1.
Pengertian
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas
diri, lokasi dan waktu (Corwin, 2009). Penurunan kesadaran adalah keadaan
dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga atau tidak terbangun
secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap
stimulus. Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana
seseorang mengenal atau mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya.
Sedangkan menurut Smeltzer dan Bare (2001), ketidaksadaran adalah kondisi
dimana fungsi serebral terdepresi, direntang dari stupor sampai koma.
2.
Tingkat kesadaran
Menurut Shocker (2008), tingkat kesadaran
atau responsivitas dikaji secara teratur karena perubahan pada tingkat
kesadaran mendahului semua perubahan tanda vital dan neurologik lain.
Pemeriksaan tingkat
kesadaran dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Tingkat
kesadaran kuantitatif ditentukan dengan menilai GCS (Glasgow
Coma Scale), dimana GCS adalah suatu skala untuk menilai secara kuantitatif
tingkat kesadaran seseorang dan kelainan neurologis yang terjadi. Ada tiga
aspek yang dinilai, yaitu reaksi membuka mata (eye opening), reaksi berbicara (verbal
respons), dan reaksi gerakan lengan serta tungkai (motor respons). Adapun penilaian untuk nilai GCS, adalah sebagai
berikut:
Tabel 1
Glasgow Coma Scale (GCS)
Respon
|
Nilai
|
a.
Membuka Mata
1)
Spontan
2)
Terhadap bicara (suruh pasien membuka
mata)
3)
Dengan rangsang nyeri (tekan
pada saraf supraorbita atau kuku)
4)
Tidak ada reaksi (dengan
rangsang nyeri pasien tidak membuka mata
|
4
3
2
1
|
b.
Respon verbal (bicara)
1)
Baik dan tidak ada disorientasi (dapat
menjawab dengan kalimat yang baik dan tahu dimana ia berada)
2)
Kacau/confused (dapat bicara dengan kalimat, namun ada disorientasi waktu dan tempat)
3)
Tidak tepat (dapat mengucapkan
kata-kata, namun tidak berupa kalimat dan tidak tepat)
4)
Mengerang (tidak mengucapkan
kata, hanya suara mengerang)
5)
Tidak ada jawaban
|
5
4
3
2
1
|
c.
Respon motorik (gerakan)
1)
Menurut perintah (misalnya:
suruh pasien angkat tangan)
2)
Mengetahui lokasi nyeri (berikan
rangsang nyeri, misalnya menekan dengan jari pada supraorbita. Bila oleh rasa
nyeri pasien mengangkat tangannya sampai melewati dagu untuk maksud menapis
rangsang tersebut berarti ia dapat mengetahui lokasi nyeri)
3)
Reaksi menghindar
4)
Reaksi fleksi (berikan nyeri,
misalnya menekan dengan obyek yang keras, seperti balpoint, pada jari kuku.
Bila sebagai jawaban siku memfleksi, terdapat reaksi fleksi terhadap nyeri
(fleksi pada pergelangan tangan mungkin ada atau tidak ada)
5)
Reaksi ekstensi (dengan rangsang
nyeri tersebut diatas terjadi ekstensi pada siku. Ini selalu disertai fleksi
spatik pada pergelangan tangan)
6)
Tidak ada reaksi
|
6
5
4
3
2
1
|
Menurut Ruhyanudi (2011), adapun
tingkat kesadaran kualitatif adalah sebagai berikut:
a.
Komposmentis (conscious)
Komposmentis adalah suatu keadaan sadar penuh atau
kesadaran normal, pasien dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
b.
Apatis
Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikap acuh tak acuh.
c.
Delirium,
yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
d.
Somnolen (Obtundasi,
letargi)
Somnolen adalah kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah
tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan)
tetapi jatuh tertidur lagi, mampu menjawab verbal.
e.
Sopor atau stupor
Suatu keadaan
dengan rasa ngantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan rangsang
yang kuat, singkat dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri
pasien tidak dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak
konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari pasien. Gerak
motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.
f.
Koma ringan atau semi koma
Pada keadaan ini,
tidak ada respon terhadap rangsang verbal. Refleks (kornea, pupil dan
sebagainya) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respon terhadap
rangsang nyeri. Reaksi terhadap rangsang nyeri tidak terorganisasi, merupakan
jawaban primitif. Pasien sama sekali tidak dapat dibangunkan.
g.
Koma (comatose)
Koma, yaitu tidak
bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon
kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).
3.
Perawatan pasien tidak sadar
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), tindakan
keperawatan pada pasien dengan penurunan kesadaran atau pasien tidak sadar,
adalah sebagai berikut:
a.
Mempertahankan jalan nafas
Pertimbangan paling
penting dalam penatalaksanaan pasien tidak sadar adalah menetapkan jalan nafas
adekuat dan menjamin ventilasi. Obstruksi jalan nafas adalah risiko yang
dihadapi pasien tidak sadar karena epiglotis dan lidah mungkin rileks, yang
menyumbat orofaring atau pasien mungkin mengaspirasi muntah atau sekresi
nasofaring.
b.
Mempertahankan keamanan
Untuk perlindungan
pasien, pagar tempat tidur diberi bantalan dan ditinggikan sepanjang waktu.
Setiap tindakan yang ada dan tepat untuk menenangkan pasien gelisah harus
dilakukan.
c.
Mempertahankan keseimbangan cairan
dan nutrisi
Pasien dikaji untuk
status hidrasi, membran mukosa diperiksa dan kulit dikaji untuk turgor
jaringan. Kebutuhan cairan pasien ini awalnya terpenuhi dengan memberikan
cairan intravena dan kemudian dengan pemberian makan nasogastrik atau gastrotomi.
d.
Mempertahankan kesehatan membran
mukosa oral
Mulut pasien di
inspeksi untuk mengetahui adanya kekeringan, inflamasi, dan adanya bibir
pecah-pecah. Pasien tidak sadar memerlukan perawatan oral karena adanya risiko
parotitis bila mulut tidak dipertahankan bersih. Mulut dibersihkan dan dibilas
dengan hati-hati untuk menghilangkan sekresi dan krusta serta mempertahankan
membran mukosa lembab.
e.
Mempertahankan integritas kulit
Pencegahan
kerusakan kulit memerlukan pengkajian dan intervensi keperawatan kontinu.
Perhatian khusus diberikan pada pasien tidak sadar karena mereka sensitif pada
rangsang eksternal.
f.
Mempertahankan integritas kornea
Beberapa pasien
tidak sadar berbaring dengan mata terbuka dan mempunyai refleks kornea yang
tidak adekuat atau tidak ada. Kornea mungkin mengalami iritasi yang menimbulkan
keratitis dan ulkus kornea.
g.
Mencapai termoregulasi
Demam tinggi pada
pasien tidak sadar dapat disebabkan oleh infeksi traktus urinarius atau pernafasan,
reaksi obat, atau kerusakan pada pusat pengaturan hipotalamik. Peningkatan suhu
ringan dapat disebabkan oleh dehidrasi.
h.
Mencegah retensi urinarius
Pasien tidak sadar
baik yang kontinen atau mengalami retensi urinarius. Kandung kemih pasien dipalpasi
dengan sering untuk menentukan apakah ada retensi urinarius, karena kandung
kemih penuh mungkin menyebabkan inkontinesia.
i.
Meningkatkan fungsi defekasi
Abdomen dikaji
untuk adanya distensi dengan mendengarkan bising usus dan mengukur lingkar
abdomen dengan pita pengukur. Ada risiko diare karena infeksi, antibiotik, dan
cairan hiperosmolar.
j.
Meningkatkan stimulasi sensori
Stimulasi sensori
kontinu diberikan untuk membantu menimbulkan deprivasi sensori profunda untuk
mempertahankan rasa irama varian dengan mempertahankan pola makan malam dan
siang yang biasanya untuk aktivitas dan tidur.
k.
Mendukung keluarga
Keluarga dari
pasien tidak sadar bisa mengalami keadaan krisis dimana keluarga dapat
mengalami proses ansietas berat, menyangkal, marah, penyesalan yang dalam,
berduka dan rekonsiliasi, untuk itu keluarga perlu juga mendapatkan dukungan
moral dan psikologis agar tabah menghadapi kondisi pasien. Keluarga pasien
perlu diberi kekuatan untuk menerima kenyataan dengan memberikan penjelasan
mengenai kondisi pasien, kalau memungkinkan keluarga dilibatkan dalam perawatan
orang yang mereka cintai.
l.
Memantau dan penatalaksanakan
komplikasi potensial
Pnemonia, aspirasi
dan gagal pernafasan adalah komplikasi potensial pada pasien tidak sadar
sehingga pasien tidak dapat melindungi jalan nafasnya sendiri atau mengubah
posisi, batuk dan nafas dalam. Makin lama pasien tidak sadar, makin besar
risiko pasien mengalami komplikasi pulmonal, untuk itu perlu dilakukan
pemantauan yang optimal dan penatalaksanaan dari komplikasi yang dialami oleh
pasien. Tanda vital dan fungsi pernapasan pasien dipantau dengan ketat untuk
mendeteksi adanya tanda gagal pernapasan. Pasien tidak sadar dipantau dengan
ketat untuk mendeteksi kerusakan integritas kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C. dan Bare,
B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah: Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol 3. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar