TRANSPLANTASI ORGAN DARI PANDANGAN AGAMA HINDU, MASALAH ETIKA DAN MORAL, ASPEK HUKUM, ASPEK ETIKA KEDOKTERAN
PENDAHULUAN
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke tempat lain pada tubunya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu. Teknik transplantasi, dimungkinkan untuk memindahkan suatu organ atau jaringan tubuh manusia yang masih berfungsi baik, baik dari orang yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, ke tubuh manusia lain. Dalam penyembuhan suatu penyakit, adakalanya transplantasi tidak dapat dihindari dalam menyelamatkan nyawa si penderita.
Transplantasi atau pencangkokan organ tubuh diantara sesama manusia, disebut juga allotransplantation, telah menyelamatkan ribuan penderita kegagalan organ utama dari kematian dan penderitaan. Ribuan kornea mata, ginjal, jantung, sumsum tulang belakang dan hati yang sehat secara fisologis, dicangkokan kepada pasien yang sebagian menghadapi keputusasaan. Kegagalan organ yang bermuara pada kematian merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting pada komunitas modern dewasa ini (Esfandiari, 2001).
Di Amerika Serikat selama periode 1990-1005, rata-rata sekitar 4.835 orang pertahun mendonorkan organ tubuhnya yang biasanya diambil segera setelah dinyatakan meninggal. Di sisi lain, menurut lembaga pengelola penghibahan organ tubuh di Amerika Serikat, Health Resources and Services Administration, lebih dari 48.000 orang menunggu uluran tangan pendonor untuk menjalani cangkok organ tubuh agar dapat diselamatkan nyawanya. Pada tahun 1996, 33.000 orang di Amerika Serikat termasuk dalam daftar tunggu untuk menerima donor ginjal, oleh karena keterbatasan donor yang bersedia, setiap tahun sekitar 3.000 orang meninggal karena gagal ginjal (Esfandiari, 2001).
Pengaturan mengenai transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia telah diatur dalam hukum di Indonesia. Dalam peraturan tersebut diatur tentang siapa yang berwenang melakukan tindakan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia, bagaimana prosedur pelaksanaan tindakan medis transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia, juga tentang sanksi pidana. UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan bagi pelaku pelanggaran baik yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan, melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia tanpa persetujuan donor atau ahli waris, memperjualbelikan organ dan atau jaringan tubuh manusia diancam pidana penjara paling lama 7 (tujuh ). Untuk menaggulangi perdagangan gelap organ dan atau jaringan tubuh manusia diatur dalam UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang berisi ketentuan mengenai jenis perbuatan dan sanksi pidana bagi pelaku, dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun. Sedangkan sebagai bentuk perlindungan terhadap anak yang juga rentan terhadap tindakan eksploitasi perdagangan gelap transplantasi organ dan atau jaringan tubuh telah diatur dalam Pasal 47 dan Pasal 85 UU NO. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta yang berisi ketentuan mengenai jenis tindak pidana dan sanksi pidana yang dapat dikenakan terhadap pelakunya. Dalam melakukan tindakan medis transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia seorang dokter harus melakukannya berdasarkan standart profesi serta berpegang teguh pada Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) (Verayanti, 2008).
Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia dari sudut pandang agama, diperkenanakan dengan dasar alasan kasih dan kemanusiaan secara sukarela untuk menolong nyawa individu (manusia) lain, yang tidak diperkenanakan ialah menjadikan organ adan atau jaringan tubuh tersebut sebagai objek jual beli secara komersial. Tindakan medis tersebut harus didahului dengan serangkaian prosedur yang harus dilalui oleh pasein, selain prosedur test kesehatan terdapat prosedur yang wajib dilakukan oleh pasien yaitu membuat persetujuan secara tertulis tentang kesediaannya menjalani transplantasi organ dan atau jaringan tubuh. Sebelum menyatakan persetujuannnya terlebih dahulu pasien harus mendapat informasi dari dokter mengenai tindakan medik transplantasi organ dan atau jaringan baik diminta maupun tidak (Verayanti, 2008).
Tranplantasi organ atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan semata-mata untuk tujuan kemanusian, yaitu itu pengobatan dan mempertahankan hidup. Menurut Pdpersi (2005), 40% dari pasien tranplantasi organ seperti jantung, ginjal dan hati terancam menderita infeksi Cytomegalovirus yang bias mengakibatkan tidak berfungsinya organ cangkok dan penolakan oleh tubuh. Menurut Dr. Indrawati Sukalis (dalam Lampung Post), mengatakan setiap cangkok ginjal hanya mempunyai tingkat keberhasilan 50% : 50%, sulit lebih daripada itu karena ada banyak faktor yang mempengaruhinya.
Perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran yang terus meningkat searah dengan perkembangan teknik transplantasi. Dengan keberhasilan teknik tranplantasi dalam usaha penyembuhan suatu penyakit dan dengan meningkatnya keterampilan dokter-dokter dalam melakukan tranplantasi mulai diminati oleh para penderita dalam upaya penyembuhan yang cepat dan tuntas. Untuk mengembangkan transplantasi sebagai salah satu cara penyembuhan suatu penyakit tidak dapat begitu saja diterima oleh masyarakat luas. Pertimbangan etik, moral, agama, hukum atau sosial budaya ikut mempengaruhinya.
Ajaran agama (dalam hal ini Agama Hindu), dibenarkan dan dianjurkan agar umat Hindu melakukan tindakan transplantasi organ tubuh sebagai wujud nyata pelaksanaan kemanusiaan (manusa yajna). Tindakan kemanusiaan ini dapat meringankan beban derita orang lain. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik menyusun paper tentang transplantasi organ atau jaringan tubuh dari masalah etika dan moral, aspek hukum, aspek aspek etik kedokteran dan pandangan Agama Hindu.
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Transplantasi
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke tempat lain pada tubunya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu (nursing-transplan.blogspot.com).
Transplantasi organ adalah transplantasi atau pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang sama (id.wikipedia.org).
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan fungsi organ tubuh yang berat (Arifin, 2009).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa transplatansi organ adalah pemindahan seluruh atau sebagian jaringan atau organ manusia tertentu dari satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang sama dan bermanfaat bagi pasien.
B. Jenis-Jenis Transplantasi
Menurut Arifin (2009), beberapa jenis transplantasi atau pencangkokan, baik berupa sel, jaringan maupun organ tubuh yaitu sebagai berikut :
1. Transplantasi Autologus, yaitu perpindahan dari satu tempat ke tempat lain dalam tubuh itu sendiri.
2. Transplantasi Alogenik, yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang sama spesiesnya, baik dengan hubungan keluarga atau tanpa hubungan keluarga.
3. Transplantasi Sinergik, yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang identik, misalnya pada kembar identik.
4. Transplantasi Xenograf, yaitu perpindahan dari satu tubuh lain yang tidak sama spesiesnya.
Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup atau dari jenazah orang yang baru meninggal dimana meninggal sendiri didefinisikan kematian batang otak.
1. Organ-organ yang diambil dari donor hidup seperti : kulit ginjal sumsum tulang dan darah (transfusi darah).
2. Organ-organ yang diambil dari jenazah adalah jantung, hati, ginjal, kornea, pankreas, paru-paru dan sel otak.
C. Komponen-Komponen Transplantasi
Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi (nursing-transplan.blogspot.com), yaitu :
1. Eksplantasi, yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah meninggal.
2. Implantasi, yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain.
Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan traplantasi, yaitu :
1. Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan jaringan atau organ.
2. Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima atau organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan atau organ tersebut, untuk berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.
D. Metode Transplantasi
Semakin berkembangnya ilmu tranplantasi modern, ditemukan metode-metode pencangkokan (nursing-transplan.blogspot.com), seperti :
1. Pencangkokan arteria mammaria interna di dalam operasi lintas koroner oleh Dr. George E. Green.
2. Pencangkokan jantung, dari jantung ke kepada manusia oleh Dr. Cristian Bernhard, walaupun resepiennya kemudian meninggal dalam waktu 18 hari.
3. Pencangkokan sel-sel substansia nigra dari bayi yang meninggal ke penderita Parkinson oleh Dr. Andreas Bjornklund.
E. Masalah Etik dan Moral dalam Tranplantasi Organ.
Beberapa pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplantasi adalah donor hidup, jenazah dan donor mati, keluarga dan ahli waris, resepien, dokter dan pelaksana lain, dan masyarakat. Hubungan pihak-pihak itu dengan masalah etik dan moral dalam transplantasi akan dibicarakan dalam uraian dibawah ini (nursing-transplan.blogspot.com).
1. Donor Hidup.
Adalah orang yang memberikan jaringan atau organnya kepada orang lain (resepien). Sebelum memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko yang dihadapi, baik resiko di bidang medis, pembedahan, maupun resiko untuk kehidupannya lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan atau organ yang telah dipindahkan. Disamping itu, untuk menjadi donor, sesorang tidak boleh mengalami tekanan psikologis. Hubungan psikis dan emosi harus sudah dipikirkan oleh donor hidup tersebut untuk mencegah timbulnya masalah.
2. Jenazah dan donor mati.
Adalah orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan sungguh-sungguh untuk memberikan jaringan atau organ tubuhnya kepada yang memerlukan apabila ia telah meninggal kapan seorang donor itu dapat dikatakan meninggal secara wajar, dan apabila sebelum meninggal, donor itu sakit, sudah sejauh mana pertolongan dari dokter yang merawatnya. Semua itu untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor atau pihak lain bahwa tim pelaksana transplantasi telah melakukan upaya mempercepat kematian seseorang hanya untuk mengejar organ yang akan ditransplantasikan.
3. Keluarga donor dan ahli waris.
Kesepakatan keluarga donor dan resipien sangat diperlukan untuk menciptakan saling pengertian dan menghindari konflik semaksimal mungkin atau pun tekanan psikis dan emosi di kemudian hari. Dari keluarga resepien sebenarnya hanya dituntut suatu penghargaan kepada donor dan keluarganya dengan tulus. Alangkah baiknya apabila dibuat suatu ketentuan untuk mencegah tinmulnya rasa tidak puas kedua belah pihak.
4. Resipien.
Adalah orang yang menerima jaringan atau organ orang lain. Pada dasarnya, seorang penderita mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang dapat memperpanjang hidup atau meringankan penderitaannya. Seorang resepien harus benar-benar mengerti semua hal yang dijelaskan oleh tim pelaksana transplantasi. Melalui tindakan transplantasi diharapkan dapat memberikan nilai yang besar bagi kehidupan resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa hasil transplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. Juga perlu didasari bahwa jika ia menerima untuk transplantasi berarti ia dalam percobaan yang sangat berguna bagi kepentingan orang banyak di masa yang akan datang.
5. Dokter dan tenaga pelaksana lain.
Untuk melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus mendapat parsetujuan dari donor, resepien, maupun keluarga kedua belah pihak. Ia wajib menerangkan hal-hal yang mungkin akan terjadi setelah dilakukan transplantasi sehingga gangguan psikologis dan emosi di kemudian hari dapat dihindarkan. Tanggung jawab tim pelaksana adalah menolong pasien dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Dengan demikian, dalam melaksanakan tugas, tim pelaksana hendaknya tidak dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan kepentingan pribadi.
6. Masyarakat.
Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan perkembangan transplantasi. Kerjasama tim pelaksana dengan cara cendekiawan, pemuka masyarakat, atau pemuka agama diperlukan untuk mendidik masyarakat agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha transplantasi. Dengan adanya pengertian ini kemungkinan penyediaan organ yang segera diperlukan, atas tujuan luhur, akan dapat diperoleh.
F. Aspek Hukum Tranplantasi
Dari segi hukum, transplantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu hal yang mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan manusia, walaupun ini adalah suatu perbuatan yang melawan hukum pidana yaitu tindak pidana penganiayaan, tetapi mendapat pengecualian hukuman, maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana,dan dapat dibenarkan.
Dalam PP No.18 tahun 1981 tentana bedah mayat klinis, beda mayat anatomis dan transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia tercantum pasal tentang transplantasi (Arifin, 2009) sebagai berikut :
Pasal 1.
c. Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringa tubuh yang dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.
d. Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mmempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang sama dan tertentu.
e. Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
f. Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.
g. Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan, dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.
Ayat g mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas, maka IDI dalam seminar nasionalnya mencetuskan fatwa tentang masalah mati yaitu bahwa seseorang dikatakan mati bila fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible, atau terbukti telah terjadi kematian batang otak.
Pasal 10.
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan yaitu persetujuan harus tertulis penderita atau keluarga terdekat setelah penderita meninggal dunia.
Pasal 11
1.Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ditunjuk oleh menteri kesehatan.
2.Transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan
Pasal 12
Penentuan saat mati ditentukan oleh 2 orang dokter yang tidak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.
Pasal 13
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksudkan yaitu dibuat diatas kertas materai dengan 2 (dua) orang saksi.
Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan tertulis dengan keluarga terdekat.
Pasal 15
1. Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya,
2. Termasuk dokter konsultan mengenai operasi, akibat-akibatya, dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.
2. Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar, bahwa calon donor yang bersangkutan telah meyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.
Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak dalam kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi.
Pasal 17
Dilarang memperjualbelikan alat atau jaringan tubuh manusia.
Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dan semua bentuk ke dan dari luar negeri.
Selanjutnya dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan dicantumkan beberapa pasal tentang transplantasi sebagai berikut:
Pasal 33.
1. Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ dan jaringan tubuh, transfusi darah, imflan obat dan alat kesehatan, serta bedah plastik dan rekontruksi.
2. Transplantasi organ dan jaringan serta transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan, yang dilarang untuk tujjuan komersial.
Pasal 34
1. Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan disarana kesehatan tertentu.
2. Pengambilan organ dan jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan ahli waris atau keluarganya.
3. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
G. ASPEK ETIK TRANSPLANTASI
Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya. dari segi etik kedokteran tindakan ini wajib dilakukan jika ada indikasi, berlandaskan dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) (Arifin, 2009), yaitu:
Pasal 2.
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.
Pasal 10.
Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.
Pasal 11.
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita.
Pasal-pasal tentang transplantasi dalam PP No. 18 tahun 1981, pada hakekatnya telah mencakup aspek etik, mengenai larangan memperjual belikan alat atau jaringan tubuh untuk tujuan transplantasi atau meminta kompensasi material.
Yang perlu diperhatikan dalam tindakan transplantasi adalah penentuan saat mati seseorang akan diambil organnya,yang dilakukan oleh (2) orang dokter yang tidak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi, ini erat kaitannya dengan keberhasilan transplantasi, karena bertambah segar organ tersebut bertambah baik hasilnya. tetapi jangan sampai terjadi penyimpangan karena pasien yang akan diambil organnya harus benar-benar meninggal dan penentuan saat meninggal dilakukan dengan pemeriksaan elektroensefalografi dan dinyatakan meninggal jika terdapat kematian batang otak dan sudah pasti tidak terjadi pernafasan dan denyut jantung secara spontan.pemeriksaan dilakukan oleh para dokter lain bukan dokter transplantasi agar hasilnya lebih objektif.
H. Aspek Agama Hidup terhadap Transplantasi Organ.
Berdasarkan prinsip-prinsip ajaran agama, dibenarkan dan dianjurkan agar umat Hindu melakukan tindakan transplantasi organ tubuh sebagai wujud nyata pelaksanaan kemanusiaan (manusa yajna). Tindakan kemanusiaan ini dapat meringankan beban derita orang lain. Bahkan, transplantasi organ tubuh ini tidak hanya dapat dilakukan pada orang yang telah meninggal, melainkan juga dapat dilakukan pada orang yang masih hidup, sepanjang ilmu kedokteran dapat melakukannnya dengan tetap mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan (Heri, 2008).
Menurut ajaran Hindu transplantasi organ tubuh dapat dibenarkan dengan alasan, bahwa pengorbanan (yajna) kepada orang yang menderita, agar dia bebas dari penderitaan dan dapat menikmati kesehatan dan kebahagiaan, jauh lebih penting, utama, mulia dan luhur, dari keutuhan organ tubuh manusia yang telah meninggal. Tetapi sekali lagi, perbuatan ini harus dilakukan diatas prinsip yajna yaitu pengorbanan tulus iklas tanpa pamrih dan bukan dilakukan untuk maksud mendapatkan keuntungan material. Alasan yang lebih bersifat logis dijumpai dalam kitab Bhagawadgita II.22 sebagai berikut: “Wasamsi jirnani yatha wihaya nawani grihnati naro’parani, tatha sarirani wihaya jirnany anyani samyati nawani dehi” Artinya: seperti halnya seseorang mengenakan pakaian baru dan membuka pakaian lama, begitu pula Sang Roh menerima badan-badan jasmani yang baru, dengan meninggalkan badan-badan lama yang tiada berguna. Kematian adalah berpisahnya Jiwatman atau roh dengan badan jasmani ini. Badan Jasmani atau sthula sarira (badan kasar) terbentuk dari Panca Maha Bhuta (apah = unsur cair, prethiwi = unsur padat, teja= unsur sinar, bayu = unsur udara dan akasa = unsur ether) ibarat pakaian. Apabila badan jasmani (pakaian) sudah lama dan rusak, kita akan membuangnya dan menggantikannya dengan pakaian yang baru (Heri, 2008).
Prinsip kesadaran utama yang diajarkan dalam agama Hindu adalah bahwa badan identitas kita yang sesungguhnya bukanlah badan jasmani ini, melainkan adalah Jiwatman (roh). Badan jasmani merupakan benda material yang dibangun dari lima zat (Panca Maha bhuta) dan akan hancur kembali menyatu ke alam makrokosmos dan tidak lagi mempunyai nilai guna. Sedangkan Jiwatman adalah kekal, abadi, dia tidak mati pada saat badan jasmani ini mati, senjata tidak dapat melukaiNya, api tidak bisa membakarNya, angin tidak bisa mengeringkan-Nya dan air tidak bisa membasahi-Nya.Wejangan Sri Kresna kepada Arjuna dalam Bhagawadgita: “Engkau tetap kecil karena sepanjang waktu engkau menyamakan dirimu dengan raga jasmani. Engkau berpikir, “Aham dehasmi”, ‘aku adalah badan’, pikiran ini menyebabkan engkau tetap kecil. Tetapi majulah dari aham dehasmi ke aham jiwasmi, dari aku ini raga ke aku ini jiwa, percikan Tuhan (Heri, 2008).
Berkat kemajuan dan bantuan teknologi canggih di bidang medis (kedokteran), maka sistem pencangkokan organ tubuh orang yang telah meninggalpun masih dapat dimanfaatkan kembali bagi kepentingan kemanusiaan. Dialog spiritual Sri Kresna dengan Arjuna dalam kitab Bhagawadgita dapat ditarik suatu makna bahwa badan jasmani ini diumpamakan sebagai pakaian sementara bagi roh (atman) yang tidak kekal, mudah rusak dan hancur, yang kekal adalah jiwatman. Oleh karena itu, ajaran Hindu tidak melarang umatnya untuk melaksanakan transplantasi organ tubuh dengan dasar yajna (pengorbankan tulus iklas dan tanpa pamrih) untuk kesejahteraan dan kebahagiaan sesama umat manusia. Demikian pandangan agama Hindu terhadap transplantasi organ tubuh sebagai salah satu bentuk pelaksanaan ajaran Panca Yajna terutama Manusa Yajna (Heri, 2008).
PEMBAHASAN
A. Masalah Etika dan Moral pada Transplantasi Organ.
Transplantasi organ adalah pemindahan seluruh atau sebagian jaringan atau organ manusia tertentu dari satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang sama dan bermanfaat bagi pasien. Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup atau jenazah orang yang baru meninggal dimana meninggal sendiri didefinisikan kematian batang otak. Organ-organ yang diambil dari donor seperti : kulit, ginjal, sumsum tulang dan darah (transfusi darah), sedangkan organ-organ yang diambil dari jenazah adalah jantung, hati, ginjal, kornea, pankreas, paru-paru, dan sel otak.
Pihak yang ikut terlibat dalam transplantasi adalah donor hidup, jenazah atau donor mati, keluarga atau ahli waris, resepien, dokter atau pelaksana lain, dan masyarakat. Sebelum memutuskan untuk menjadi donor, seorang yang menjadi donor hidup harus mengetahui dan mengerti resiko yang dihadapinya, baik resiko dibidang medis, pembedahan, maupun untuk resiko kehidupannya lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan atau organ yang telah dipindahkan. Donor dari jenazah harus mendapatkan izin dari orang yang semasa hidupnya berniat dengan sungguh-sungguh untuk memberikan jaringan atau organ tubuhnya kepada yang memerlukan apabila ia telah meninggal. Kesepakatan keluarga donor dan resepien sangat diperlukan untuk menciptakan saling pengertian dan menghindari konflik semaksimal mungkin atau pun tekanan psikis dan emosi di kemudian hari. Seorang resepien harus benar-benar mengerti semua hal yang dijelaskan oleh tim pelaksana transplantasi, ia juga harus menyadari bahwa hasil transplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. Dokter dan tenaga pelaksana transplantasi wajib menerangkan hal-hal yang mungkin akan terjadi setelah dilakukan transplantasi sehingga gangguan psikologis dan emosi di kemudian hari dapat dihindarikan. Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan perkembangan tranplantasi agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha transplantasi.
B. Aspek Hukum Transplantasi Organ.
Dari segi hukum, transplantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu hal yang mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterahkan manusia, walaupun ini adalah suatu perbuatan yang melawan hukum pidana yaitu tindak pidana penganiayaan, tetapi mendapat pengecualian hukuman, maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana, dan dapat dibenarkan. Dalam proses penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ dan dilarang untuk keperluan komersial dan tidak berhak dalam kompensasi material apapun sebagai imbalan tranplantasi. Tindakan tranplantasi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan disarana kesehatan tertentu. Pengambilan organ dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan ahli waris atau keluarganya.
C. Aspek Etik Kedokteran Transplantasi Organ.
Transplantasi organ dari segi etik kedokteran wajib dilakukan jika ada indikasi dan setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita. Perlu diperhatikan dalam tindakan transplantasi adalah penentuan saat mati seseorang akan diambil organya, dilakukan oleh dua orang dokter yang tidak sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi agar hasilnya lebih obyektif.
D. Pandangan Agama Hindu terhadap Transplantasi Organ.
Dari sudut pandang Agama Hindu transplantasi organ tubuh manusia diperkenankan dengan dasar alasan kemanusiaan secara sukarela untuk menolong nyawa manusia lain, yang tidak diperkenankan menjadikan organ tubuh manusia sebagai objek jual beli secara komersial. Tindakan transplantasi harus didahului dengan serangkaian prosedur yang harus dilalui oleh pasien, selain prosedur test kesehatan terdapat prosedur yang wajib dilakukan oleh pasien yaitu membuat persetujuan secara tertulis tentang kesediannya menjalani transplantasi organ. Agama Hindu tidak melarang umatnya untuk melaksanakan transplantasi organ tubuh dengan dasar yajna (pengorbankan tulus iklas dan tanpa pamrih) untuk kesejahteraan dan kebahagiaan sesama umat manusia. Transplantasi sebagai salah satu bentuk pelaksanaan ajaran Panca Yajna terutama Manusa Yajna serta disesuaikan dengan adat desa setempat karena Agama Hindu sangat fleksibel dan mengikuti perkembangan zaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar