Sabtu, 02 Juni 2012

Pengaruh Water Birth Terhadap Tingkat Nyeri Ibu Gravida Kala I fase Aktif


Indikator untuk mengukur derajat kesehatan adalah angka kesakitan dan kematian ibu. Faktor yang menyebabkan kematian ibu salah satunya adalah akibat kurangnya penanganan pada ibu hamil terutama yang disertai gangguan yang mengancam kesehatan ibu maupun janin sehingga perlu adanya penanganan yang tepat dan cepat dalam upaya menurunkan angka kematian ibu serta peningkatkan derajat kesehatan. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu guna mencapai target Millenium Development Goals (MDG’s) (Sedyaningsih, 2011).
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia tahun 2007, sebesar 228/100.000 kelahiran hidup, dimana masih jauh dari target MDG’s, sebesar 102/100.000 kelahiran hidup (Sedyaningsih, 2011).  Pada tahun 2010, cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan telah mencapai angka diatas 80% dan terjadi peningkatan yang bermakna sejak tahun 1990. Cakupan persalinan yang tinggi dan yang memenuhi standar persalinan merupakan indikator dari angka kematian ibu (Sedyaningsih, 2011). Untuk mengurangi berbagai komplikasi persalinan dan mengurangi kematian, maka berbagai upaya dilakukan untuk meringankan proses persalinan termasuk dengan tindakan sectio caesarea.
Menurut Sarmana (2009), hasil laporan Depatemen Kesehatan Amerika, sebanyak 25% dari angka kelahiran yang tercatat pada tahun itu di seluruh Amerika merupakan persalinan section caesarea. Di Indonesia angka kejadian sectio caesarea juga terus meningkat baik di rumah sakit pendidikan maupun swasta, hasil penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangukusumo Jakarta tahun 1999-2000, menyebutkan bahwa dari persalinan sebanyak 404 per bulan didapatkan 30% dengan persalinan sectio caerasea, sedangkan di Bali menurut hasil penelitian yang dilakukan Karkata (1995, dalam Sarmana, 2009), melaporkan di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali angka sectio caesar sebesar 8,06%. Tindakan operasi sectio caesarea menjadi pilihan bagi ibu-ibu hamil didaerah perkotaan, disebabkan adanya rasa sakit yang ditimbulkan saat melahirkan dan untuk mengurangi rasa sakit tersebut maka dipilihlah tindakan operasi, tidak jarang tindakan sectio caesarea atas permintaan sendiri oleh ibu semakin meningkat, meskipun secara medis tidak ada indikasi.
            Pada persalinan, lamanya durasi pengeluaran bayi dapat dipengaruhi oleh rasa sakit yang dialami ibu akibat faktor fisik dan faktor psikologis. Rasa sakit akibat faktor fisik disebabkan oleh proses peregangan dan pelebaran mulut rahim yang terjadi ketika otot-otot rahim menegang selama kontraksi untuk mendorong bayi keluar (Danuatmaja dan Meiliasari, 2004). Selain disebabkan oleh faktor fisik, nyeri dapat juga disebabkan oeh faktor psikologis seperti rasa cemas dan rasa takut yang biasanya dialami oleh ibu primigravida yang belum memiliki pengalaman melahirkan maupun pada ibu multigravida yang sudah mempunyai pengalaman melahirkan. Kecemasan dan rasa takut menyebabkan peningkatan tegangan otot dan gangguan aliran darah menuju otak dan otot selama proses persalinan. Hal tersebut menyebabakan tegangan pada otot pelvis, kontraksi uterus terganggu (Yuliatun, 2008).
            Nyeri persalinan yang tidak di tangani secara adekuat menyebabkan ketidaknyamanan ibu dan akan mempengaruhi proses persalinan, karena manyebabkan ibu mengejan tanpa dapat kontrol. Ketidaknyamanan akan lebih dirasakan pada primigravida (wanita yang baru pertama kali melahirkan), karena pada primigravida nyeri tersebut merupakan suatu kesengsaraan yang lebih, dan pengalaman pertama ibu sehingga belum tahu bagaimana cara menanggulangi nyeri dengan cepat (Cohen, 1991).
            Menurut Wiknjosastro, dkk (2005) menyatakan bahwa kebebasan dari rasa takut dan cemas dapat memperlancar persalinan. Terdapat metode farmakologi dan nonfarmakologi yang dapat dipergunakan untuk mengatasi hal tersebut. Metode farmakologi yang dapat digunakan seperti pemberian obat-obatan analgesia dapat mengurangi bahkan menghilangkan rasa sakit, namun dapat berefek samping terhadap kemajuan persalinan. Ibu dapat kehilangan reflex mengedan (Bobak dkk, 2005). Selain itu, ibu mungkin mengalami kesulitan untuk melahirkan bayinya karena hanya mengandalkan otot perut dan mendorongnya saat kontraksi (Danuatmaja dan Meiliasari, 2004).
            Saat ini melahirkan pervaginam dengan metode nonfarmakologi telah berkembang cukup pesat dengan tujuan memberi rasa nyaman, mengurangi nyeri mengurangi perasaan cemas, dan menegangkan bahkan mempersingkat persalinan. Beberapa metode nonfarmakologi yang dapat dipergunakan antara lain hypnobirthing, metode Lamaze, pijat aromaterapi, serta water birth (Danuatmaja dan Meiliasari, 2004; Yuliatum, 2008).
            Water birth merupakan salah satu metode nonfarmakologi yang dapat digunakan untuk menciptakan kenyamanan dan relaksasi selama persalinan (Lowdermik dan Perry, 2006). Water birth merupakan metode alaternatif persalinan pervaginam, dimana ibu hamil aterm tanpa komplikasi bersalin di dalam kolam berisi air hangat dengan suhu antara 340 – 370 C. Suhu tersebut disesuaikan dengan suhu di dalam rahim dengan tujuan mengurangi rasa nyeri kontraksi dan memberi rasa nyaman (Bidan Kita, 2009). Selain itu, manfaat water birth dapat meningkatkan elastisitas vagina dan perineum (Suririnah, 2008; Harper, 2006), serta memperlebar panggul ibu sehingga prsalinan menjadi lancar dan mudah (Putri, 2010).
             Sejarah perkembangan water birth pertama ditemukan pada suatu desa di Perancis tahun 1980, dimana terjadi pengurangan distosia (yang tidak mengalami kemajuan dalam proses persalinan) akan menjadi lebih progresif dengan menggunakan metode persalinan water birth, dimana bayi akan lahir lebih mudah. Pada tahun 1985, The Family Birthing di Upland, California Selatan menyarankan wanita untuk bersalin dan melahirkan di air. Pada tahun 1991, Manadnock Community Hospital di Peterborough, New Hampshire menjadi tuan rumah sakit pertama yang membuat protokol water birth. Pada tahun 2005, terdapat lebih dari 300 rumah sakit di Amerika Serikat telah mengadopsi protokol water birth dan lebih dari ¾ dari seluruh rumah sakit di Inggris telah menyediakan water birth. Di Indonesia water birth masih baru dan mulai populer ketika Harlizon pada tahun 2006 melahirkan dengan metode ini, di San Marie Family Healthcare, Jakarta ditangani oleh Samsudin dan Pringgadini. Di Bali telah ada sejak tahun 2003, Robin Lim dari Klinik Yayasan Bumi Sehat, Desa Nyuh Kuning, Ubud Bali telah menanggani lebih dari 400 kasus water birth per tahun. Sementara Rumah Sakit Umum di Bali yang pertama kali menyediakan fasilitas water birth adalah Rumah Sakit Umum Harapan Bunda-Maternity Hospital, Renon Denpasar-Bali (Bayunigrat, 2009). Water birth sendiri di instansi pemerintah belum begitu populer dan belum mendapat dukungan dari pemerintah, sehingga belum ada satupun rumah sakit pemerintah yang melakukan persalinan dengan cara water birth.
            Setiap tahunnya jumlah ibu yang melahirkan dengan metode persalinan water birth semakin bertambah. Hal ini karena ibu telah merasakan beberapa manfaat persalinan water birth. Para pakar kesehatan di bidang ginekologi mengakui bahwa water birth memiliki kelebihan dibanding metode melahirkan yang lain. Penelitian menunjukan, bahwa water birth cendrung mempercepat keseluruhan proses persalinan (Danuatmaja dan Meiliasari, 2004).

Tidak ada komentar: