PENOMENA BUNUH DIRI DAN FAKTOR PENYEBAB BUNUH DIRI
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri ini meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka atau menyakiti diri sendiri (Clinton, 1995, dalam Yosep 2009). Bunuh diri merupakan masalah psikologis dunia yang sangat mengancam. Kasus bunuh diri bukan hanya dilakukan oleh orang dewasa saja, tetapi juga merambah pada usia anak-anak dan remaja. Masalah yang sering dijumpai pada bunuh diri adalah krisis yang menyebabkan penderitaan yang berat dan perasaan putus asa dan tidak berdaya, konflik antara bertahan untuk hidup dan stress yang tidak dapat ditahan, sempitnya pilihan yang dimiliki dan harapan untuk membebaskan diri.
Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan bahwa satu juta orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau setiap 40 detik. Bunuh diri juga termasuk satu dari tiga penyebab utama kematian pada usia 15-34 tahun, selain karena faktor kecelakaan. Sejak tahun 1958 dari 100.000 penduduk Jepang 25 orang di antaranya meninggal akibat bunuh diri. Urutan pertama diduduki Jerman dengan angka 37 orang per 100.000 penduduk. Di Amerika dilaporkan tiap 24 menit seorang meninggal akibat bunuh diri dan setiap tahunnya 30.000 orang meninggal akibat bunuh diri. Di Benua Asia, Jepang dan
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya dan memerlukan penanganan segera (Stuart dan Laraia, 1998, dalam Mustikasari, 2007). Hampir 90% individu yang melakukan bunuh diri didiagnosa mengalami gangguan psikologis, dan yang paling utama adalah depresi, skizofrenia, dan ketergantung serta penyalahgunaan alkohol (Duberstein & Conwell, dalam Wangmuba, 2009). Sedangkan angka percobaan bunuh diri mencapai 10-20 kali bunuh diri. Gangguan kesehatan jiwa menjadi faktor predisposisi terpenting terjadinya bunuh diri, karena mereka yang terkena gangguan jiwa ternyata 10 kali berisiko melakukan bunuh diri dibanding yang tidak mengalami gangguan jiwa (Fadilah, 2006). Hal ini juga didukung oleh studi yang dilakukan WHO yang melaporkan bahwa angka kematian tertinggi pada kasus skizofrenia disebabkan karena bunuh diri. Sedangkan menurut Keliat, 1993 (dalam Mustikasari, 2007) penyebab perilaku bunuh diri pada individu gangguan jiwa karena stress yang tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalahnya.
Menurut Yosep (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi bunuh diri pada klien dengan gangguan jiwa adalah faktor mood dan biokimia otak; faktor meniru dan pembelajaran; faktor isolasi sosial dan human relations; faktor hilangnya perasaan aman dan ancaman kebutuhan dasar; dan faktor relegiusitas.
DAFTAR PUSTAKA
Maramis, W.F., 2005, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Cetakan kesembilan, Surabaya : Airlangga University Press.
Mustikasari, 2007, Penelitian Bunuh Diri, (online), available : http://www.inna-ppni.or.id/index.php?name=News&file=print&sid=175 Diakses 7 Oktober 2009.
Rumah Sakit Jiwa Lawang, 2007, Membangun Kesadaran-Mengurangi Resiko Gangguan Mental dan Bunuh Diri, (online), available : http://rsjlawang.com/artikel_070309a.html Diakses 7 Oktober 2009. Diakses 7 Oktober 2009.
Wangmuba, 2009, Bunuh Diri dan Psikologis, (online), available : http://wangmuba.com/2009/04/13/bunuh-diri-dan-psikologi/ Diakses 7 Oktober 2009
Yosep, I., 2009, Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar