WASPADAI BAHAYA CEDERA KEPALA
Cedera kepala adalah setiap trauma pada kepala yang menyebabkan cedera pada kulit kepala, tulang tenggorak maupun otak. Sedangkan cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara (Corwin, 2001).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya (Mansjoer, 2000).
Cedera kepala akibat trauma sering dijumpai di lapangan. Di Amerika Serikat kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus dari jumlah tersebut 10% pasien meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 pasien mengalami berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala tersebut (Fauzi, 2002). Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera kepala, dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Dua per tiga dari kasus ini berusia di bawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih dari setengah dari semua pasien cedera kepala berat mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainnya (Smeltzer and Bare, 2002).
Menurut bobotnya, cedera kepala dibagi menjadi tiga, yaitu : ringan, sedang dan berat. Yang paling banyak terjadi adalah cedera kepala ringan, yaitu 85% dari semua kasus. Selebihnya dalam kategori sedang dan berat. Cedera kepala ringan banyak tercatat di unit gawat darurat rumah sakit dan praktik dokter, yang dikenal sebagai concussion (gegar otak). Sebagian besar bisa membaik dan pulih dalam waktu 3-6 bulan, tetapi 15 % diantaranya mengalami problem kronis (gangguan) dalam emosi dan berpikir. Gangguan yang terjadi setelah pasien mengalami gangguan cedera kepala ringan dapat berupa nyeri kepala, vertigo (gangguan keseimbangan), mudah lupa, lamban, fatique (mudah lelah), serta sensitif terhadap suara dan sinar (Pujonarko, 2009).
Setelah mengalami cedera kepala, pasien berisiko mengalami cedera yang sama dan berulang 2-3 kali lipat. Hal ini disebabkan perhatian pasien berkurang, reaksi lebih lambat (lebih impulsif), dan sulit mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Cedera kepala berulang ini mengakibatkan kerusakan otak yang lebih besar. Komplikasi yang terjadi, harus diperhatikan sebagai komplikasi cedera kepala. Yang sering terjadi terutama kejang pascatrauma. Ini salah satu komplikasi serius. Insidensinya 10 %, terjadi pada awal cedera 4-25% (dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 9-42 % (7 hari setelah trauma). Komplikasi yang lain menurut penelitian William (2001) terhadap 215 pasien cedera kepala menunjukkan, pada pasien-pasien cedera kepala sedang dengan komplikasi terdapat gangguan fungsi neuropsikiatri (kejiwaan) setelah enam bulan. Ini dipengaruhi lamanya koma, lama amnesia pascatrauma, area kerusakan cedera pada otak, mekanisme cedera, dan umur (Pujonarko, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E.J. (2001) Buku Saku Patofiologi. Jakarta : EGC
Mansjoer, A. (2001) Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius.
Pujonarko, D. (2009) Mewaspadai Cedera Kepala, http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/06/11/67360/Mewaspadai-Cedera-Kepala (diperoleh 7 Juni 2010)
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol 3. Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar