ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
PERILAKU KEKERASAN
A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan merupakan respons terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang, ditunjukkan dengan perilaku actual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 2000).
Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang (Maramis, 2004).
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
Perilaku kekerasan atau amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan akan perhatian dan ketergantungan pada orang lain.
Perilaku kekerasan juga dapat diartikan sebagai agresi berkaitan dengan trauma pada masa anak saat lapar, kedinginan, basah, atau merasa tidak nyaman. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi secara terus menerus, maka ia menampakan reaksi berupa menangis, kejang, atau kontraksi otot, perubahan ekspresi warna kulit, bahkan mencoba menahan nafasnya (Barry, 1998). Setelah anak bertambah dewasa, maka ia akan menampakkan reaksi yang lebih keras pada saat kebutuhan-kebutuhannya tidak terpenuhi, seperti melempar barang, menjerit, menahan nafas, mencakar, merusak atau bersikap agresif terhadap barang mainannya. Bila reward dan punishment tidak dijalankan, maka ia cenderung mengganggap perbuatan tersebut benar.
Kontrol lingkungan seputar anak yang tidak berfungsi dengan baik, menimbulkan reaksi agresi pada anak yang akan bertambah kuat sampai dewasa. Sehingga bila ia merasa benci dan frustasi dalam mencapai tujuannya ia akan bertindak angesif. Hal ini akan bertambah apabila ia merasa kehilangan orang-orang yang ia cintai atau orang yang berarti. Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau kepanikan (takut). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri sering dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal disuatu sisi dan kekerasan disisi yang lain.
C. RENTANG RESPON PERILAKU KEKERASAN
Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen, 1995). Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berflutuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif.
Gambar 3. Rentang Respon Marah
D. FAKTOR PREDISPOSISI
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :
1. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanan yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permesive).
4. Bioneurologis, banyak pendapat bahwa kerusakan system limbic, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
E. FAKTOR PRESIPITASI
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
F. TANDA DAN GEJALA
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa ke rumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah. Tanda dan gejala perilaku kekerasan didapatkan dari observasi dan wawancara.
1. Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak seperti : merampas makanan, memukul jika tidak senang.
2. Wawancara : diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang dirasakan klien.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
PERILAKU KEKERASAN
H. RENCANA KEPERAWATAN
TUM :
Klien tidak melakukan tindakan kekerasan
TUK 1
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Evaluasi :
Klien mau membalas salam, menjabat tangan, menyebutkan nama, tersenyum, kontak mata.
Rencana Tindakan :
1. Beri salam /panggil nama
2. Sebutkan nama perawat.
3. Jelaskan maksud hubungan interaksi
4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
5. Beri rasa aman dan sikap empati.
6. Lakukan kontak singkat tapi sering.
TUK 2
Klien dapat mendefinisikan penyebab perilaku kekerasan,
Kriteria evaluasi :
Klien mengungkapkan perasaannya, mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal (dari diri sendiri, lingkunga/orang lain).
Rencana Tindakan :
1. Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
2. Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal.
TUK 3
Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah/jengkel, menyimpulkan tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami.
Rencana Tindakan :
1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal
2. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
3. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami klien.
TUK 4
Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, bermain peran dengan perilaku kekerasan dan dapat dilakukan cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah atau tidak.
Rencana Tindakan :
1. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien.
2. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
3. Bicarakan dengan klien, apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
TUK 5
Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien
Rencana Tindakan :
1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan klien.
2. Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan.
3. Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”
TUK 6
Klien dapat mendefinisikan cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan, Kriteria evaluasi :
Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.
Rencana Tindakan :
1. Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
2. Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat.
3. Diskusikan dengan klien cara lain sehat :
a. Secara fisik : tarik nafas dalam, jika sedang kesal/memukul bantal/kasur atau olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
b. Secara verbal : katakana bahwa anda sedang kesal/tersinggung/jekel (saya kesal anda berkata seperti itu)
c. Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif. Latihan manajemen perilaku kekerasan.
d. Secara spiritual : anjurkan klien sembahyang berdoa/ibadah : meminta pada Tuhan untuk diberi kesabaran, mengadu pada Tuhan tentang kejengkelan.
TUK 7
Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan : fisik (tarik nafas dalam, olahraga, pukul kasur/bantal), verbal (mengatakan secara langsung dengan tidak menyakiti), spiritual (sembahyang, berdoa).
Rencana Tindakan :
1. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien
2. Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
3. Bantu klien menstimulasikan tersebut (role play).
4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
5. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel/marah
6. Susun jadwal melakukan cara yang telah dipelajari
TUK 8
Klien dapat menggunakan obat dengan benar,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menyebutkan obat-obat yang diminum dan kegunaannya, klien dapat minum obat sesuai dengan program pengobatan
Rencana Tindakan :
1. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien.
2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizing dokter.
3. Jelaskan prinsip benar minum obat.
4. Jelaskan manfaat minum obat dan efek obat yang diperhatikan.
5. Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu.
6. Anjurkan klien melaporkan pada perawat/dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan.
7. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
TUK 9
Klien mendapat dukungan keluarga mengontrol perilaku kekerasan,
Kriteria evaluasi :
Keluarga klien dapat : menyebutkan cara merawat klien yang berperilaku kekerasan, mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien.
Rencana Tindakan :
1. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
2. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
3. Jelaskan cara-cara merawat klien :
a. Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.
b. Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
c. Membantu klien mengenal penyebab marah
4. Bantu keluargamendemostrasikan cara merawat klien.
5. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
TUK 10
Klien mendapat perlidungan dari lingkungan untuk mengontrol perilaku kekerasan
Rencana Tindakan :
1. Bicara tenang, gerakan tidak terburu-buru, nada suara rendah, tunjukkan kepedulian.
2. Lindungi agar klien tidak mencederai orang lain dan lingkungan.
3. Jika tidak dapat diatasi lakukan : pembatasan gerak atau pengekangan.
DAFTAR PUSTAKA
http://keperawatan-gun.blogspot.com/search/label/JIWA
Maramis, W.F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi 9, Airlangga University Press, Surabaya.
Stuart G.W. and Sundeen (1995). Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed). St. Louis Mosby Year Book.
Stuart dan Laraia (2001). Principle and Practice of Psychiatric Nursing, Edisi 6, St. Louis Mosby Year Book.
Townsend. (1998). Diagnosis Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri : pedomanan Untuk Pembuatan Rencana Keperawatan EGC, Jakarta (terjemahan).
Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Refika Aditama, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar