1.
Pengertian
Stroke adalah suatu
sindrom yang ditandai dengan gejala
dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional
otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada
intervensi bedah atau membawa kematian), yang tidak disebabkan oleh sebab lain
selain penyebab vaskuler (Gofir, 2009).
Stroke adalah
manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun menyeluruh (global)
yang berlangsung cepat, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama lebih dari
24 jam atau menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain selain daripada
gangguan vaskular (WHO, dalam Suryati, 2010).
Stroke adalah
cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak (Corwin, 2009).
Berdasarkan uraian
tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan stroke adalah suatu
sindrom dengan manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung cepat, dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama lebih dari 24 jam yang berkaitan dengan
obstruksi aliran darah otak.
2.
Klasifikasi
Klasifikasi stroke
bermacam-macam, semuanya tergantung dari gambaran klinik, patologi anatomi,
sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini
perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda,
walaupun patogenesisnya serupa (Suryati, 2010). Adapun klasifikasi stroke,
adalah sebagai berikut:
a.
Berdasarkan patologi anatomi dan
penyebabnya:
1)
Stroke iskemik, yaitu penyakit
stroke yang terjadi oleh karena suplai darah ke otak terhambat atau berhenti.
Terdiri dari: Transient Ischemic Attack
(TIA), trombosis, emboli serebri.
2)
Stroke hemoragik yaitu penyakit
stroke yang terjadi oleh karena pecahnya pembuluh darah di otak terdiri dari
perdarahan intraserebral, perdarahan subarakhnoid.
b.
Berdasarkan stadium atau
pertimbangan waktu:
1)
Serangan iskemik sepintas (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat
gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2)
Reversible Ischemic Neurologic Defisit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu
lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
3)
Progressive stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang semakin lama makin berat.
4)
Complete stroke
Gejala klinis sudah menetap.
c.
Berdasarkan sistem pembuluh darah:
1)
Sistem karotis
2)
Sistem vertebrobasiler
Untuk penggunaan klinis
yang lebih praktis lagi adalah klasifikasi dari New York Neurologicai Institute, dimana stroke menurut mekanisme
terjadinya dibagi dalam dua bagian besar, yaitu:
a.
Stroke iskemik (85%), yang
disebabkan berdasarkan penyebabnya terdiri dari:
1)
Trombosis (75-80%).
2)
Emboli (15-20%)
3)
Lain-lain (5%): vaskulitis,
koagulopati, hipoperfusi
b.
Stroke hemoragik (10-15%) yang
terdiri dari:
1)
Perdarahan intraserebral (PIS)
2)
Perdarahan subaraknoidal (PSA)
3.
Patofisiologi
Menurut Siagian (2010),
patofisiologi stroke dibedakan menjadi 2, yaitu:
a.
Patofisiologi stroke iskemik
Stroke iskemik
terjadi karena adanya perubahan aliran darah di otak, dimana terjadi penurunan
aliran darah signifikan. Sebagai akibat menurunnya aliran darah ke sebagian otak
tertentu, maka akan terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik.
Perubahan ini dimulai ditingkat seluler, berupa perubahan fungsi dan struktur
sel yang diikuti dengan kerusakan pada fungsi utama serta integritas fisik dari
susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan kematian neuron.
Proses
patofisiologi pada cedera susunan saraf pusat akut sangat kompleks dan
melibatkan permeabilitas patologis dari sawar otak, kegagalan energi, hilangnya
homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler,
eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantai oleh radikal bebas.
b.
Patofisiologi stroke hemoragik
Perdarahan
intrakranial meliputi perdarahan parenkim otak dan perdarahan subarachnoid.
Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20% adalah stroke hemoragik,
dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subaraknoid dan perdarahan
intraserebral.
Perdarahan
intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma akibat hipertensi
maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan
batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter
100-400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah
tersebut berupa lipohialinosis,
nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang
tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah
dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arterole dan pembuliuh kapiler yang
akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume
perdarahan semakin besar.
Elemen-elemen
vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan
perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya
lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke
jaringan otak yang menyebabkan nekrosis.
Perdarahan
subarachnoid terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah,
sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. Perdarahan
subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau
perdarahan dari arteriovenous
malformation.
4.
Gejala klinis
Menurut Gofir
(2009), gejala stroke dibagi menjadi 2, yaitu gejala neurologis fokal dan
gejala neurologis global.
a.
Gejala neurologis fokal
1)
Gejala motorik
a)
Kelemahan atau kekakuan tubuh satu
sisi (hemiparesis, monoparesis dan kadang hanya mengenai
tangan)
b)
Kelumpuhan kedua sisi (simultan)
c)
Gangguan menelan
d)
Gangguan keseimbangan tubuh
2)
Gangguan berbicara atau berbahasa
a)
Kesulitan pemahaman atau ekspresi
berbahasa
b)
Kesulitan membaca (dyslexia) atau menulis
c)
Kesulitan menghitung
3)
Gangguan sensorik
Perubahan kemampuan
sensorik tubuh satu sisi (keseluruhan atau sebagian)
4)
Gangguan visual
a)
Gangguan penglihatan
b)
Pandangan ganda
5)
Gejala vestibular
Vertigo
6)
Gejala kognitif
a)
Gangguan memori
b)
Gangguan aktivitas sehari-hari
b.
Gejala neurologis global
1)
Kelumpuhan seluruh tubuh, dan atau
gangguan sensorik
2)
“Light-headedness”
3)
Pingsan
4)
“Blackouts” dengan gangguan kesadaran
5)
Inkontinesia urin maupun feses
6)
Bingung
7)
Tinnitus
5.
Diagnosis stroke
Diagnostik stroke didasarkan atas hasil
penemuan klinis, pemeriksaan tambahan dan laboratorium. Diagnosis klinis dapat ditetapkan
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologis dimana didapatkan gejala-gejala
yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda yang
sesuai dengan daerah perdarahan pembuluh darah otak tertentu (Suryati, 2010).
Pada stroke iskemik, dari anamnesa di dapat
keluhan dan gejala neurologik mendadak, tanpa adanya trauma kepala serta adanya
faktor risiko stroke. Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya defisit neurologik
fokal, ditemukan penyakit sebagai faktor risiko seperti hipertensi, kelainan
jantung dan lain-lain. Pemeriksaan tambahan berupa Computerized Tomografi (CT scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI), angiografi, dan pemeriksaan
likuor serebropsinalis dapat membantu membedakan infark dan perdarahan otak.
Pemeriksaan laboratorium, electrocardiografi dan lain-lain dapat digunakan
untuk menemukan faktor risiko.
Pada stroke hemoragik, diagnosa ditegakkan
juga didasarkan atas gejala dan tanda-tanda klinis serta hasil pemeriksaan
tambahan, dimana CT scan adalah paling terpercaya.
6.
Penatalaksanaan
Penderita yang baru
saja mengalami stroke sebaiknya segera dibawa ke rumah sakit agar dapat
diberikan penanganan yang optimal. Semakin cepat pertolongan diberikan, semakin
baik hasil yang dicapai. Menurut Misbach (dalam Suryati, 2010), prognosis
penderita sangat tergantung terutama kepada kecepatan pertolongan saat therapeutic window yang relatif sangat
pendek (±3 jam), oleh karena itu pertolongan terpadu dan rasional secara cepat,
tepat dan cermat akan menurunkan mortalitas dan morbiditas sehingga akan
meningkatkan kualitas hidup penderita.
Adapun tujuan
terapi pada fase akut, adalah:
a.
Mencegah agar stroke tidak
berlanjut atau berulang.
b.
Melakukan upaya agar cacat dapat
diatasi
c.
Mencegah terjadinya komplikasi
d.
Mencari dan mengorbati penyakit lain
yang dapat mempengaruhi perjalanan stroke.
e.
Membantu pemulihan penderita,
misalnya melalui obat-obatan, terapi fisik dan psikis.
f.
Mencegah terjadinya kematian
Penatalaksanaan
stroke terdiri atas:
a.
Penatalaksanaan stroke iskemik,
dibedakan pada fase akut dan fase pasca akut
1)
Pada fase akut, sasaran pengobatan
adalah untuk menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati dan agar
proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu fungsi otak. Tindakan dan
obat yang diberikan harus menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup. Memantau
jalan nafas, fungsi pernafasan dan sirkulasi serta penggunaan obat untuk
memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang menderita.
2)
Pada fase pasca akut, sasaran
pengobatan dititik beratkan pada tindakan rehabilitasi penderita dengan
fisioterapi. Terapi wicara dan psikoterapi serta pencegahan terulangnya stroke
dengan jalan mengobati dan menghindari faktor risiko stroke.
b.
Penatalaksanaan stroke hemoragik
Penderita biasanya
berada dalam keadaan koma, maka pengobatan dibagi dalam pengobatan umum dan
pengobatan spesifik.
1)
Pengobatan umum, dengan
memperhatikan jalan nafas dan pernafasan, menjaga tekanan darah, mencegah
terjadinya edema otak, memperhatikan balans cairan serta memperhatikan fungsi
ginjal dan pencernaan.
2)
Pengobatan spesifik, dengan
pengobatan kausal yaitu pengobatan terhadap perdarahan di otak dengan tujuan
hemostasis, misalnya dengan menggunakan asam traneksamat. Untuk stroke
hemoragik dengan perdarahan subaraknoidal, setelah lewat masa akut, dianjurkan
angiografi untuk mencari lesi sumber perdarahan, bila ditemukan maka bisa
dilakukan operasi bedah saraf.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Gofir, A. 2009. Manajemen Stroke: Evidence Based Medicine.
Yogyakarta: Pustaka Cendekia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar