Senin, 19 Maret 2012

Terapi Okupasi


Terapi Okupasi
1.    Pengertian
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).

2.    Tujuan terapi okupasi
Adapun tujuan terapi okupasi menurut Riyadi dan Purwanto (2009), adalah:
a.    Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi mental.
1)    Menciptakan kondisi tertentu sehingga klien dapat mengembangkan kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan masyarakat sekitarnya.
2)     Membantu melepaskan dorongan emosi secara wajar.
3)     Membantu menemukan kegiatan sesuai bakat dan kondisinya.
4)     Membantu dalam pengumpulan data untuk menegakkan diagnosa dan terapi.
b.    Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan gerak, sendi, otot dan koordinasi gerakan.
c.    Mengajarkan ADL seperti makan, berpakaian, BAK, BAB dan sebagainya.
d.   Membantu klien menyesuaikan diri dengan tugas rutin di rumah.
e.    Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan kemampuan yang dimiliki.
f.   Menyediakan berbagai macam kegiatan agar dicoba klien untuk mengetahui kemampuan mental dan fisik, kebiasaan, kemampuan bersosialisasi, bakat, minat dan potensinya.
g. Mengarahkan minat dan hobi untuk dapat digunakan setelah klien kembali di lingkungan masyarakat.

3.    Aktivitas
Muhaj (2009), mengungkapkan aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi, sangat dipengaruhi oleh konteks terapi secara keseluruhan, lingkungan, sumber yang tersedia, dan juga oleh kemampuan si terapi sendiri (pengetahuan, keterampilan, minat dan kreativitasnya).
a.    Jenis
Jenis kegiatan yang dapat dilakukan meliputi: latihan gerak badan, olahraga, permainan tangan, kesehatan, kebersihan, dan kerapian pribadi, pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti dengan mengajarkan merapikan tempat tidur, menyapu dan mengepel), praktik pre-vokasional, seni (tari, musik, lukis, drama, dan lain-lain), rekreasi (tamasya, nonton bioskop atau drama), diskusi dengan topik tertentu (berita surat kabar, majalah, televisi, radio atau keadaan lingkungan) (Muhaj, 2009).
b.    Aktivitas
Aktivitas adalah segala macam aktivitas yang dapat menyibukan seseorang secara produktif yaitu sebagai suatu media untuk belajar dan berkembang, sekaligus sebagai sumber kepuasan emosional maupun fisik. Oleh karena itu setiap aktivitas yang digunakan harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1)  Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas. Jadi, bukan hanya sekedar menyibukkan klien.
2)   Mempunyai arti tertentu bagi klien, artinya dikenal oleh atau ada hubungannya dengan klien.
3)  Klien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa kegunaanya terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.
4)   Harus dapat melibatkan klien secara aktif walaupun minimal.
5)  Dapat mencegah lebih beratnya kecacatan atau kondisi klien, bahkan harus dapat meningkatkan atau setidaknya memelihara kondisinya.
6)   Harus dapat memberi dorongan agar klien mau berlatih lebih giat sehingga dapat mandiri.
7)   Harus sesuai dengan minat, atau setidaknya tidak dibenci olehnya.
8)   Harus dapat dimodifikasi untuk tujuan peningkatan atau penyesuaian dengan kemampuan klien.

4.    Indikasi terapi okupasi
Riyadi dan Purwanto (2009), menyatakan bahwa indikasi dari terapi okupasi sebagai berikut:
a.    Klien dengan kelainan tingkah laku, seperti klien harga diri rendah yang disertai dengan kesulitan berkomunikasi.
b.    Ketidakmampuan menginterpretasikan rangsangan sehingga reaksi terhadap rangsang tidak wajar.
c.    Klien yang mengalami kemunduran.
d.   Klien dengan cacat tubuh disertai gangguan kepribadian.
e.   Orang yang mudah mengekspresikan perasaan melalui aktivitas.
f.   Orang yang mudah belajar sesuatu dengan praktik langsung daripada membayangkan.

5.    Karakteristik aktivitas terapi
Riyadi dan Purwanto, (2009), mengemukakan bahwa karateristik dari aktivitas terapi okupasi, yaitu: mempunyai tujuan jelas, mempunyai arti tertentu bagi klien, harus mampu melibatkan klien walaupun minimal, dapat mencegah bertambah buruknya kondisi, dapat memberi dorongan hidup, dapat dimodifikasi, dan dapat disesuaikan dengan minat klien.

6.    Analisa aktivitas
Riyadi dan Purwanto (2009), menyatakan bahwa analisa dari kegiatan terapi okupasi, meliputi: jenis kegiatan yang dilakukan seperti latihan gerak badan atau pekerjaan sehari-hari, maksud dan tujuan dari kegiatan dilakukan dan manfaatnya bagi klien, sarana atau alat atau aktivitas dilakukan disesuaikan dengan jenis kegiatan yang dilakukan, persiapan terhadap sarana pendukung dan klien maupun perawat, pelaksanaan dari kegiatan yang telah direncanakan, kontra indikasi dan disukai klien atau tidak disukai yang disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh klien.

7.    Proses terapi okupasi
Adapun proses dari terapi okupasi, sebagai berikut:
a.    Pengumpulan data, meliputi data tentang identitas klien, gejala, diagnosis, perilaku dan kepribadian klien. Misalnya klien mudah sedih, putus asa, marah.
b.    Analisa data dan identifikasi masalah dari data yang telah dikaji ditegakkan diagnosa sementara tentang masalah klien maupun keluarga.
c.    Penentuan tujuan dan sasaran dari diagnosa yang ditegakkan dapat dibuat sasaran dan tujuan yang ingin dicapai.
d.   Penentuan aktivitas jenis kegiatan yang ditentukan harus disesuaikan dengan tujuan terapi.
e.    Evaluasi kemampuan klien, inisiatif, tanggungjawab, kerjasama, emosi dan tingkah laku selama aktivitas berlangsung. Dari hasil evaluasi rencanakan kembali kegiatan yang sesuai dan akan dilakukan. Evaluasi dilakukan secara periodik, misalnya 1 minggu sekali dan setiap selesai melaksanakan kegiatan.

9. Pelaksanaan Terapi
Terapi okupasi dapat dilakukan secara individu maupun kelompok tergantung dari kondisi klien dan tujuan terapi.
a.      Metode
1)   Individual: dilakukan untuk klien baru masuk, klien yang belum mampu berinteraksi dengan kelompok dan klien lain yang sedang menjalani persiapan aktivitas.
2)     Kelompok: klien dengan masalah sama, klien yang lama dan yang memiliki tujuan kegiatan yang sama. Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang (Keliat dan Akemat, 2005). Jumlah anggota kelompok kecil menurut Stuart dan Laraia (2001, dalam Keliat dan Akemat, 2005) adalah 7-10 orang, Rawlins, Williams, dan Beck (1993, dalam Keliat dan Akemat, 2005) menyatakan jumlah anggota kelompok adalah 5-10 orang. Jika anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi. Johnson (dalam Yosep, 2009) menyatakan terapi kelompok sebaiknya tidak lebih dari 8 anggota karena interaksi dan reaksi interpersonal yang terbaik terjadi pada kelompok dengan jumlah sebanyak itu. Apabila keanggotaanya lebih dari 10, maka akan terlalu banyak tekanan yang dirasakan oleh anggota sehingga anggota merasa lebih terekspos, lebih cemas, dan seringkali bertingkah laku irrasional.
b.      Waktu
Terapi dilakukan 1-2 jam setiap sesi baik metode individual maupun kelompok dengan frekuensi kegiatan per sesi 2-3 kali dalam seminggu. Setiap kegiatan dibagi menjadi 2 bagian, pertama: ½-1 jam yang terdiri dari tahap persiapan dan tahap orientasi, kedua: 1-1/2 jam yang terdiri dari tahap kerja dan tahap terminasi (Riyadi dan Purwanto, 2009).

PUSTAKA

Keliat, B.A. dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa: Terapi Akitivitas Kelompok. Jakarta: EGC.

Muhaj, K. 2009. Terapi Okupasi dan Rehabilitasi. Available: http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/01/terapi-okupasi-dan-rehabilitasi.html.

Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Tidak ada komentar: