasi lain yang dapat terjadi sesaat setelah operasi sesarea adalah infeksi yang banyak disebut sebagai morbiditas pasca operasi. Kurang lebih 90% dari morbiditas pasca operasi disebabkan oleh infeksi (infeksi pada rahim atau endometritis, alat-alat berkemih, dan luka operasi).
Operasi seksio sesarea merupakan bedah abdomen mayor dan memerlukan anestesi, baik anestesi umum maupun lokal. Anestesi umum adalah suatu cara untuk menghilangkan kesadaran disertai hilangnya rasa sakit diseluruh tubuh disebabkan pemberian obat-obat anestesi, sedangkan anestesi lokal adalah suatu cara untuk menghilangkan rasa sakit pada sebagian dari tubuh atau pada daerah tertentu dari tubuh (Mochtar, 1998). Anestesi mempengaruhi ibu dan bayinya, bayi kelihatan lemah sampai sekitar 12 jam setelah dilahirkan. Pada saat efek anestesi habis, sakit di sekitar sayatan akan terasa (Arianto, 2009). Sedangkan menurut Nova (2008), efek samping anestesi bisa menyebabkan komplikasi seperti cedera saraf yang menyebabkan kelumpuhan ekstermitas.
Untuk mencegah komplikasi post operasi seksio sesarea ibu harus segera dilakukan mobilisasi sesuai dengan tahapannya. Oleh karena setelah mengalami seksio sesarea, seorang ibu disarankan tidak malas untuk bergerak pasca operasi seksio sesarea, ibu harus mobilisasi cepat. Semakin cepat bergerak itu semakin baik, namun mobilisasi harus tetap dilakukan secara hati-hati.
Mobilisasi adalah suatu pergerakan dan posisi yang akan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan (Sumantri, 2010). Sedangkan mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan (Soelaiman, dalam Efendi, 2008). Mobilisasi post seksio sesarea adalah suatu pergerakan, posisi atau adanya kegiatan yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan dengan persalinan sesarea. Adapun tujuan mobilisasi pada post seksio sesarea adalah untuk membantu jalannya penyembuhan pasien diikuti dengan istirahat (Sumantri, 2010).
Kebanyakan dari ibu post seksio sesarea masih mempunyai kekhawatiran kalau tubuh digerakkan pada posisi tertentu pasca operasi akan mempengaruhi luka operasi yang masih belum sembuh yang baru saja selesai dilakukan operasi. Padahal tidak sepenuhnya masalah ini perlu dikhawatirkan, bahkan justru hampir semua jenis operasi membutuhkan mobilisasi atau pergerakan badan sedini mungkin. Asalkan rasa nyeri dapat ditahan dan keseimbangan tubuh tidak lagi menjadi gangguan, dengan bergerak, masa pemulihan untuk mencapai level kondisi seperti pra pembedahan dapat dipersingkat. Dan tentu ini akan mengurangi waktu rawat di rumah sakit, menekan pembiayaan serta juga dapat mengurangi stress psikis (Kusmawan, 2008).
Bergerak akan mencegah kekakuan otot dan sendi sehingga juga mengurangi nyeri, menjamin kelancaran peredaran darah, memperbaiki pengaturan metabolisme tubuh, mengembalikan kerja fisiologis organ-organ vital yang pada akhirnya justru akan mempercepat penyembuhan luka. Menggerakkan badan atau melatih kembali otot-otot dan sendi pasca operasi di sisi lain akan memperbugar pikiran dan mengurangi dampak negatif dari beban psikologis yang tentu saja berpengaruh baik juga terhadap pemulihan fisik. Pengaruh latihan pasca pembedahan terhadap masa pulih ini, juga telah dibuktikan melalui penelitian penelitian ilmiah (Kusmawan, 2008).
Menurut Kasdu (dalam Efendi, 2008), mobilisasi dini dilakukan secara bertahap, adapun tahapan mobilisasi dini pada ibu post operasi seksio sesarea, yaitu setelah operasi, pada 6 jam pertama ibu pasca operasi seksio sesarea harus tirah baring dulu. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki. Setelah 6 – 10 jam, ibu diharuskan untuk dapat miring ke kiri dan ke kanan mencegah thrombosis dan trombo emboli. Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk. Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan (Efendi, 2008).
SUMBER :
Arianto, E., 2009, Operasi Cesar (seksio-C), (online), available : http://erwinarianto.multiply.com/journal/item/805/Operasi_Cesar_seksio-C, (18 Februari 2010).
Efendi, F., 2008, Mobilisasi Dini, (online), available : http://indonesiannursing.com/2008/05/25/mobilisasi-dini/, (1 April 2010).
Evariny, A., 2009, Operasi Sesarea, Amankah?, (online), available : http://www.hypno-birthing.web.id/?p=102, (18 Februari 2010).
Kusumawan, E., 2008, Pentingnya Bergerak Pasca Operasi, (online), available : http://spesialisbedah.com/2008/11/pentingya-bergerak-pasca-operasi/, (18 Februari 2010).
Mansjoer, A., 2001, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 1, Jakarta : Media Aesculapius.
Mochtar, R., 1998, Sinopsis Obstetri : Obstetri Operatif, Obsetri Sosial, Jilid 2, Edisi 2, Jakarta : EGC.
Nova, 2008, Seputar Obat Bius: Lain Jenis, Lain Kegunaannya, (online), available :http://www.isfinational.or.id/artikel/59/743-seputar-obat-bius-lain-jenis-lain-kegunaannya.html (26 Februari 2010).
Sumantri, B., 2010, Mobilisasi Post Seksio Sesarea, (online), available : http://bsumantri44.blogspot.com/2010/01/mobilisasi-post-seksio-sesarea.html, (18 Februari 2010).
Wiknjosastro, H., 2000, Ilmu Bedah Kebidanan, Edisi Pertama, Cetakan Kelima, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar