Persalinan adalah
suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus
melalui vagina ke luar dunia (Mansjoer, 2001). Proses kelahiran merupakan
proses dari adaptasi atau penyesuaian bayi dengan lingkungan baru terutama
perubahan suhu tubuh yang berbeda bila dibandingkan dengan ketika bayi berada dalam rahim. Normalnya
berat badan bayi saat lahir adalah 2.500 gram – 4.000 gram. Jika berat badan
bayi kurang dari 2.500 gram, maka bayi lahir dengan berat badan rendah
(Kilapong, 2007).
Bayi berat lahir
rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500
gram. BBLR yang sering bermasalah adalah bayi yang lahir dengan berat lahir
kurang dari 1500 gram yang disebut bayi
berat badan lahir sangat rendah dan bayi dengan berat
lahir kurang dari 1000 gram yang disebut bayi berat badan lahir amat sangat rendah.
Kebanyakan dari bayi tersebut adalah kehamilan 23-33 minggu (Surasmi, 2003).
Kejadian BBLR di
setiap negara bervariasi, di negara maju seperti Eropa tahun 2009, angkanya
mencapai 5-11%, di Amerika Serikat tahun 2009 sebesar 10,7% dan di Australia tahun
2009 kejadianya 7%. Di negara berkembang, angkanya masih tinggi. Di India tahun
2009 sebesar 34%, Afrika Selatan tahun 2009 sebesar 15% dan Malaysia tahun 2009
sebesar 10%, sedangkan di Indonesia tahun 2009 angka bayi dengan BBLR secara
nasional di rumah sakit sebesar 27,9% (Simamorang, 2010). Menurut Basuki
(2009), angka BBLR di Bali termasuk yang paling rendah yaitu sebesar 5,8%.
Berat badan lahir
rendah bukanlah suatu diagnosis, akan tetapi penting untuk mengidentifikasi
kelompok bayi dengan risiko tinggi. Beberapa risiko yang sering terjadi pada
kelompok bayi ini adalah: kematian perinatal, hipotermi, hipoglikemi, masalah minum,
penyakit yang berat yang terjadi dalam beberapa hari setelah lahir
(Wisnuwardhani, 2001). Menurut Pantiawati (2010), masalah-masalah yang dapat
terjadi pada bayi BBLR diantaranya hipotermia, sindrom gawat nafas,
hipoglikemia, rentan terhadap infeksi, dan hiperbilirubinemia. Pendapat lain
dikemukakan oleh Djelantik (2001), berbagai keadaan patologis yang mangancam
hidup BBLR segera setelah lahir adalah asfiksia, hipoglikemia, dan hipotermia.
Bayi dengan
BBLR akan cepat mengalami kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia, karena
pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah
dan permukaan badan relatif luas. Oleh karena itu, bayi BBLR harus dirawat di
dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bayi dirawat
dalam inkubator maka suhu tubuh bayi dengan berat badan 2-2,5 kg
adalah 33-34 derajat celcius (Sitohang, 2004).
Pada bayi
BBLR yang sudah dinyatakan keluar dari inkubator sering mengalami perubahan
suhu, sehingga perlu di dijaga
kestabilan suhu tubuh bayi setelah penyapihan dari inkubator dan suhu tubuh bayi telah mulai stabil tetapi kenyataannya banyak yang baru
keluar dari inkubator sering terjadi hipotermia. Berdasarkan studi pendahuluan
yang dilakukan di Ruang Perinatologi RSUD Sanjiwani Gianyar, dari tanggal 5
sampai dengan 10 September 2011, dari 10 orang bayi BBLR yang keluar dari
inkubator, didapatkan sebanyak 7 orang (70%) yang mengalami hipotermia (suhunya
35oC) dan sebanyak 2 orang (20%) suhunya 36oC dan
sebanyak 1 orang (10%) suhunya 36,5oC. Hal ini disebabkan karena kemampuan
untuk mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas pada bayi BBLR
sangat terbatas karena pertumbuhan otot-otot belum cukup memadai.
Untuk
mengatasi hipotermia pada BBLR yang sudah keluar dari inkubator dilakukan
berbagai upaya, salah satunya dengan metode kanguru. Metode
kanguru adalah kontak kulit diantara ibu dan bayi secara dini, terus-menerus
dan dikombinasi dengan pemberian ASI eksklusif. Tujuannya adalah agar bayi tetap
hangat. Dapat dimulai segera setelah lahir atau setelah bayi stabil, dimana
suhu tubuh bayi
dikatakan stabil yaitu 36,5o-37,5oC. Metode kanguru dapat
dilakukan di rumah sakit atau di rumah setelah bayi pulang (Sudarti dan
Khoirunnisa, 2010). Menurut Usman (2008), pada dasarnya mekanisme kerja metode kanguru
adalah sama seperti perawatan canggih dalam inkubator yang berfungsi sebagai
termoregulator memberikan lingkungan yang termonetral bagi setiap neonatus
melalui aliran panas konduksi dan radiasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Usman (2008),
di Bandung tentang keunggulan metode kanguru dibanding perawatan konvensional
yang biasa dilakukan dirumah adalah pada kelompok dengan perawatan metode kanguru
tidak pernah mengalami hipotermia dibandingkan dengan kelompok kontrol yang
sebagian ada yang mengalami hipotermia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar