Rabu, 15 Juli 2009

STROKE

1. PENGERTIAN

Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak (Corwin, 2001).

Stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu (Misbach dan Kalim, 2007).

2. PENYEBAB STROKE

Menurut Corwin (2001), stroke dapat terjadi akibat pembentukan trombus di suatu arteri serebrum, akibat embolus yang mengalir ke otak dari tempat lain di tubuh, atau akibat perdarahan otak.

Menurut Misbach dan Kalim (2007) penyakit atau keadaan yang menyebabkan atau memperparah stroke disebut dengan faktor risiko stroke. Penyakit tersebut antara lain : hipertensi, penyakit jantung, diabetes militus, hiperlipidemia (peningkatan kadar lipid dalam darah). Keadaan yang dapat menyebabkan stroke adalah usia lanjut, obesitas, merokok, suku bangsa, jenis kelamin (pria), dan kurang olah raga.

3. JENIS-JENIS STROKE

Menurut Corwin (2001), jenis-jenis stroke adalah sebagai berikut :

a. Stroke trombotik

Stroke trombotik terjadi akibat oklusi aliran darah, biasanya karena ateroskerosis berat. Biasanya klien mengalami satu atau beberapa kali serangan iskemik transien (transient iscemic, TIA) sebelum stroke trombotik terjadi. TIA adalah gangguan fungsi otak singkat yang reversibel akibat hipoksia serebrum. TIA mungkin terjadi akibat suatu pembuluh aterosklerotik yang mengalami spasme, atau saat kebutuhan oksigen otak meningkat dan kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi karena aterosklerosis yangt berat. Berdasarkan definisi, TIA berlangsung kurang dari 24 jam. TIA yang berulang-ulang mengisyaratkan akan terjadinya stroke trombotik sejati.

Stroke trombotik biasanya berkembang dalam periode 24 jam. Selama periode perkembangan stroke, individu dikatakan menderita stroke in evolution. Pada akhir periode tersebut individu dikatakan menderita stroke lengkap (completed stroke).

b. Stroke embolik

Stroke embolik berkembang sebagai akibat adanya oklusi oleh suatu embolus yang terbentuk di luar otak. Sumber-sumber embolus yang menyebabkan penyakit ini adalah termasuk jantung setelah suatu infark miokardium atau fibrilasi atrium, arteri karotis komunis, atau aorta.

c. Stroke hemoragik

Stroke hemoragik terjadi apabila suatu pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskemia (pengurangan aliran) dan hipoksia di sebelah hirir. Penyebab stroke hemoragik antara lain adalah hipertensi, pecahnya aneurisma, atau malformasi arterio-venosa (hubungan yang abnormal).

4. TANDA DAN GEJALA STROKE

Secara umum tanda dan gejala stroke (Misbach dan Kalim, 2007), sebagai berikut :

a. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh.

b. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.

c. Penglihatan ganda.

d. Pusing.

e. Bicara tidak jelas.

f. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.

g. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.

h. Pergerakan yang tidak biasa.

i. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.

j. Ketidakseimbangan dan terjatuh.

k. Pingsan.

l. Daerah otak yang mengalami iskemia menentukan gambaran klinis. Kemampuan mental, emosi, kemampuan bicara, atau gerakan yang terpengaruh. Banyak kelainan yang bersifat ireversibel.

m. Pada stroke hemoragik sering disertai oleh nyeri kepala hebat dan hilangnya kesadaran.

5. PENATALAKSANAAN STROKE

Menurut Misbach dan Kalim, (2007) jika mengalami serangan stroke, segera dilakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah penyebabnya bekuan darah atau perdarahan yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah.

Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika recombinant tissue plasminogen activator (RTPA) atau streptokinase yang berfungsi menghancurkan bekuan darah diberikan dalam waktu 3 jam setelah timbulnya stroke.

Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah diberikan kepada penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah risiko terjadinya perdarahan ke dalam otak.

Penderita stroke biasanya diberikan oksigen dan dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan. Pada stroke in evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini tidak diberikan jika telah terjadi completed stroke.

Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati. Memperbaiki aliran darah ke daerah tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak dilakukan pembedahan.

Pengangkatan sumbatan pembuluh darah yang dilakukan setelah stroke ringan atau transient ischemic attack, ternyata bisa mengurangi risiko terjadinya stroke di masa yang akan datang. Sekitar 24,5% pasien mengalami stroke berulang.

Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut, biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid. Penderita stroke yang sangat berat mungkin memerlukan respirator (alat bantu bernapas) untuk mempertahankan pernafasan yang adekuat. Di samping itu, perlu perhatian khusus kepada fungsi kandung kemih, saluran pencernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena penekanan).

Stroke biasanya tidak berdiri sendiri, sehingga bila ada kelainan fisiologis yang menyertai harus diobati misalnya gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, tekanan darah tinggi dan infeksi paru-paru. Setelah serangan stroke, biasanya terjadi perubahan suasana hati (terutama depresi), yang bisa diatasi dengan obat-obatan atau terapi psikis.

6. KOMPLIKASI

Pasien yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respons pernafasan atau kardiovaskular dapat meninggal (Corwin, 2001).

DEPRESI PADA PASIEN STROKE

Umumnya stroke berlanjut dengan depresi. Artinya pasien sadar, kondisinya sudah tidak sanggup untuk melakukan ini dan itu secara rutin, seperti makan harus disuapi, jalan jadi lambat, dan mandi harus dibantu. Karena faktor mental, pasien jadi depresi : sering menangis dan suka melamun. Situasi ini terasa berat dan memakan waktu lama. Usaha merehabilitasi sampai menyembuhkannya tidak kalah susah dengan terapi medis. Melewatkan masalah depresi, hanya akan membuat pasien bertambah parah serta bertambah susah pula merehabilitasinya, apalagi menyembuhkankannya (Idris, 2004).

Pasien stroke selain menimbulkan gejala-gejala saraf (misalnya kelumpuhan alat gerak ataupun otot-otot muka dan sebagainya), juga ditemukan gangguan mental-emosional misalnya depresi, apatis, euforia bahkan sampai pada mania. Gejala depresi yang ditimbulkannya itu sebagai akibat lesi (kerusakan) pada susunan saraf pusat otak dan bisa juga akibat dari gangguan penyesuaian (adjusment disorder) karena hendaya (impairment) fisik dan kognitif pasca stroke. Kaplan dan Sadock (dalam Hawari, 2002) menyebutkan bahwa prevalensi depresi pada pasien stroke mencapai 40% - 60% dalam 6 bulan pertama sesudah terjadinya stroke.

Gejala depresi pada pasien stroke, dapat ditegakkan dengan kriteria sebagai berikut :

  1. Gejala utama adalah gangguan afek (mood) yang disertai gejala episode manik atau episode depresif berat.
  2. Tidak terdapat tanda-tanda delerium (menurunnya kesadaran), demensia (kemunduran daya ingat), sindrom waham organik, atau halusinasi organik.
  3. Terdapat faktor organik spesifik (kelainan pada otak akibat stroke) yang dinilai mempunyai hubungan etiologik (penyebab) dengan gangguan itu, yang terbukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan laboratorium.

DEPRESI

1. PENGERTIAN

Depresi adalah merupakan akumulasi dari perasaan cemas yang berkepanjangan. Depresi sering terjadi atau datang setelah mengalami proses kekecewaan-kecewaan yang berlarut-larut dan panjang (Prasetyono, 2007).

Depresi adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (affective/mood disorde), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya (Hawari, 2002).

2. PENYEBAB

Menurut Prasetyono (2007), sumber-sumber yang umum seseorang dapat menderita depresi, adalah sebagai berikut :

a. Disharmonis dalam pergaulan.

b. Disfusi pada seksualitas.

c. Perceraian.

d. Ditinggal anak-anak yang sudah dewasa dan berkeluarga.

e. Gagal dalam pekerjaan atau tidak mendapat pekerjaan.

f. Penyakit yang tak kunjung sembuh.

g. Memasuki masa pensiun.

h. Kematian dari orang yang dicintai.

i. Hilangnya kekayaan.

j. Kesulitan dalam keuangan.

3. GEJALA KLINIS

Menurut Hawari (2002) gejala klinis depresi adalah sebagai berikut:

a. Afek disforik, yaitu perasaan murung, sedih, gairah hidup menurun, tidak semangat, merasa tidak berdaya.

b. Perasaan bersalah, berdosa, penyesalan.

c. Nafsu makan menurun.

d. Berat badan menurun.

e. Konsentrasi dan daya ingat menuruun.

f.. Gangguan tidur : insomnia (sukar atau tidak dapat tidur) atau sebaliknya hipersomnia (terlalu banyak tidur). Gangguan ini sering kali disertai dengan mimpi-mimpi yang tidak menyenangkan, misalnya mimpi orang yang telah meninggal.

g. Agitasi atau retardasi psikomotor (gaduh gembira atau lemah tak berdaya).

h. Hilangnya rasa senang, semangat dan minat, tidak suka lagi melakukan hobi, kreativitas menurun, produktivitas juga menurun.

i. Gangguan seksual (libido menurun).

j. Pikiran-pikiran tentang kematian, buduh diri.

Menurut Prasetyono (2007) gejala-gejala depresi dibagi menjadi dua yaitu gejala psikologis dan gejala fisik.

a. Gejala psikologis

1) Kesedihan.

2) Hilang rasa ketertarikan.

3) Hilangnya kekuatan.

4) Sulit atau hilang konsentrasi.

5) Rasa murung.

6) Khilaf atau gelap mata

7) Perasaan bersalah

8) Ketidakmampuan

b. Gejala-gejala fisik

1) Hilangnya selera makan

2) Sulit tidur

3) Menurunnya stamina tubuh

4) Disfungsi seksual

4. PENATALAKSANAAN DEPRESI

Menurut Hawari (2002), penatalaksanaan depresi dilakukan melalui tahap pencegahan dan terapi. Di pencegahan agar seseorang tidak jatuh dalam keadaan depresi maka kekebalan yang bersangkutan perlu ditingkatkan agar mampu menanggulangi stresor psikososial yang muncul dengan cara yang teratur, serasi, selaras dan seimbang antara dirinya dengan Tuhan, sedangkan secara horisontal antara dirinya dengan sesama, orang lain dan lingkungan. Pada tahap terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencakup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius.

REFERENSI :

http://www.e-psikologi.com/depresi_pada_stroke

http://www.medicastore.com/stroke/

Corwin. E.J. (2001) Buku Saku Patofiologi, Jakarta : EGC

Hawari, D. (2002) Manajemen Stres, Cemas dan Depresi, Jakarta : Balai Penerbir FKUI

Prasetyono, D.S. (2007) Metode Mengatasi Cemas dan Depresi, Yogyakarta : Oryza

Tidak ada komentar: