Sabtu, 02 Juni 2012

Pengaruh Terapi Kerja Terhadap Kemampuan Perawatan Diri Klien Harga Diri Rendah

Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju, modern dan industri. Keempat masalah utama tersebut adalah penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa, dan kecelakaan (Mardjono, dalam Hawari, 2009). Gejala gangguan jiwa, terutama skizofrenia dibagi dalam dua katagori utama, yaitu gejala positif atau gejala nyata, mencakup: waham, halusinasi, disorganisasi pikiran, bicara dan perilaku yang tidak teratur, serta gejala negatif atau gejala samar seperti: afek datar, tidak memiliki kemauan, dan menarik diri dari masyarakat atau rasa tidak nyaman, perasaan negatif terhadap dirinya atau harga diri rendah (Videbeck, 2008).
Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) Depertemen Kesehatan dan World Health Organization (WHO) tahun 2010 memperkirakan tidak kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa ditemukan di dunia. Bahkan berdasarkan data studi World Bank dibeberapa negara menunjukkan 8,1% dari kesehatan global masyarakat (Global Burden Disease) menderita gangguan jiwa. Harga diri rendah merupakan gangguan konsep diri dimana klien menganggap dirinya selalu rendah, sebanyak 5-7% dari populasi didunia menderita harga diri rendah. Depertemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010, menyatakan jumlah penderita gangguan jiwa di indonesia mencapai 2,5 juta yang terdiri dari pasien harga diri rendah, diperkirakan sekitar 60% menderita harga diri rendah di Indonesia. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jukarnain (2011) di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2010, sebanyak 7.897 klien gangguan jiwa dan sebanyak 1.467 orang (18,6%) klien harga diri rendah, sebesar 65% (2.257 orang klien) yang perawatan dirinya kurang.
Harga diri rendah merupakan suatu evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dan dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (Towsend, 1998). Fitria (2009) dan Yosep (2009) mengungkapkan tanda dan gejala dari klien dengan harga diri rendah adalah klien mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna,  merasa tidak mampu, tidak semangat untuk beraktivitas atau bekerja dan malas melakukan perawatan diri (mandi, berhias, makan atau toileting). Perawatan diri merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat penting diperhatikan pada setiap individu termasuk klien gangguan jiwa, oleh karena perawatan diri merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus diperhatikan pada klien.
Berdasarkan data di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Bali selama tiga bulan terakhir, dari bulan Mei sampai dengan Juli 2011, rata-rata klien yang mengalami rawat inap sebanyak 266 orang, 92% (245 orang) diantaranya skizofrenia dan dari 245 orang tersebut, 86 orang (32%) dengan halusinasi, sebanyak 52 orang (20%) dengan menarik diri dan 38 orang (14%) dengan harga diri rendah. Hasil pengamatan dilakukan peneliti pada tanggal 18 Agustus 2011, di RSJ Provinsi Bali terhadap 18 orang klien dengan harga diri rendah, sebanyak 10 orang klien harga diri rendah yang tampak mampu melakukan perawatan secara mandiri dan sebanyak 8 orang yang melakukan perawatan diri dengan bantuan atau bimbingan petugas. Aktivitas yang biasa dilakukan klien harga diri rendah di ruangan lebih banyak tiduran dan berdiam diri di tempat tidur, jarang serta tidak mau melakukan aktivitas sehari-hari di ruangan.
Perawatan diri klien yang kurang disebabkan oleh karena klien mengalami kelemahan kemampuan atau penurunan kemauan dalam melakukan atau melengkapi perawatan diri secara mandiri, seperti mandi, berpakaian, makan dan buang air besar atau buang air kecil. Klien harga diri rendah perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius, walaupun jumlahnya lebih sedikit dari klien menarik diri. Hal itu perlu dilakukan oleh karena harga diri rendah merupakan penyebab terjadinya masalah keperawatan menarik diri dan bila tidak ditanggulangi atau diatasi akan mengakibatkan terjadinya perilaku halusinasi.
Keterbatasan perawatan diri diakibatkan karena stressor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien, terutama pada klien harga diri rendah, sehingga dirinya tidak mampu mengurus atau merawat dirinya sendiri baik dalam hal mandi, berpakaian, berhias, makan maupun BAK dan BAB. Klien harga diri rendah bila tidak dilakukan intervensi, maka kemungkinan klien bisa mengalami masalah kerusakan interaksi sosial: menarik diri (Fitria, 2009). Marasmis (2005) menyatakan kemunduran dalam tingkat kebersihan dan kerapian, bau badan yang menjijikkan karena tidak mandi merupakan tanda dini suatu gangguan jiwa, termasuk pada klien dengan harga diri rendah.
Terapi okupasi atau terapi kerja dapat  mengarahkan partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan orang lain. Jenis kegiatan yang dapat dilakukan meliputi: latihan gerak badan, olahraga, kebersihan, pekerjaan sehari (merapikan tempat tidur, menyapu dan mengepel) yang dilakukan didalam ruangan. Salah satu tujuan terapi okupasi adalah mengajarkan ADL seperti makan, berpakaian, BAK dan BAB kepada klien yang termasuk dalam perawatan diri klien (Riyadi dan Purwanto, 2009). Klien harga diri rendah akan timbul gejala tidak bersemangat untuk beraktivitas dan malas melakukan perawatan diri, dengan terapi kerja akan membimbing klien untuk beraktivitas sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya yang terpendam dan tidak disalurkan selama ini. Aktivitas yang disukai dan berhasil dilaksanakan dengan baik oleh klien yang disertai dengan pujian akan meningkatkan semangat dan meningkatkan harga diri klien, harga diri yang meningkat akan memotivasi klien untuk melakukan perawatan terhadap diri. 

Tidak ada komentar: