Senin, 19 Maret 2012

Perilaku Kemarahan Klien Gangguan Jiwa


Perilaku Kemarahan pada Klien Gangguan Jiwa

1.    Pengertian
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan, disamping itu perilaku juga diartikan sebagai respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) (Notoatmodjo, 2007). Benyamin Bloom (dalam Notoatmodjo, 2007), perilaku manusia dibagi menjadi 3 domain, yaitu pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktik atau tindakan (practice).
Kemarahan (anger) adalah suatu emosi yang terentang mulai iritabilitas sampai agresivitas yang dialami oleh semua orang, biasanya kemarahan adalah reaksi terhadap stimulus yang tidak menyenangkan dan mengancam (Yosep, 2009).
Kemarahan adalah emosi yang normal pada manusia yakni respons emosional yang kuat dan tidak menyenangkan terhadap suatu provokasi baik nyata ataupun yang dipersepsikan individu (Videbeck, 2008). Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan Sunden, dalam Yosep, 2009).

2.    Rentang perilaku kemarahan
Perilaku atau respon kemarahan dapat berflutuatif dalam rentang adaptif sampai maladaptif. Rentang respon marah menurut Stuart dan Sundeen (dalam Sulistyowati, 2009), dimana amuk (perilaku kekerasan) dan agresif berada pada rentang maladaptif, seperti pada gambar berikut:

Respon adaptif                                                                                                   Respon Maladaptif


 
<___________________________________________________________________>

Asertif
Frustasi
Pasif
Agresif
Kekerasan

Gambar 1
Rentang Respon Kemarahan

Keterangan:
a.    Asertif, merupakan ungkapan rasa tidak setuju atau kemarahan yang dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain sehingga akan memberikan kelegaan dan tidak menimbulkan masalah. Asertif merupakan bentuk perilaku untuk menyampaikan perasaan diri dengan kepastian dan memperhatikan komunikasi yang menunjukkan respek pada orang lain (Stuart dan Laraia, 2005).
b.    Frustasi, adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan yang tidak realistis atau hambatan dalam pencapaian tujuan.
c.    Pasif, merupakan kelanjutan dari frustasi, dalam keadaan ini individu tidak menemukan alternatif lain penyelesaian masalah, sehingga terlihat pasif dan tidak mampu mengungkapkan perasaannya.
d.   Agresif, adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak destruktif tapi masih terkontrol. Perilaku yang tampak berupa muka masam, bicara kasar, menuntut, dan kasar.
e.    Amuk (perilaku kekerasan), yaitu perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri, sehingga individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Fitria (2009), mengungkapkan bahwa perbedaan perilaku atau respon kemarahan adalah sebagai berikut:
Tabel 1
Perbedaan Perilaku atau Respon Kemarahan


Pasif
Frustasi
Asertif
Agresif
Amuk
Isi pembicaraan
Negatif dan meremehkan diri, contohnya perkataan: “Dapatkah saya?”
“Dapatkah kamu?”
Lebih banyak diam, contohnya “saya malas...”
Positif dan menawarkan diri, contohnya “Saya dapat......”
“Saya akan.....”
Menyombonngkan diri, merendahkan orang lain, contohnya perkataan: “Kamu selalu....”
“Kamu tidak pernah.....”
Kata-kata kasar dan menghina “Saya pukul kamu.....”
Tekanan suara
Cepat lambat, mengeluh
Lemah
Sedang
Keras dan ngotot
Keras, membentak
Posisi badan
Menunduk kan kepala
Kadang-kadang menundukkan kepala
Tegap dan santai
Kaku, condong ke depan
Menyerang  dan posisi mau memukul
Jarak
Menjaga jarak dengan sikap acuh/mengabaikan
Menjauh
Mempertahankan jarang yang nyaman
Siap dengan jarak akan menyerang orang lain
Mendekat mau menyerang
Penampilan
Loyo, tidak dapat tenang
Sedikit tegang
Sikap tenang
Mengancam, posisi menyerang
Posisi menyerang
Kontak mata
Sedikit atau sama sekali tidak
Sedikit
Mempertahankan kontak mata sesuai dengan hubungan
Mata melotot dan dipertahankan
Mata melotot

3.    Etiologi kemarahan
Etiologi kemarahan, ada dua yaitu teori neurobiologi dan teori psikososial (Videbeck, 2008), yaitu:
a.    Teori neurobiologi
Peran neurotransmiter dalam studi tentang kemarahan telah dipelajari pada hewan dan manusia, tetapi tidak ada satu pun penyebab yang ditemukan. Hasil temuan menyatakan bahwa serotonin berperan sebagai inhibitor utama perilaku kemarahan (Videbeck, 2008).
b.    Teori psikososial
Bayi dan todler mengekspresikan diri dengan suara keras dan intens. Hal normal pada tahap pertumbuhan dan perkembangan tersebut. Temper tantrum merupakan respons yang biasa terjadi pada todler yang keinginannya tidak terpenuhi (Videbeck, 2008).

4.    Proses terjadinya kemarahan
Stres, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stres dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara, yaitu: mengungkapkan secara verbal, menekan dan menantang. Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau eksternal. Stressor internal seperti penyakit, hormonal, dendam, kesal sedangkan stressor ekternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya, hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu (disruption and loss). Terpenting adalah bagaimana seorang individu memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (personal meaning) (Videbeck, 2008).

5.    Pengkajian pada klien dengan perilaku kemarahan
Pada dasarnya pengkajian pada klien dengan perilaku kemarahan ditujukan pada semua aspek, yaitu biopsikososial-kultural-spiritual (Yosep, 2009).
a.    Aspek biologi
Respon fisiologis timbul kegiatan sistem saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin, sehingga tekanan darah meningkat, takhikardia, wajah merah, pupil melebar, dan frekuensi pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatkan kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
b.    Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin berkelahi, ngamuk, bermusuhan, sakit hati, menyalahgunakan dan menuntut. Perilaku menarik perhatian dan timbulnya konflik pada diri sendiri perlu dikaji seperti melarikan diri, bolos dari sekolah, mecuri, menimbulkan kebakaran, dan penyimpangan seksual.
c.    Aspek intelektual
Pengalaman kehidupan individu sebagain besar didapatkan melalui proses intelektual. Peran pancaindera sangat penting untuk beradaptasi pada lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman.
d.   Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan dari orang lain. Menimbulkan penolakan dari orang lain, sebagain klien menyalurkan kemarahn dengan nilai dan mengkritik tingkah laku orang lain, sehingga orang lain merasa sakit hati. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri menjauhkan dari orang lain.
e.    Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai, dan moral mempengaruhi ungkapan marah individu. Aspek tersebut mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal ini bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa. Individu yang percaya kepada Tuhan, selalu meminta kebutuhan dan bimbingan kepada-Nya.

6.    Tindakan keperawatan terhadap perilaku kemarahan
Rowlins, Williams dan Beck (dalam Sulistyowati, 2009), menyatakan bahwa tindakan penanganan perilaku kemarahan difokuskan pada aspek fisik, inteletual, emosional dan sosial spiritual. Yosep (2009), menyatakan bahwa perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan manajemen perilaku kemarahan. Intervensi dapat melalui rentang intervensi keperawatan, seperti pada gambar berikut:
 
<-------------------------------------------------------------------------------------------------->
Strategi preventif
Strategi antisipatif
Strategi pengurungan



Kesadaran diri
Komunikasi
Managemen krisis
Pendidikan klien
Perubahan lingkungan
Seclusion
Latihan asertif
Tindakan perilaku
Restrain

Psikofarmakologi


Gambar 2
Rentang Tindakan Keperawatan Terhadap Perilaku Kemarahan




Keterangan:
a.    Kesadaran diri
Perawat harus menyadari bahwa stress yang dihadapinya dapat mempengaruhi komunikasinya dengan klien. Bila perawat merasa letih, cemas, marah, atau apatis makan akan sulit baginya untuk membuat klien tertarik. Oleh karenanya, bila perawat itu sendiri dipenuhi dengan masalah, maka energi yang dimilikinya bagi klien menjadi berkurang. Untuk mencegah semua itu, maka perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervisi dengan memisahkan antara masalah pribadi dan masalah klien.
b.    Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara mengekspresikan marah yang tepat. Banyak klien yang mengalami kesulitasn mengekspresikan perasaanya, kebutuhan, hasrat, dan bahkan kesulitan mengkomunikasikan semua ini kepada orang lain. Jadi dengan berkomunikasi diharapakan agar klien mau mengekspresikan perasaannya, lalu perawat menilai apakah respon yang diberikan klien adaptif atau maladaptif, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan terapi menggambar, sehingga klien dapat mengekpresikan perasaannya melalui gambar.
c.    Latihan asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki perawat, meliputi:
1)        Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang
2)        Mengatakan “tidak” untuk sesuatu yang tidak beralasan
3)        Sanggup melakukan komplain
4)        Mengekspresikan penghargaan dengan tepat
d.   Komunikasi
Strategi komunikasi dengan klien perilaku kemarahan, yaitu:
1)        Bersikap tenang
2)        Bicara lembut
3)        Bicara tidak dengan cara menghakimi
4)        Bicara netral dan dengan cara yang konkrit
5)        Tunjukkan respek pada klien
6)        Hindari intensitas kontak mata langsung
7)        Demonstrasikan cara mengontrol situasi tanpa kesan berlebihan
8)        Fasilitasi pembicaraan klien
9)        Dengarkan klien
10)    Jangan buru-buru menginterprestasikan
11)    Jangan buat janji yang tidak dapat ditepati
e.    Perubahan lingkungan
Unit perawatan sebaiknya penyediakan berbagai aktivitas seperti: membaca, grup program yang dapat mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosial.
f.     Tindakan perilaku
Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar, dan apa saja kontribusi perawat selama perawatan.
g.    Psikofarmakologi
Intervensi farmakologi terbukti efektif dalam manajemen perilaku kekerasan. Pemberian pengobatan sebaiknya dilakukan per oral, jika kondisi klien memungkinkan. Pemberian melalui injeksi intramuskuler meningkatkan resiko efek samping trauma bagi klien. Pengobatan yang diberikan meliputi obat-obatan golongan anti ansietas dan hipnotik sedatif, antidepresi, stabilasi mood, antipsikotik dan obat-obatan golongan lainnya (Stuart dan Laraia, 2005).
h.    Managemen krisis
Bila pada waktu intervensi awal tidak berhasil, maka diperlukan intervensi yang lebih aktif dengan penanganan kedaruratan psikiatri dengan pimpinan tim krisis yang bertanggung jawab selama 24 jam.
i.      Seclusion
Pengekangan fisik merupakan tindakan yang terakhir, dimana pengekangan ada dua macam pengekangan fisik secara mekanik atau dengan isolasi klien.
j.      Restrain
Merupakan terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau manual untuk membatasi mobilitas fisik klien.

DAFTAR PUSTAKA

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP): Untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat Bagi Program S-1 Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.


Stuart, G. W. dan Laraia, M. T., 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 7th edition. St. Louis: Mosby Year Book.

Videbeck, S.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.

Tidak ada komentar: