Kamis, 22 Maret 2012

Penatalaksanaan Stroke


1.    Pengertian
Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa kematian), yang tidak disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler (Gofir, 2009).
Stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung cepat, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain selain daripada gangguan vaskular (WHO, dalam Suryati, 2010).
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak (Corwin, 2009).
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan stroke adalah suatu sindrom dengan manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung cepat, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama lebih dari 24 jam yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak.

2.    Klasifikasi
Klasifikasi stroke bermacam-macam, semuanya tergantung dari gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa (Suryati, 2010). Adapun klasifikasi stroke, adalah sebagai berikut:
a.    Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1)   Stroke iskemik, yaitu penyakit stroke yang terjadi oleh karena suplai darah ke otak terhambat atau berhenti. Terdiri dari: Transient Ischemic Attack (TIA), trombosis, emboli serebri.
2)   Stroke hemoragik yaitu penyakit stroke yang terjadi oleh karena pecahnya pembuluh darah di otak terdiri dari perdarahan intraserebral, perdarahan subarakhnoid.
b.    Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu:
1)   Serangan iskemik sepintas (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2)   Reversible Ischemic Neurologic Defisit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
3)   Progressive stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang semakin lama makin berat.
4)   Complete stroke
Gejala klinis sudah menetap.
c.    Berdasarkan sistem pembuluh darah:
1)   Sistem karotis
2)   Sistem vertebrobasiler
Untuk penggunaan klinis yang lebih praktis lagi adalah klasifikasi dari New York Neurologicai Institute, dimana stroke menurut mekanisme terjadinya dibagi dalam dua bagian besar, yaitu:
a.    Stroke iskemik (85%), yang disebabkan berdasarkan penyebabnya terdiri dari:
1)   Trombosis (75-80%).
2)   Emboli (15-20%)
3)   Lain-lain (5%): vaskulitis, koagulopati, hipoperfusi
b.    Stroke hemoragik (10-15%) yang terdiri dari:
1)   Perdarahan intraserebral (PIS)
2)   Perdarahan subaraknoidal (PSA)

3.    Patofisiologi
Menurut Siagian (2010), patofisiologi stroke dibedakan menjadi 2, yaitu:
a.    Patofisiologi stroke iskemik
Stroke iskemik terjadi karena adanya perubahan aliran darah di otak, dimana terjadi penurunan aliran darah signifikan. Sebagai akibat menurunnya aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka akan terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai ditingkat seluler, berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti dengan kerusakan pada fungsi utama serta integritas fisik dari susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan kematian neuron.
Proses patofisiologi pada cedera susunan saraf pusat akut sangat kompleks dan melibatkan permeabilitas patologis dari sawar otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantai oleh radikal bebas.
b.    Patofisiologi stroke hemoragik
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan parenkim otak dan perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20% adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subaraknoid dan perdarahan intraserebral.
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100-400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arterole dan pembuliuh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis.
Perdarahan subarachnoid terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation.

4.    Gejala klinis
Menurut Gofir (2009), gejala stroke dibagi menjadi 2, yaitu gejala neurologis fokal dan gejala neurologis global.
a.    Gejala neurologis fokal
1)   Gejala motorik
a)    Kelemahan atau kekakuan tubuh satu sisi (hemiparesis, monoparesis dan kadang hanya mengenai tangan)
b)   Kelumpuhan kedua sisi (simultan)
c)    Gangguan menelan
d)   Gangguan keseimbangan tubuh
2)   Gangguan berbicara atau berbahasa
a)    Kesulitan pemahaman atau ekspresi berbahasa
b)   Kesulitan membaca (dyslexia) atau menulis
c)    Kesulitan menghitung
3)   Gangguan sensorik
Perubahan kemampuan sensorik tubuh satu sisi (keseluruhan atau sebagian)
4)   Gangguan visual
a)    Gangguan penglihatan
b)   Pandangan ganda
5)   Gejala vestibular
Vertigo
6)   Gejala kognitif
a)    Gangguan memori
b)   Gangguan aktivitas sehari-hari
b.    Gejala neurologis global
1)   Kelumpuhan seluruh tubuh, dan atau gangguan sensorik
2)   Light-headedness
3)   Pingsan
4)   Blackouts” dengan gangguan kesadaran
5)   Inkontinesia urin maupun feses
6)   Bingung
7)   Tinnitus

5.    Diagnosis stroke
Diagnostik stroke didasarkan atas hasil penemuan klinis, pemeriksaan tambahan dan laboratorium. Diagnosis klinis dapat ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologis dimana didapatkan gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda yang sesuai dengan daerah perdarahan pembuluh darah otak tertentu (Suryati, 2010).
Pada stroke iskemik, dari anamnesa di dapat keluhan dan gejala neurologik mendadak, tanpa adanya trauma kepala serta adanya faktor risiko stroke. Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya defisit neurologik fokal, ditemukan penyakit sebagai faktor risiko seperti hipertensi, kelainan jantung dan lain-lain. Pemeriksaan tambahan berupa Computerized Tomografi (CT scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI), angiografi, dan pemeriksaan likuor serebropsinalis dapat membantu membedakan infark dan perdarahan otak. Pemeriksaan laboratorium, electrocardiografi dan lain-lain dapat digunakan untuk menemukan faktor risiko.
Pada stroke hemoragik, diagnosa ditegakkan juga didasarkan atas gejala dan tanda-tanda klinis serta hasil pemeriksaan tambahan, dimana CT scan adalah paling terpercaya.

6.    Penatalaksanaan
Penderita yang baru saja mengalami stroke sebaiknya segera dibawa ke rumah sakit agar dapat diberikan penanganan yang optimal. Semakin cepat pertolongan diberikan, semakin baik hasil yang dicapai. Menurut Misbach (dalam Suryati, 2010), prognosis penderita sangat tergantung terutama kepada kecepatan pertolongan saat therapeutic window yang relatif sangat pendek (±3 jam), oleh karena itu pertolongan terpadu dan rasional secara cepat, tepat dan cermat akan menurunkan mortalitas dan morbiditas sehingga akan meningkatkan kualitas hidup penderita.
Adapun tujuan terapi pada fase akut, adalah:
a.    Mencegah agar stroke tidak berlanjut atau berulang.
b.    Melakukan upaya agar cacat dapat diatasi
c.    Mencegah terjadinya komplikasi
d.   Mencari dan mengorbati penyakit lain yang dapat mempengaruhi perjalanan stroke.
e.    Membantu pemulihan penderita, misalnya melalui obat-obatan, terapi fisik dan psikis.
f.     Mencegah terjadinya kematian
Penatalaksanaan stroke terdiri atas:
a.    Penatalaksanaan stroke iskemik, dibedakan pada fase akut dan fase pasca akut
1)   Pada fase akut, sasaran pengobatan adalah untuk menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan harus menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup. Memantau jalan nafas, fungsi pernafasan dan sirkulasi serta penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang menderita.
2)   Pada fase pasca akut, sasaran pengobatan dititik beratkan pada tindakan rehabilitasi penderita dengan fisioterapi. Terapi wicara dan psikoterapi serta pencegahan terulangnya stroke dengan jalan mengobati dan menghindari faktor risiko stroke.
b.    Penatalaksanaan stroke hemoragik
Penderita biasanya berada dalam keadaan koma, maka pengobatan dibagi dalam pengobatan umum dan pengobatan spesifik.
1)   Pengobatan umum, dengan memperhatikan jalan nafas dan pernafasan, menjaga tekanan darah, mencegah terjadinya edema otak, memperhatikan balans cairan serta memperhatikan fungsi ginjal dan pencernaan.
2)   Pengobatan spesifik, dengan pengobatan kausal yaitu pengobatan terhadap perdarahan di otak dengan tujuan hemostasis, misalnya dengan menggunakan asam traneksamat. Untuk stroke hemoragik dengan perdarahan subaraknoidal, setelah lewat masa akut, dianjurkan angiografi untuk mencari lesi sumber perdarahan, bila ditemukan maka bisa dilakukan operasi bedah saraf.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Gofir, A. 2009. Manajemen Stroke: Evidence Based Medicine. Yogyakarta: Pustaka Cendekia.


Tidak ada komentar: