Terapi Okupasi
1.
Pengertian
Terapi kerja atau
terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi seseorang
untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini berfokus
pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan
peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung
pada pertolongan orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).
2.
Tujuan terapi okupasi
Adapun tujuan terapi
okupasi menurut Riyadi dan Purwanto (2009), adalah:
a.
Terapi khusus untuk mengembalikan
fungsi mental.
1)
Menciptakan kondisi tertentu
sehingga klien dapat mengembangkan kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan
orang lain dan masyarakat sekitarnya.
2)
Membantu melepaskan dorongan emosi
secara wajar.
3)
Membantu menemukan kegiatan sesuai
bakat dan kondisinya.
4)
Membantu dalam pengumpulan data
untuk menegakkan diagnosa dan terapi.
b.
Terapi khusus untuk mengembalikan
fungsi fisik, meningkatkan gerak, sendi, otot dan koordinasi gerakan.
c.
Mengajarkan ADL seperti makan,
berpakaian, BAK, BAB dan sebagainya.
d.
Membantu klien menyesuaikan diri
dengan tugas rutin di rumah.
e.
Meningkatkan toleransi kerja,
memelihara dan meningkatkan kemampuan yang dimiliki.
f. Menyediakan berbagai macam
kegiatan agar dicoba klien untuk mengetahui kemampuan mental dan fisik,
kebiasaan, kemampuan bersosialisasi, bakat, minat dan potensinya.
g. Mengarahkan minat dan hobi untuk
dapat digunakan setelah klien kembali di lingkungan masyarakat.
3.
Aktivitas
Muhaj (2009),
mengungkapkan aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi, sangat dipengaruhi
oleh konteks terapi secara keseluruhan, lingkungan, sumber yang tersedia, dan
juga oleh kemampuan si terapi sendiri (pengetahuan, keterampilan, minat dan
kreativitasnya).
a.
Jenis
Jenis kegiatan yang
dapat dilakukan meliputi: latihan gerak badan, olahraga, permainan tangan,
kesehatan, kebersihan, dan kerapian pribadi, pekerjaan sehari-hari (aktivitas
kehidupan sehari-hari, seperti dengan mengajarkan merapikan tempat tidur,
menyapu dan mengepel), praktik pre-vokasional,
seni (tari, musik, lukis, drama, dan lain-lain), rekreasi (tamasya, nonton
bioskop atau drama), diskusi dengan topik tertentu (berita surat kabar,
majalah, televisi, radio atau keadaan lingkungan) (Muhaj, 2009).
b.
Aktivitas
Aktivitas adalah
segala macam aktivitas yang dapat menyibukan seseorang secara produktif yaitu
sebagai suatu media untuk belajar dan berkembang, sekaligus sebagai sumber
kepuasan emosional maupun fisik. Oleh karena itu setiap aktivitas yang
digunakan harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1) Setiap gerakan harus mempunyai
alasan dan tujuan terapi yang jelas. Jadi, bukan hanya sekedar menyibukkan
klien.
2)
Mempunyai arti tertentu bagi
klien, artinya dikenal oleh atau ada hubungannya dengan klien.
3)
Klien harus mengerti tujuan
mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa kegunaanya terhadap upaya penyembuhan
penyakitnya.
4)
Harus dapat melibatkan klien
secara aktif walaupun minimal.
5) Dapat mencegah lebih beratnya
kecacatan atau kondisi klien, bahkan harus dapat meningkatkan atau setidaknya
memelihara kondisinya.
6)
Harus dapat memberi dorongan agar
klien mau berlatih lebih giat sehingga dapat mandiri.
7)
Harus sesuai dengan minat, atau
setidaknya tidak dibenci olehnya.
8)
Harus dapat dimodifikasi untuk
tujuan peningkatan atau penyesuaian dengan kemampuan klien.
4.
Indikasi terapi okupasi
Riyadi dan Purwanto
(2009), menyatakan bahwa indikasi dari terapi okupasi sebagai berikut:
a.
Klien dengan kelainan tingkah laku,
seperti klien harga diri rendah yang disertai dengan kesulitan berkomunikasi.
b.
Ketidakmampuan menginterpretasikan
rangsangan sehingga reaksi terhadap rangsang tidak wajar.
c.
Klien yang mengalami kemunduran.
d.
Klien dengan cacat tubuh disertai
gangguan kepribadian.
e.
Orang yang mudah mengekspresikan
perasaan melalui aktivitas.
f.
Orang yang mudah belajar sesuatu
dengan praktik langsung daripada membayangkan.
5.
Karakteristik aktivitas terapi
Riyadi dan
Purwanto, (2009), mengemukakan bahwa karateristik dari aktivitas terapi okupasi,
yaitu: mempunyai tujuan jelas, mempunyai arti tertentu bagi klien, harus mampu
melibatkan klien walaupun minimal, dapat mencegah bertambah buruknya kondisi,
dapat memberi dorongan hidup, dapat dimodifikasi, dan dapat disesuaikan dengan
minat klien.
6.
Analisa aktivitas
Riyadi dan Purwanto
(2009), menyatakan bahwa analisa dari kegiatan terapi okupasi, meliputi: jenis
kegiatan yang dilakukan seperti latihan gerak badan atau pekerjaan sehari-hari,
maksud dan tujuan dari kegiatan dilakukan dan manfaatnya bagi klien, sarana
atau alat atau aktivitas dilakukan disesuaikan dengan jenis kegiatan yang
dilakukan, persiapan terhadap sarana pendukung dan klien maupun perawat,
pelaksanaan dari kegiatan yang telah direncanakan, kontra indikasi dan disukai
klien atau tidak disukai yang disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh
klien.
7.
Proses terapi okupasi
Adapun proses dari terapi
okupasi, sebagai berikut:
a.
Pengumpulan data, meliputi data
tentang identitas klien, gejala, diagnosis, perilaku dan kepribadian klien.
Misalnya klien mudah sedih, putus asa, marah.
b.
Analisa data dan identifikasi
masalah dari data yang telah dikaji ditegakkan diagnosa sementara tentang
masalah klien maupun keluarga.
c.
Penentuan tujuan dan sasaran dari
diagnosa yang ditegakkan dapat dibuat sasaran dan tujuan yang ingin dicapai.
d.
Penentuan aktivitas jenis kegiatan
yang ditentukan harus disesuaikan dengan tujuan terapi.
e.
Evaluasi kemampuan klien,
inisiatif, tanggungjawab, kerjasama, emosi dan tingkah laku selama aktivitas
berlangsung. Dari hasil evaluasi rencanakan kembali kegiatan yang sesuai dan
akan dilakukan. Evaluasi dilakukan secara periodik, misalnya 1 minggu sekali
dan setiap selesai melaksanakan kegiatan.
9.
Pelaksanaan Terapi
Terapi okupasi
dapat dilakukan secara individu maupun kelompok tergantung dari kondisi klien
dan tujuan terapi.
a.
Metode
1) Individual: dilakukan untuk klien
baru masuk, klien yang belum mampu berinteraksi dengan kelompok dan klien lain
yang sedang menjalani persiapan aktivitas.
2)
Kelompok: klien dengan masalah
sama, klien yang lama dan yang memiliki tujuan kegiatan yang sama. Jumlah
anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya berkisar
antara 5-12 orang (Keliat dan Akemat, 2005). Jumlah anggota kelompok kecil
menurut Stuart dan Laraia (2001, dalam Keliat dan Akemat, 2005) adalah 7-10
orang, Rawlins, Williams, dan Beck (1993, dalam Keliat dan Akemat, 2005)
menyatakan jumlah anggota kelompok adalah 5-10 orang. Jika anggota kelompok
terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan
perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi
informasi dan interaksi yang terjadi. Johnson (dalam Yosep, 2009) menyatakan
terapi kelompok sebaiknya tidak lebih dari 8 anggota karena interaksi dan
reaksi interpersonal yang terbaik terjadi pada kelompok dengan jumlah sebanyak
itu. Apabila keanggotaanya lebih dari 10, maka akan terlalu banyak tekanan yang
dirasakan oleh anggota sehingga anggota merasa lebih terekspos, lebih cemas,
dan seringkali bertingkah laku irrasional.
b.
Waktu
Terapi dilakukan 1-2 jam setiap sesi baik
metode individual maupun kelompok dengan frekuensi kegiatan per sesi 2-3 kali
dalam seminggu. Setiap kegiatan dibagi menjadi 2 bagian, pertama: ½-1 jam yang
terdiri dari tahap persiapan dan tahap orientasi, kedua: 1-1/2 jam yang terdiri
dari tahap kerja dan tahap terminasi (Riyadi dan
Purwanto, 2009).
PUSTAKA
Keliat, B.A. dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa: Terapi Akitivitas Kelompok.
Jakarta: EGC.
Muhaj, K. 2009. Terapi Okupasi dan Rehabilitasi. Available: http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/01/terapi-okupasi-dan-rehabilitasi.html.
Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar