Gangguan jiwa (mental disorder)
merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju,
modern dan industri. Keempat masalah utama tersebut adalah penyakit
degeneratif, kanker, gangguan jiwa, dan kecelakaan (Mardjono, dalam Hawari, 2009). Gejala
gangguan jiwa, terutama skizofrenia dibagi dalam dua katagori utama, yaitu
gejala positif atau gejala nyata, mencakup: waham, halusinasi, disorganisasi
pikiran, bicara dan perilaku yang tidak teratur, serta gejala negatif atau
gejala samar seperti: afek datar, tidak memiliki kemauan, dan menarik diri dari
masyarakat atau rasa tidak nyaman, perasaan negatif
terhadap dirinya atau harga diri rendah (Videbeck, 2008).
Direktur
Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) Depertemen Kesehatan dan World
Health Organization (WHO) tahun
2010 memperkirakan tidak kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa
ditemukan di dunia. Bahkan berdasarkan data studi World Bank dibeberapa negara menunjukkan 8,1% dari kesehatan global
masyarakat (Global Burden Disease)
menderita gangguan jiwa. Harga diri rendah merupakan gangguan konsep diri
dimana klien menganggap dirinya selalu rendah, sebanyak 5-7% dari
populasi didunia menderita harga diri rendah. Depertemen Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2010, menyatakan jumlah penderita gangguan jiwa di
indonesia mencapai 2,5 juta yang terdiri dari pasien harga diri rendah, diperkirakan
sekitar 60% menderita harga diri rendah di Indonesia. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Jukarnain (2011) di Rumah Sakit Khusus Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan
pada tahun 2010, sebanyak 7.897 klien gangguan jiwa dan sebanyak 1.467 orang
(18,6%) klien harga diri rendah, sebesar 65% (2.257 orang klien) yang
perawatan dirinya kurang.
Harga diri rendah
merupakan suatu evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri
yang negatif dan dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan
(Towsend, 1998). Fitria (2009) dan Yosep (2009) mengungkapkan tanda dan gejala
dari klien dengan harga diri rendah adalah klien mengungkapkan dirinya merasa
tidak berguna, merasa tidak mampu, tidak
semangat untuk beraktivitas atau bekerja dan malas melakukan perawatan diri
(mandi, berhias, makan atau toileting). Perawatan diri merupakan kebutuhan
dasar manusia yang sangat penting diperhatikan pada setiap individu termasuk klien
gangguan jiwa, oleh karena perawatan diri merupakan kebutuhan dasar manusia yang
harus diperhatikan pada klien.
Berdasarkan data di Rumah Sakit Jiwa (RSJ)
Provinsi Bali selama tiga bulan terakhir, dari bulan Mei sampai dengan Juli
2011, rata-rata klien yang mengalami rawat inap sebanyak 266 orang, 92% (245
orang) diantaranya skizofrenia dan dari 245 orang tersebut, 86 orang (32%)
dengan halusinasi, sebanyak 52 orang (20%) dengan menarik diri dan 38 orang
(14%) dengan harga diri rendah. Hasil
pengamatan dilakukan peneliti pada tanggal 18 Agustus 2011, di RSJ Provinsi
Bali terhadap 18 orang klien dengan harga diri rendah, sebanyak 10 orang klien
harga diri rendah yang
tampak mampu melakukan perawatan secara mandiri dan
sebanyak 8 orang yang
melakukan perawatan diri dengan bantuan atau bimbingan petugas. Aktivitas yang biasa dilakukan klien harga diri rendah di
ruangan lebih banyak tiduran dan berdiam diri di tempat tidur, jarang serta
tidak mau melakukan aktivitas sehari-hari di ruangan.
Perawatan diri klien yang kurang disebabkan
oleh karena klien mengalami kelemahan kemampuan atau penurunan kemauan dalam
melakukan atau melengkapi perawatan diri secara mandiri, seperti mandi,
berpakaian, makan dan buang air besar atau buang air kecil. Klien harga diri
rendah perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius, walaupun jumlahnya lebih
sedikit dari klien menarik diri. Hal itu perlu dilakukan oleh karena harga diri
rendah merupakan penyebab terjadinya masalah keperawatan menarik diri dan bila
tidak ditanggulangi atau diatasi akan mengakibatkan terjadinya perilaku
halusinasi.
Keterbatasan perawatan diri
diakibatkan karena stressor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien,
terutama pada klien harga diri rendah, sehingga dirinya tidak mampu mengurus
atau merawat dirinya sendiri baik dalam hal mandi, berpakaian, berhias, makan
maupun BAK dan BAB. Klien
harga diri rendah bila tidak dilakukan
intervensi, maka kemungkinan klien bisa mengalami masalah kerusakan interaksi
sosial: menarik diri
(Fitria, 2009). Marasmis
(2005) menyatakan kemunduran dalam tingkat kebersihan dan kerapian, bau badan
yang menjijikkan karena tidak mandi merupakan tanda dini suatu gangguan jiwa,
termasuk pada klien dengan harga diri rendah.
Terapi okupasi atau
terapi kerja dapat mengarahkan
partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan.
Terapi ini berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang,
pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri,
tidak tergantung pada pertolongan orang lain. Jenis kegiatan yang dapat
dilakukan meliputi: latihan gerak badan, olahraga, kebersihan, pekerjaan sehari
(merapikan tempat tidur, menyapu dan mengepel) yang dilakukan didalam ruangan. Salah satu
tujuan terapi okupasi adalah mengajarkan ADL seperti makan, berpakaian, BAK dan
BAB kepada klien yang termasuk dalam perawatan diri klien (Riyadi dan Purwanto,
2009). Klien harga diri rendah akan timbul gejala tidak bersemangat untuk
beraktivitas dan malas melakukan perawatan diri, dengan terapi kerja akan
membimbing klien untuk beraktivitas sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya
yang terpendam dan tidak disalurkan selama ini. Aktivitas yang disukai dan
berhasil dilaksanakan dengan baik oleh klien yang disertai dengan pujian akan
meningkatkan semangat dan meningkatkan harga diri klien, harga diri yang
meningkat akan memotivasi klien untuk melakukan perawatan terhadap diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar